2. Konyol!

203 22 1
                                    

Pagi ini aku akan bersiap tuk pergi kekampus lagi. Setelah makan, kini aku tengah berdiri didepan cermin. Melihat "diriku" sendiri. Apa yang bisa kukatakan? Aku sangat puas dengan penampilanku. Penampilanku sangat menggambarkan siapa diriku yang sebenarnya. Terutama rambut ikal cokelat yang cukup panjang walau tidak sampai melewati bahuku dan rambut yang tumbuh disepanjang garis rahang serta daguku. Sampai kapanpun sungguh dua hal ini tidak akan pernah kurubah dari diriku. Karena, dua hal ini aku benar-benar terlihat dan merasa seperti diriku sendiri. Aku bahkan terlihat sebagai pria sejati yang bebas dan .. nakal? Apakah nakal termasuk? Ah, sudahlah. Siapa peduli nakal termasuk atau tidak? Intinya aku merasa benar-benar sebagai seorang pria sejati yang bebas dengan penampilanku ini.

Akupun sedikit menolehkan sisi wajahku kekiri dan mengusap janggutku ini. Astaga, betapa tampannya aku. Akupun tersenyum dan menyambar tas ransel yang ada didekat meja disisi cermin besar itu dan pergi sembari berteriak

"Aku pergi Kurt!! Jaga dirimu baik-baik!!"

Dan, setelah memakai sepatu sporty yang kukenakan akupun pergi dengan langkah yang mantap dan ringan

........................................................................

Seperti biasa. Aku hadir telat dikelas. Bukan. Bukan telat. Tetapi "sengaja" telat. Bila aku datang tepat waktu. Maka salah satu pacar atau penggemarku pasti datang kekelasku karena ingin menghabiskan waktu sebentar denganku. Bahkan, walau aku tidak pernah meminta mereka tuk menghafal jadwalku. Namun, mereka semua menghafalnya sendiri hingga aku harus begini disemua kelas yang kuambil. Konyol!

Seharusnya aku tinggal dikelas karena kelakuan buruk ini. Tapi, bukanlah Canavar bila tidak bisa masuk kekelas secara diam-diam. Selain itu syukurlah teman-temanku selalu membantuku tuk mebuat semua ini terasa lebih mudah. Caranya begitu mudah. Aku hanya perlu datang diam-diam. Dan bila aku ketahuan dimana itu nyaris tidak pernah terjadi maka temanku bisa membantu menjelaskan bahwa aku memang sudah datang sejak tadi dengan alasan yang begitu masuk akal. Sungguh, bila bermain dengan banyak wanita hanya memeberi keuntungan yang tidak seberapa aku pasti tidak akan mau melakukan hal itu. Yeah. Biar kuberitahu. Wanita itu, bila sudah terobsesi, tergila-gila, dan semacamnya... mereka akan menjadi begitu mengerikan tidak peduli secantik apa mereka. Terkadang aku berpikir bahwa mereka ingin merenggut semua waktuku, menggerogoti semua kebebasanku secara perlahan, lalu membuatku mati dengan hal yang mereka anggap sebagai cinta dan kasih sayang. Ini gila!

"Hei, didalam tasku terdapat tiga batang cokelat dan sebuah kotak yang berisi jam tangan. Itu semua untukmu," ucap salah satu sahabat terbaikku dikampus ini padaku yang baru saja berhasil duduk dengan diam-diam. Hadwin.

"Siapa yang memberikannya?" tanyaku padanya yang ada disisiku.

"Bukankah kau tidak peduli siapa nama mereka? Jadi, untuk apa aku mengingatnya?" tanyanya cuek sembari menulis sesuatu yang telah tertulis dipapan tulis. Membuatku melihat kearah papan tulis. Integral. Hmm, aku telah mempelajari materi itu semalam.

"Yeah. Kau benar. Aku tidak peduli," ucapku sambil lalu sembari mulai mengeluarkan catatanku tuk segera ikut terjun dalam keasyikan mengerjakan tugas-tugas matematika. Yeah. Aku memilih bidang studi matematika dikampus ini. Matematika. Sangat mengasyikkan.

"Um, Canavar?" tanya Hadwin yang menoleh padaku dengan ragu-ragu.

"Hm?" Jawabku tanpa menoleh padanya melainkan mulai asyik dengan pekerjaanku sendiri.

"Kau ingat wanita berambut pirang yang kau antar pulang setelah dari kolam renang kemarin?"

"Yeah." Ucapku sembari mulai menghitung dalam hatiku tuk mengetahui angka yang tepat tuk kutulis dibagian berikutnya.

Perubahan Sang Beta (Belum Di Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang