Part 9 | Sekakmat

129K 13.3K 419
                                    

Hal apa yang membuat bawahan pusing tujuh keliling? Bos dispenser! Kadang cool, kadang hot, kadang abstrak.



***



***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.













Jatah rumpi pagi kali ini tidak di-skip seperti pagi sebelumnya. Ana menghela napas lega berulang kali. Beban tubuhnya baru saja berpindah ke kursi kantin ketika Ranti melambaikan tangan.

“Lo enggak stay di meja, Na?” Ibu dua anak itu bertanya sambil mengaduk cokelat panas.

Ana menggeleng lesu. “Bos belum datang. Lagian, sejak kapan GV udah berubah peraturan? Bukannya masuknya jam delapan?” Ia melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya.

Masih jam setengah delapan. Gila saja jika dirinya mengikuti kebiasaan Deo yang jauh dari kata waras. Berangkat jam tujuh, pulang jam sebelas malam. Bisa modar ia lama-lama.

“Jadi, Bu Sekretaris...,” Ilham menaik-turunkan alisnya, “gimana rasanya kerja sama bos sejauh ini?”
Ekspresi Ana makin kusut. “Tekanan mental! Puas lo, Ham?”

Seluruh penghuni meja koor tertawa. Mereka sudah menebak jika jawaban semacam ini akan Ana lontarkan mengingat kelakuan Deo yang tiada duanya.

“Gue pernah kena bantai waktu salah tulis gelar pak bos di proposal tahu!” Devi terkikik geli. “Sejak saat itu, gue paham kalau Deodoran itu induk singa di balik mukanya yang aduhai.”

“Semprul!” Aryo melempar botol air mineral kosong ke arah Devi. Ia ikut-ikutan tertawa. “Bahasa lo apa banget, Beb.”

“Lah, itu kan bener. Ya enggak, Ran?” tutur Devi mencari sekutu. Ranti mengangguk.

“Harusnya lo tulis devil from hell kali, Vi, di gelarnya. Bukannya sarjana ekonomi. Pasti enggak kena bantai!” timpal Ana menggebu-gebu. Urusan mem-bully Deo di belakang, ia jagonya. Tapi kalau di depan, Ana juaranya memuji supaya bonusnya berlipat ganda.

Empat orang penghuni meja lainnya tertawa. Bos memiliki rupa bak malaikat memang bukan gosip semata. Namun, jikalau melihat sifatnya, lupakan saja! Perfeksionisnya Deo terlalu mencekik.

“Eh, tapi gue penasaran sama orientasi pak bos deh.” Gumaman Ranti menyita tawa mereka. Satu per satu perhatian mulai dihunuskan pada Ana. “Gimana soal Vivian-Vivian itu, Na?”

Ana menggigit bibir dalamnya gelisah. Aduh, apakah ini saatnya momen penolakan telak pak bos dibocorkan?

“Eh, itu... anu...” Air muka mereka yang serius membuat Ana kesulitan merangkai kalimat. Ia menelan ludah. “Bos gay karena nolak dijodohin sama Vivian!” pekik Ana mengumbar fakta.

The Devil Boss [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang