37. Sebatas Fisik

69 11 0
                                    

Canavar

Kejadian dikano telah berlalu. Sudah tiga bulan yang lalu. Setelah kejadian itu hubunganku dengan Mira berakhir. Ia tidak bisa menerima jati diriku yang sebenarnya. Dan, kuakui aku tidak sekecewa dugaanku. Kukira aku akan hancur karena penolakan ini. Namun, sejak awal aku sudah menduga hal ini hingga hanya rasa kecewa dan sedihlah yang kurasakan. Tapi tidak sampai hancur.

Semester terakhirku dikampus kujalani dengan tenang. Kepergianku dalam waktu yang sangat lama membuat semuanya terasa seperti aku memulai college life-ku dari awal. Semua temanku baru. Aku tidak memiliki teman bermain disini kecuali sekadar teman yang sebatas saling berbasa-basi saja. Yeah. Aku sudah tidak memerdulikan hal semacam itu kecuali sekadar segera menyelesaikan studi ini. Aku juga tidak pernah datang telat lagi seperti biasanya. Aku juga tidak mengikuti kegiatan kampus apapun dan tidak tampil diacara pensi, lomba-lomba, dan acara lainnya yang akan menuntutku untuk tampil menunjukkan kelebihanku.

Dulu aku bersemangat untuk melakukan itu dengan para sahabatku. Tapi kini tidak. Aku hanya.. merasa hal semacam itu tidaklah kuperlukan lagi. Aku sudah merasa sangat cukup dengan ketenaran yang pernah kurasakan. Aku juga tidak memiliki banyak sekali fans wanita dan mantan-mantan yang bertebaran dikampus seperti dulu. Hanya para wanita semester akhirlah yang mengenalku. Sementara para wanita lainnya, hanya pernah mendengar desas-desus tentang diriku diiringi keraguan karena melihat betapa pasifnya aku dikampus ini. Tapi aku tidak peduli. Karena hal itu kini tidak akan membawa manfaat apapun untukku.

Masih ada yang mengagumiku secara fisik. Sebatas fisik. Yeah. Tentu saja. Tapi aku terus menutup diri. Aku merasa kehilangan gairah dan semangatku akan kehidupan. Namun, anehnya... aku menikmati hal ini. Aku menikmati dan mensyukuri semuanya dalam cara dan gaya hidupku yang sangat biasa. Inikah yang disebut kedewasaan? Entahlah, namun bila benar. Maka, aku mensyukuri karunia ini. Bagaimanapun aku membutuhkan kedewasaan dalam memimpin wilayah kekuaasaanku nanti.

Aku jarang sekali bertemu Mira dan Rachel. Mungkin mereka menghindariku. Dan mungkin tidak. Namun, bila aku tidak sengaja bertemu mereka.. aku akan memerlambat jalanku ataupun berhenti untuk sekadar melihat Mira. Ia akan menatapku, menatapku dengan sorot sedihnya dan tetap melanjutkan perjalanannya. Sementara bila tidak sengaja bertemu Rachel maka ia akan tersenyum lembut yang entah kenapa selalu membuatku merasa sedang dikasihani olehnya.

Aku tidak membenci penolakan ini. Bagaimanapun, penolakan inilah yang membuatku menjadi lebih dewasa dan tidak akan pernah bermain api lagi dengan siapapun dan kapanpun. Cukuplah ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagiku. Selain itu aku juga sudah memiliki gambaran jelas terkait masa depanku.

Aku akan menyelesaikan studiku, menikmati hari demi hari, dan melaksanakan kewajiban-kewajibanku. Mungkin aku akan menemukan cinta yang baru. Dan mungkin tidak. Aku tidak peduli. Kini aku sudah benar-benar memasrahkan kisah hidupku pada moongoddess.

................................................................

Diwaktu-waktu berikutnya. Melalui email, Cennaya mengirimiku pesan. Ia akan menikah dengan Rika dan mengundangku tuk datang kesana dan terlibat dalam acara tersebut yang akan memakan waktu berhari-hari. Ketika mendengar kabar itu Kurt begitu bersemangat dan berangkat lebih awal ke Indonesia. Sementara aku akan menyusul nanti disusul ayahku yang akan tiba terakhir dihari pernikahan itu. Well, ayahku memerlukan waktu perjalanan yang lebih lama untuk tiba diIndonesia. Dan terang saja aku juga perlu waktu untuk menyelesaikan dan mengurus beberapa hal tertentu dikampus sebelum bisa menghabiskan waktu lama di Indonesia.

Aku tidak keberatan. Sama sekali tidak keberatan. Aku juga senang karena itu berarti Rika telah mengetahui jati diri kakakku dan menerimanya. Namun, satu yang menjadi bebanku. Mira. Ia meminta Mira tuk ikut hadir kesana. Bagaimana caraku melakukannya? Walau mate. Tapi kami sudah terasing antara satu sama lain. Bagaimana mungkin aku membawa orang asing terbang beribu-ribu kilometer dari kediamannya? Akupun mengusap kepalaku dari kening hingga ketengkukku dengan penekanan dan perlahan. Aku harus mencari cara. Dan aku tidak ingin melakukan manipulasi ataupun intrik apapun lagi kini. Karena cara terbaik untuk menghadapi kasus ini adalah kejujuran. Ya.. kejujuran.

................................................................

Mira tengah sendirian melintasi lorong yang kutahu akan dilewatinya ketika tanpa sadar ia telah melewatiku yang tengah bersandar didinding. Dengan santai aku langsung menyentuh pergelangannya membuatnya terkejut kecil dan menatapku. Dan seketika, tatapan dari mata besarnya yang terkejut berubah memancarkan sorot kesedihan lagi.

"Izinkan aku mentraktirmu tuk menikmati sore disebuah kedai kopi. Kumohon.." pintaku.

................................................................

"Kau ingat Cennaya?" tanyaku ketika pramusaji telah pergi meninggalkan dua cangkir kopi yang hangat untuk kami beberapa saat yang lalu.

"Ingat."

"Ia akan menikah Desember ini," Beri tahuku membuatnya tersenyum kecil dengan tulus. Walau baru bertemu sekali. Namun, aku yakin bahwa ia memiliki hubungan yang sangat baik dengan kakakku. Dilubuk hatinya yang terdalam aku yakin bahwa ia pasti ikut senang mendengar kabar ini.

"Sampaikan ucapan selamatku padanya," pintanya lembut sembari tersenyum.

"Tidak akan."

"Maaf?"

"Yeah. Aku tidak akan menyampaikan ucapan selamatmu," ucapku datar membuatnya terlihat sedikit terkejut dan mungkin sedih. Ia tidak menanyakan alasannya padaku. Well, ia masih merasa bersalah karena tidak bisa menerimaku. Itu sebabnya dia akan meminimalkan interaksi antar kami. Termasuk didalamnya adalah dengan tidak berdebat denganku seperti yang sebelumnya seringkali ia lakukan. Iapun hanya menunduk dan terus menunduk sembari sesekali menyesap kopinya. Sementara aku terus menatapnya sembari bersandar disandaran kursiku dengan pandangan menilai.

Aku benar-benar memujanya. Segala hal dalam dirinya terasa begitu tepat untukku. Dan aku hanya bisa terus memandangnya. Tanpa bisa mendekapnya meski aku sangat ingin. Malangnya aku.. Lalu, ketika aku sudah merasa cukup akupun menghembuskan nafas lelahku dan meneguk kopiku dengan cukup banyak untuk ukuran menyesap dikali pertama dan memberitahukannya.

"Aku tidak akan menyampaikan pesanmu karena Cennaya memintamu menghadiri acaranya disana. Mereka menikah di Indonesia. Kau akan kuajak ke Indonesia. Kita bisa cuti kuliah sebentar. 100% aku tidak merencanakan hal ini. Ini murni keinginan Cennaya. Ia begitu menyukaimu hingga memintaku dan kurasa nyaris memaksa agar aku bisa membawamu kesana. Kau.. tidak akan mengecewakannya bukan? Aku akan membantumu mengurus semuanya termasuk izin keluargamu kalau perlu. Kumohon, lakukanlah hal ini. Setidaknya.. kalau bukan untukku, lakukanlah untuk Cennaya. Ia begitu mengharapkanmu. Setelah ini, aku berjanji tidak akan mencampuri kehidupanmu lagi. Kita akan lulus dan benar-benar berpisah. Hanya ini permintaan pertama dari Cennaya sekaligus permintaan terakhir dariku. Kumohon..." pintaku dalam nada yang tenang namun penuh harap.

Dan tidak memerlukan waktu yang sangat lama iapun menganggukkan kepalanya perlahan. Membuatku tersenyum tulus padanya yang terasa sudah sekian lama tidak kulakukan untuknya. Setelah itu kecanggungan dan kesunyianpun meliputi kami lagi. Membuat kami segera mengalihkan keanehan ini dengan berpura-pura focus pada minuman kami tanpa membicarakan topic khusus apapun lagi. Bahkan, hingga aku mengantarnya pulang dengan selamat sampai rumahnya.

................................................

^^ ternyata malam ini aku triple post. bukan double post, hehe

Perubahan Sang Beta (Belum Di Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang