Part 12 | Kemampuan Lain Pak Bos

116K 12.3K 284
                                    

Katanya, laki-laki yang bisa memasak itu pesonanya lebih “waw” di mata perempuan. Katanya, bukan kenyataannya.



***


***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








Ana nyaris terpeleset di depan pintu ruangan bos andai saja keseimbangan tubuhnya bobrok. Deo muncul dari balik pintu tanpa diduga, membawa efek mengejutkan bagi jantungnya. Ia buru-buru membenahi wajahnya yang acak-acakkan setelah berkutat dengan tumpukan berkas.

Diam-diam ia meringis. Bisa tidak Deo mengonfirmasi kemunculannya terlebih dahulu? Setidaknya persiapan mentalnya bisa dilakukan lebih awal. Belum lagi jika harus menghadapi mulut ekstra pedas si Bos, Ana harus menyiapkan ribuan amunisi agar tidak mati berdiri.

Mengangguk singkat, Deo menyembunyikan satu tangannya di saku celana. Tatapannya menginvasi meja kerja sekretarisnya yang cukup berantakan.

“Hari ini tidak ada lembur. Kamu boleh pulang lebih awal,” tuturnya tanpa basa-basi.

Ana menahan pekikan bahagia dengan menggigit bibir bawahnya. Demi apa si hater kudis meniadakan lembur? Itu artinya ia bisa bebas hangout dan pergi ke mall untuk memanjakan diri.

Tanpa perlu mempertanyakan keabsahan keputusan Deo, Ana segera menyambar tasnya. Rambutnya yang dicepol asal kembali dirapikan berikut dengan bedak di wajahnya.

Selama menjadi sekretaris Deo, ia betulan kurang piknik. Akhir minggu saja dihabiskan untuk mengerjakan laporan yang diminta oleh beliau. Ada saja tugas yang diinstruksikan untuknya. Satria sendiri sampai heran karena melihat adiknya yang berubah rajin keterlaluan dalam mengencani laptop dan kawan-kawan. Minggu yang seharusnya Ana habiskan untuk mejeng di kafe malah dipakai untuk lanjut bekerja.

“Sebegitu bahagianya kamu tidak lembur?”

Deo tetaplah Deo. Aura kehadirannya sering kali tak kasatmata. Si bos belum beranjak dari posisi terakhirnya, namun Ana dengan tidak pekanya justru mengabaikannya. Ia menoleh. Kepalanya mendongak untuk bertemu pandang dengan pak bos yang sedikit lebih tinggi daripada dirinya.

“Bapak enggak tahu aja. Buat para pekerja macam saya nih, Pak, selain bonus tanggal tua, pulang cepat itu masuk ke dalam mimpi indah. Berhubung Pak Deo udah seenak jidat potong bonus saya, pulang cepat ini bonus lain, Pak.”

Sebenarnya rasa sebalnya untuk Deo belum usai. Namun, berhubung Deo sudah berbaik hati mengizinkannya pulang gasik, Ana tunda rasa sebalnya untuk besok-besok.

Deo bersedekap. “Siapa bilang kamu pulang cepat untuk ‘pulang’, Tessa?”

Makna kata pulang versi bos dan Ana sepertinya berbeda. Ia berhenti membenahi wajahnya. Matanya mendelik. Apakah akan ada bos kampret jilid enam?

The Devil Boss [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang