Part 24 | Sisi Lain

103K 10.9K 383
                                    

Ada kalanya, buruk tidak selalu buruk. Baik tidak selalu baik. Bisa jadi, buruk cuma ilusi permukaan, sedangkan baik cuma pencitraan.



***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Sebenarnya, ada beragam alasan yang bisa Ana gunakan untuk menghindari Deo selama seharian. Namun, berhubung tugasnya sebagai sekretaris CEO tidak merestui, niatan itu sukses gagal. Mau segetol apa pun Ana menolak kontak muka dengan si Bos, nyatanya petang ini dirinya malah terjebak bersama Deo.

“Kamu mau makan?”

Mobil putih yang menjadi kebanggaan laki-laki itu menepi di salah satu restoran Jepang. Selepas pertemuan dengan perwakilan Axon Group, terlihat sekali jika Deo sedikit menjaga jarak. Bos besar yang biasanya kepo dengan segala hal itu tampak menahan lidahnya.

“Saya enggak nafsu, Pak. Capek,” keluh Ana berterus terang. Mobil Deo kembali melaju begitu Ana selesai berkata. Dari sudut matanya, ia bisa menangkap tatapan datar Deo terarah ke jalanan. “Eh, katanya tadi mau makan, Pak? Kok jalan lagi?” tanyanya, merasa tak enak hati jika Deo harus menunda makan malam hanya gara-gara dirinya.

Gelengan pelan Deo muncul. “Belum lapar. Nanti saja.”

“Oh.” Ana mengangguk, seratus persen tidak ingin mendebat. Pandangannya kembali terlempar ke jendela. Hanya karena ia mengatakan tidak nafsu, Deo tidak jadi makan. Tumben sekali si Bos mau mengalah dan tidak memaksakan kehendak.

“Tessa...” Ana mengalihkan atensi. “Kamu tahu konsekuensi mengundurkan diri sebelum batas kontrak minimum tidak?”

“Denda? Enggak masalah, Pak.” Ana menjawab tanpa pikir panjang. Urusan denda memang sudah lama ia pikirkan. Sejak awal bekerja dengan Pak Yusri malah. Ana punya firasat jika dirinya tidak betah bekerja di bawah tekanan. Jadi, selama bekerja, ada beberapa persen dari gajinya yang ditabung untuk antisipasi.

“Kamu dapat better offer?” tuduh si Bos. Ana menggeleng kuat.

“Boro-boro mikir apply CV ke perusahaan lain, Pak.” Mikir tugas Bapak aja saya puyengnya setengah hidup, lanjutnya dalam hati.

“Terus... mau menikah?”

“Yang benar aja, Pak!” Ana menyambar cepat. “Calon aja saya enggak punya!”

Bagaimana mau cari calon sementara weekend saja dihabiskan untuk mengatur jadwal mingguan atasan? Nongkrong di kafe terlupakan, apalagi have on vacation. Cuti saja mesti menunggu lebaran dan libur akhir tahun, bagaimana bisa Ana tebar pesona?

The Devil Boss [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang