Part 19 | Piknik Malam

118K 11.5K 357
                                    

Bagi para deadline hunter, piknik adalah nikmat tak terbantahkan. Piknik di kasur saja luar biasa, apalagi piknik di bawah taburan bintang.

***


***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








Otak memiliki empat lobus utama yang berfungsi sebagai pengendali aktivitas harian manusia. Dalam berpikir kreatif, lobus frontal partisipasinya paling besar. Agaknya, Deo menggunakan bagian ini terlalu banyak sehingga bukannya merasa emosi ketika bawahan mengumpatinya, si Bos malah memelesetkannya menjadi pujian.

Ana memukulkan pena pada meja kayu di bawah telapak tangannya. Kepalanya pening bukan main. Dewa bos benar-benar sumber kesuraman di hidupnya.

“Lo kayak orang gila sumpah, Na.”

Ranti menyeruput jus melon yang tinggal setengah. Dari tatapannya, kentara sekali jika ibu muda itu tengah mengejeknya.

“Tanggal muda ini, enggak pantes kalau muka lo kusut,” tambah Aryo seakan tak tahu sumber kehancuran mood-nya memiliki gender yang sama dengannya.

Ana melirik sinis. Ingin membalas dengan sama sarkasnya, tapi ingat lagi soal radar bos ada di mana-mana. Hater kutil itu tidak pernah membiarkan bawahannya bergerak leluasa sekalipun mereka tidak berada di bawah atap yang sama.

“Kepala gue kliyengan, Yo.” Telapak tangan Ana mengusap wajahnya yang berkeringat. “Ada masalah gede yang butuh analisa lebih lanjut, tapi tingkah Deodoran bikin gue gagal fokus.”

“Masalah apa?” Ranti langsung menyerang.

Seakan tak mau kalah, Ilham juga ikut menyergapnya dengan pertanyaan. “Status bos?”

Ana melempar kulit kacang yang baru saja ia kupas ke arah Ilham. Kalau status bos itu memang tidak usah dipertanyakan lagi. Yang jelas Deo masih jomlo di usia kepala tiganya setelah menolak Vivian sebagai calon istri paling potensial.

“Bukan itu, Ran, Dev, Ham, Yo.”

Ranti mengernyit. “Terus?”

“Jangan-jangan...”

Devi menyambar kata-kata Ilham yang meng-gantung, “Apaan?”

“Ana naksir sama pak bos!”

“Sialan! Ilham kampreeeet!”

Bunyi gedebuk keras terdengar menyusul usai Ilham selesai berteriak. Langsung saja Ana melempar sendok rawonnya untuk mengganjar omongan Ilham. Enak saja! Naksir dari mananya, hah?

The Devil Boss [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang