Part 15 | Changes His Mind

100K 11.7K 360
                                    

Sekali-kali bos perlu dinasihati supaya terbuka pikirannya. Dengan begitu, kesejahteraan karyawan makin berjaya.


***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








Pecat? Ana mengulang rangkaian huruf itu dalam benaknya untuk yang kelima kali. Tubuhnya mematung dengan buku agenda di tangan kanannya. Matanya awas menatap ekspresi Deo yang terlihat keras.

“Kamu dengar apa kata saya?” ulang Deo sekali lagi. Api dalam matanya menyala-nyala seakan berniat menghanguskan objek tatapannya. Di situasi seperti ini, Deo betulan menjelma menjadi setan.

Ana terdiam. Kira-kira menyembur pak bos dengan air doa halal tidak, ya?

Berkedip sekali, pandangannya tetap terpusat pada Deo yang meradang. Wajah laki-laki itu terlihat mengeruh dan semakin bertambah keruh saat tawa Ana tiba-tiba meledak.

“Pak Deo...” seru Ana, tak habis pikir dengan alur pikiran si Bos. Ya ampun, Rhodeo Algavian sebenarnya sedang kumat apa? Mengapa sereceh ini bercandanya? “Bapak kalau mau ngibul jangan sekarang deh.” Punggung tangannya diletakkan di depan mulut, bahunya bergetar hebat. “Ini sumpah enggak lucu, Pak.”

“Kamu pikir saya bercanda?” Warna suara Deo masih suram. Rahang laki-laki itu mengetat kuat seiring cengkeramannya pada kertas dokumen bertambah erat. Bercanda? Ana mengecapnya tengah bercanda? “Keluar dari ruangan saya!”

Lagi, Ana tertawa. Lagak si Bos macam musang kehilangan anaknya.

“Keluar!” Deo mulai membentak.
Ana memegangi perutnya yang terasa keram. Bentakan Deo bahkan tidak lebih seram dari nada dingin Arfan dan sindiran maut Satria.

Hidup bersama dengan dua laki-laki yang berbeda kutub memang banyak untungnya. Jika Arfan cenderung diam dan membunuh lewat jalur belakang, Satria sebaliknya. Editor super itu justru lebih memilih nyinyir halus daripada diam sok cool. Paket komplet untuk si bungsu. Efeknya, Ana jadi tidak terlalu kaget saat menemukan reaksi seperti itu dari orang lain.

“Pak, ternyata ingatan Bapak selemah itu, ya?”

Jurus Satria kali ini Ana pakai. Selama ini, Deo juga sering menghujat kekurangannya. Sekarang ganti dirinya melakukan hal itu pada si Bos.

“Kamu mengejek saya?” Deo kebakaran jenggot.

Ana berdecak. “Pemutusan hubungan kerja enggak bisa dilakukan tanpa sebab dan secara sepihak. Bapak enggak lupa prosedur pembinaan karyawan, ‘kan?”

Alih-alih menuruti Deo dan menerima segala keputusannya, Ana lebih suka mendebat dan menunjukkan kebenaran yang ia genggam. Rhodeo Algavian tidak bisa seenak jidat memutuskan hubungan kerja.

Menggeleng singkat, netra hitam Ana bergulir menatap pak bos yang tercenung hebat.

“Satu, surat peringatan. Dua, surat peringatan. Tiga, surat peringatan. Empat, perundingan keputusan pemberhentian kerja karyawan. Baru setelah saya dan Bapak sepakat, saya bisa di-PHK,” terang Ana lugas.

Prosedur itulah yang berlaku dalam dunia kerja. Mana bisa Deo bertindak sewenang-wenang dengan kekuasaannya? Memangnya dia mau digugat Ana ke netizen +62?

“Kita belum berunding, ya?” Deo mengangguk kecil. “Betul juga. Kamu dilindungi Undang-Undang Ketenagakerjaan, Tessa.”

“Nah, itu Bapak tahu!” Ana memukulkan tangannya ke meja kerja Deo. “Lagian nih ya, Pak. Kalau Bapak pecat saya, Bapak harus bayar uang pesangon yang cukup besar. Kontrak saya kan masih baru. Sayang uangnya, Pak. Saya bisa buka perusahaan baru lagi pakai uang itu kalau Pak Deo betulan pecat saya.”

“Betul juga.”

Seakan belum cukup, Ana kembali menambahkan, “Bapak suka yang hemat-hemat, ‘kan?”

Laki-laki itu mengernyit. “Tentu saja. Saya sedang merenovasi rumah jadi harus serba hemat.”

“Nah, itu!” Ana bertepuk tangan sekali. “Kalau Bapak pecat saya, pengeluaran perusahaan bakal banyak. Itu menyalahi prinsip hidup seorang Rhodeo Algavian.”

Diam sejenak. Deo tampak merenungi apa yang Ana katakan. Urusan hemat-menghemat itu memang prinsip hidupnya sejak lama. Pokoknya pasak tidak boleh lebih besar daripada tiang. Kalau lebih besar pasak, siap-siap saja digergaji supaya roboh dan tidak menyaingi besar tiang.

Omong-omong soal prinsip dan tiang, sepertinya ada yang salah di sini.

Deo menegakkan kepala. Matanya memicing tajam. “Tessa, kenapa saya merasa sedang dibodohi?”






_._._._._




To Be Continue













Vote kalau suka.
Share cerita ini kalau menurutmu layak dibaca.
Terima kasih.




Kepoin Penulisnya :
• Wattpad : leefe_
• Instagram : @leefe_yan

The Devil Boss [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang