42. Berupa Takdir

73 8 9
                                    

Mira's pov

"Kau bisa meletakannya disamping anggrek-anggrek itu," petunjuk Rika padaku. Akupun menanamkan tunas bunga mawar yang tengah kupegang disamping kumpulan bunga anggrek tersebut. Kami sedang berada dihalaman belakang rumah Rika. Ia ingin membuat halaman belakang rumahnya menjadi kebun bunga kecil. Walau ia akan tinggal diBrazil namun ia dan Cennaya memutuskan tuk membeli tempat ini sebagai rumah mereka yang akan mereka tempati bila tengah berkunjung ke Indonesia.

Kegiatan berkebun ini sangatlah menyenangkan. Rikapun terlihat ceria dengan sesekali menyenandungkan berbagai lagu yang berbeda -beda bahasanya dengan indah, ringan, dan fasih. Membuatku tersenyum melihat selera bermusiknya yang beragam.

"Rika, apa kau werewolf juga?" tanyaku santai padanya sembari menepuk-nepuk tanah yang baru menahan tunas mawar tadi.

"Bukan. Aku manusia murni," jawabnya santai sembari menggumamkan nada music classic.. Spring waltz karya Chopin yang merupakan salah satu irama yang dipakai diacara pernikahnnya kemarin. Membuatku menoleh kaget kearahnya. Sementara ia tengah mengira-ngira letak yang tepat tuk ditanami pohon pucuk merah sebelum ia mulai menanam pucuk merah dibaris sisi kanan calon kebun kecil ini.

"Kau? Lalu apa... kau tahu bahwa..

"Bahwa Cenna serigala?" tebaknya santai sembari menoleh kearahku sembari tersenyum.

"Ya."

"Tentu aku tahu. Ia suamiku."

"Kenapa kau menerimanya? Maksudku.. kita manusia. Dunia kita berbeda dengan mereka."

"Karena aku matenya kurasa," jawabnya sembari mencoba memikirkan alasan lain.

"Tapi sekadar mengetahui bahwa kau adalah matenya tidaklah cukup. Dunia kita berbeda dengan mereka. Mungkin semuanya akan berjalan dengan normal diawal. Namun, diakhirnya semua akan menjadi rumit. Melebihi kerumitan segala hubungan didunia nyata. Dunia kita. Penggabungan dunia nyata dan mitologi benar-benar tidak masuk akal dan akan sangat beresiko. Tidakkah kau takut bahwa kau akan melahirkan bayi dalam bentuk serigala dari rahimmu?" tanyaku tidak habis pikir.

"Wow, kau begitu emosional kini. Tenanglah, manis. Akupun tidak tergesa-gesa ketika mengambil keputusan tuk menerimanya dulu. Aku tidak langsung mengatakan iya," ucapnya sembari tersenyum lebar padaku lalu mengamati keseluruhan kebun kecilnya ini kemudian menepukkan tangannya sekali disertai senyum dan desah kepuasan. Setelah itu ia menatapku dan menemukanku yang masih menatapnya bingung. Membuatnya tersenyum memaklumi. "Kemarilah, cuci tanganmu dan akan kujelaskan terkait keputusanku yang pasti kau anggap gegabah ini."

Kamipun membersihkan tangan kami dengan seguci air yang sebelumnya telah disediakan. Setelah itu aku dan Rika duduk berselanjar kaki dengan santai ditengah kebun bunga kecil yang luar biasa indah dan sederhana itu.

"Maaf sebelumnya. Tapi kalau boleh aku tahu apakah Canavar telah memberitahumu semua hal? Terkait jati dirinya dan hal-hal semacam itu terutama," Tanyanya berhati-hati.

"Iya."

"Jadi.. kau menolaknya?"

"Iya."

"Apa kau tidak mencintainya?"

"Aku bukan wanita yang memakai perasaan bila terkait masa depanku. Bukan maksudku menyinggungmu. Namun, aku benar-benar membutuhkan jaminan berupa kehidupan yang jelas untuk masa depanku. Dan hidup bersama makhluk mitologi... bukanlah salah satunya."

"Ya. Aku setuju denganmu. Seorang wanita dizaman sekarang harus bisa berpikir realistis. Bukan bertindak sesuai perasaan semata." setujunya sembari mengangguk-angguk dengan yakin. "Apa kau pernah ditinggal oleh Canavar dalam waktu yang lama?"

Perubahan Sang Beta (Belum Di Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang