34. Petualangan Canavar #2

52 13 0
                                    


Aku terbangun dalam kondisi yang jauh lebih bugar. Begitupun dengan Cennaya. Memar dipelipis dan goresan pedang sudah tidak terlalu sakit rasanya kecuali dibahuku yang terluka parah itu. Bahu ini masih terasa sekali nyerinya meski sepenuh bahu kiriku sudah dibebat dan diperban. Syukurlah, dalam pertandingan sebelumnya Cennaya tidak separah aku. Hingga aku yakin bahwa peluangnya untuk memenangkan pertandingan berikutpun masih besar. Ketika tiba diarena yang akan menjadi tempat mereka bertanding. Aku duduk disalah satu tempat duduk yang disediakan. Dan betapa terkejutnya aku mengetahui bahwa Cennaya diharuskan bertarung dengan Farkas-anak Todelu. Yang ternyata adalah sipenjambret itu.

Astaga, ia kan sahabat kakakku yang bernama Landaga. Jadi dia ternyata... astaga, kakakku pasti sangat terpukul dan terguncang disana. Kakakku sangat menyayangi Landaga. Bagaimana mungkin ia bisa membunuhnya. Aku tidak bisa membayangkan bila menjadi Cennaya. Ini sama seperti bila aku harus membunuh Sean/ Toby/ Hadwin/ Garrick. Itu nyaris tidak mungkin. Lalu, apa yang akan mereka lakukan? Akankah mereka bertarung dengan pura-pura lagi? Tentu saja tidak mungkin. Ini pertarungan antar nyawa yang tidak memiliki toleransi apapun. Aku tidak boleh duduk diam saja dan menikmati pertandingan seperti sibotak Todelu itu. Aku harus memikirkan langkah berikut yang tepat untukku lakukan.

Cepat atau lambat salah satu dari mereka pasti akan ada yang minimal sekarat dan maksimal mati. Dan, mereka berdua adalah orang baik. Dan sudah seharusnya aku menyelamatkan jiwa-jiwa yang baik dan butuh pertolongan. Setidaknya, aku harus mulai menyiapkan ramuan luar biasa agar sebisa mungkin setelah pertarungan ini berakhir tidak akan ada kematian yang terjadi diantara mereka. Aku harus membuat obat!

Akupun segera meninggalkan arena dan bertanya pada salah satu pengawal tuk menanyakan letak ruang peracikan obat. Akupun diantarkan dan menemukan tabib tua serta beberapa pelayannya yang sedang berbincang-bincang dengan santainya seakan-akan mereka tidak mengetahui pertarungan sengit yang akan terjadi diluar sana. Kedatanganku dan masuknya aku keruangan tersebut secara tiba-tibapun membuat tabib berwajah tenang itu menatapku heran.

"Aku ingin membuat ramuan. Dalam jumlah banyak. Dan, aku butuh bantuan kalian," ucapku terburu-buru.

"Siapa kau, anak muda? Dan, ramuan apa yang kau mau buat? Kami bisa membuatnya sendiri. Hal semacam itu adalah tugas kami," ucap tabib tua itu halus.

"Aku Canavar. Dan, aku akan membuat ramuanku sendiri. Aku hanya butuh bantuan kalian untuk membantuku dan menyediakan bahan-bahan yang kubutuhkan."

"Apa kau anak Blaidd dan Bori?" tanyanya dengan pandangan menduga dan nanar. Akupun menghela nafas mencoba bersabar karena aku harus segera menyiapkan ramuan-ramuan itu sebelum semuanya akan terlambat.

"Yeah."

"Apa Impisi dan Kurt bersamamu?" tanyanya haru.

"Impisi dengan kakakku. Aku hidup bersama Kurt."

"Kurt? Selama ini kau bersamanya? Bagaimana keadaannya sekarang? Aku adalah gurunya dulu. Dan sudah menganggapnya seperti anakku sementara Impisi adalah teman karibku. Apa kau tahu bagaimana keadaan Impisi saat ini?"

"Kakek. Mereka baik-baik saja. Tapi kumohon bantulah aku. Aku harus segera membuat obatnya. Cennaya dan penjamb. Hmm, maksudku Cennaya dan Farkas tengah bertarung memperebutkan takhta kini. Dan, aku harus segera menyiapkan apa yang harus kusiapkan. Kumohon. Bantu aku tuk melakukan semua ini dengan mudah. Dan, bila semuanya sudah longgar kau bisa menanyakan hal apapun yang mau kau tanyakan. Kumohon."

"Ah ya. kau benar. Ayo ayo. Berilah perintah apapun yang kau mau pada anak buahku. Sementara aku harus segera pergi sebentar. Dan, kalian. Bantu pemuda ini," perintahnya pada beberapa anak buahnya itu sebelum pergi berlari kecil keluar ruangan.

Perubahan Sang Beta (Belum Di Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang