28. Yang Terpenting Untukku

71 9 5
                                    

Mira

Aku sedang menghindari Canavar. Siang ini aku tengah duduk sendiri disebuah kursi panjang sembari berharap semoga Canavar tidak mengecek tempat ini. Well, aku jarang kesini. Aku menghindarinya karena selama kebersamaan kami aku memberitahunya banyak hal yang ingin ia ketahui dariku. Namun, tidak sepertiku. Ia selalu merahasiakan dirinya. Kuakui ia sangat terbuka. Aku juga sudah tahu apa yang ia suka dan apa yang ia tidak suka. Namun, bila terkait keluarga.. ia sangatlah tertutup. Membuatku merasa ia menyembunyikan suatu hal dariku. Aku dihantui kegelisahan. Aku kekasihnya tapi aku tidak tahu apapun tentangnya. Bahkan, rumahnya dimanapun aku tidak tahu. Apa ia benar-benar mencintaiku? Apa ia serius denganku? Serius dengan hubungan ini? Ataukah.. ia hanya bermain-main?

Akupun membuang nafasku yang terasa seperti tertahan dan menggumpal didalam hati. Pikiran ini terus saja menghantuiku. Lebih baik aku membaca cerita lagi. Barangkali aku bisa mengalihkan pikiranku sejenak dengan membaca buku. Akupun mengeluarkan novelku yang berjudul Almost Is Never Enough. Well, aku belum menyelesaikan novel ini.. o'ya, aku jadi teringat adegan dimana sitokoh wanita tengah dikejar-kejar oleh ular. Saat itu aku tidak sempat membaca kelanjutannya karena Canavar segera tiba dan tidak membiarkanku fokus pada ceritaku lebih lama melainkan kepadanya.

Kira-kira.. apa kelanjutannya, ya?

"Hai.." sapa seorang pria yang membuatku menoleh kearahnya. Ia kini tersenyum dan duduk disisiku. Akupun menatap kearah sekitar dan tidak menemukan siapapun. Akupun membalas sapaannya setelah sebelumnya memastikan bahwa ia memang sedang bertanya padaku. Dan, betapa terkejutnya aku ketika ia memberitahuku bahwa ia kakaknya Canavar.

Akupun refleks memerhatikannya lebih detail. Ia tinggi dan berkulit cokelat seperti Canavar. Rambutnya hitam namun berpotongan pendek dan dipangkas dengan rapi berbeda dengan Canavar yang rambutnya ikal dan berwarna cokelat. Matanya terlihat tajam sedangkan mata Canavar terlihat sedikit sayu dan cantik dengan bulu matanya yang lentik. Ia tampan dan terlihat lebih dewasa dibanding Canavar. Aku mencoba mencari kemiripannya dengan Canavar. Tapi mereka tampak berbeda. Auranya begitu berbeda. Begitupun dengan pembawaannya.

Aku sangat senang bertemu dengan Cennaya. Ia pria yang menyenangkan dan ramah. Namun, disisi lain aku menjadi semakin sedih. Melalui kejadian ini aku merasa bahwa aku tidak memiliki arti dan tidak dianggap serius oleh Canavar karena keputusannya tuk menyembunyikan semuanya dariku termasuk terkait kakaknya ini. Ia mencintaiku, menginginkanku, lalu mendapatkanku. Namun, sebatas ini. Hanyalah sebatas ini. Ia hanya ingin bersamaku tapi tidak untuk berbagi kehidupan denganku.

"Mirraaaaa!!!" teriak seseorang dari kejauhan yang suaranya sudah kuhafal dengan begitu baik. Akupun melihatnya yang berlari dengan kekhawatiran yang terpancar diwajahnya kearahku. "Mira, kasihku. Aku mencarimu sejak tadi. Kemana saja kau?" tanyanya dengan nafas terengah-engah sembari menggenggam tanganku. Lalu, melihatku yang masih saja terdiam iapun menoleh kearah pria yang ada disisiku dan melihat kakaknya. Dan, dengan kaget iapun segera menuduh kakaknya telah berbuat yang macam-macam padaku hingga aku tidak segera menjawab pertanyaan Canavar dan hanya terdiam. Aku muak. Akupun menghentikan ucapan Canavar dan pergi meninggalkannya tanpa mau diantar olehnya. Tidakkah ia sadar bahwa marahku ini adalah karenanya dan bukan karena kakaknya?

Aku masih begitu kecewa dengan yang ia lakukan. Aku akan pergi. Membiarkan dirinya berpikir. Bila ia serius denganku. Ia akan datang dan mendiskusikan semua ini denganku. Dan, bila ia tidak serius ia tidak akan peduli dan menyudahi hubungan kami tanpa ingin mencari penyelesaian masalah terkait hubungan ini.

***

Dua hari kemudian Canavar sudah berhasil membujukku. Kini aku tengah pergi jalan-jalan bersamanya. Berkeliling kota. Hari ini kami sedang libur karena sekarang adalah tanggal merah nasional. Kami sedang berjalan menikmati pemandangan kota Vancouver dengan ice cream yang manis ditangan kami. Ice cream vanilla ditanganku dan ice cream rasa strawberry ditangannya. Aku sempat mengejek seleranya. Tapi bagaimanapun Canavar memang begitu. Walau ia terlihat dan memberi kesan manly. Seleranya benar-benar lembut dan manis seperti anak wanita.

Perubahan Sang Beta (Belum Di Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang