TAWMTW -28

338 88 45
                                    

"Sudah sadar hyu—"

"Sshh!" Leo menempelkan telunjuknya pada bibirnya.

Menghentikan ucapan Ravi dengan suaranya yang begitu nyaring.

Pasalnya sedang ada Hakyeon yang tertidur disampingnya, dengan posisi duduk. Entah sejak kapan pria itu tidur dengan posisi seperti itu.

"Jam berapa sekarang?" Tanya Leo setengah berbisik.

"Jam 5 pagi."

Leo kembali mengingat kejadian kemarin, yang seingatnya ia telah selesai melakukan konferensi pers. Yang diikuti dengan matanya yang memberat.

"Aku pingsan?" Tanya Leo bingung.

Ravi sendiri menampilkan wajah jengahnya. "Menurutmu? Tidak makan 2 hari, tidak tidur semalaman, dan hanya minum air putih." Jawab Ravi sarkas.

Leo meringis mendengarnya.

"Kenapa tidak makan, Leo?"

Kepala Leo menoleh ke arah sumber suara yang mengajaknya berbicara. Dan dia hanya diam, menatap pada pria yang sudah bangun dari tidurnya.

"Aku bertanya, kenapa kamu tidak makan?" Lagi, pria itu kembali bertanya saat dirasa Leo tidak memberikan jawaban untuknya.

Leo mengalihkan pandangannya, menundukan kepalanya dengan kedua tangan yang sibuk memainkan selimut. "Tidak bernafsu." Jawab Leo singkat.

Hakyeon diam, matanya terus menatap Leo yang masih sibuk menunduk. Ia tau bahwa Leo sedang berbohong padanya saat ini.

Pandangan mereka bertemu, Leo mendesah kesal.

"baiklah-baiklah, aku mengaku. Aku benar-benar tidak nafsu makan, kepalaku rasanya penuh dengan pikiran yang seharusnya tidak aku pikirkan, tapi entah kenapa selalu muncul dalam kepalaku. Jadi aku kesal pada diriku sendiri—"

"Dan tidak makan, bermaksud supaya pikiran itu hilang saat perutmu kosong?" Hakyeon melanjutkan kalimat Leo yang belum tuntas orangnya katakan.

Leo sendiri memajukan bibirnya, kesal lagi karena kekasihnya selalu saja tepat menebak semua yang ada pada dirinya. Baik perasaan maupun pikiran.

Hakyeon menggenggam kedua tangan Leo yang masih setia memainkan selimutnya. Sesekali dikecupnya kepalan tangan Leo itu.

"Maaf karena tidak ada disaat kamu mungkin membutuhkanku. Maaf karena aku kamu jadi melalui masalah seperti ini. Dan maaf, aku tidak bisa membantu apa-apa."

Hakyeon menatap tepat kedalam iris mata Leo, menatap mata itu dengan tatapan sendu.

"Bukan salahmu, kenapa kamu meminta maaf?"

Kini Leo balik menggenggam tangan Hakyeon, membawa kedua tangan Hakyeon masuk kedalam genggaman tangannya, dan sesekali ibu jari Leo yang mengelus punggung tangan Hakyeon dengan lembut.

"Memang salahku kan?"

"Tidak ada yang salah. Kamu ataupun aku, yang salah adalah orang-orang yang tidak bisa menerima perbedaan, mereka tidak bisa menghargai orang lain. Dan itu salah satu kesalahan terbesar yang ada pada diri manusia."

Hakyeon terkekeh saat mendengar jawaban Leo yang setengah kekanakan dan setengah lagi memang benar adanya.

"Begitukah?"

"Iya! Seperti itu! Makanya jangan terus menyalahkan dirimu."

Hakyeon bangkit dari duduknya, lalu kembali duduk tepat diatas ranjang yang menjadi tempat Leo berbaring saat ini.

"Aku keluar dulu!" Suara Ravi yang begitu datar membuat Hakyeon menolehkan kepalanya pada pria itu.

"Maaf~" Gumam Hakyeon sebelum Ravi keluar dari ruangan Leo, yang dijawab dengan ibu jarinya yang terangkat. Menandakan bahwa ia baik-baik saja.

Daripada jadi obat nyamuk, lebih baik Ravi keluar kan?

Hakyeon dan Leo kembali saling menatap. "Tapi kamu juga menyalahkan dirimu sendiri kan, makanya kamu sampai bisa tidur disini." Lagi, ucapan Hakyeon kembali benar adanya.

"Err...sedikit." Jawab Leo ambigu.

"Leo. Kamu sendiri yang memintaku jangan mundur atau menyerah untukmu. Kamu sendiri yang bilang bahwa kita pasti bisa melewati ini bersama-sama. Tapi sikapmu tidak sesuai dengan ucapanmu. Kenapa? Kamu mulai ragu? Kamu ragu denganku, atau dengan hubungan ini?"

Leo menjengit mendengar kalimat yang barusan Hakyeon katakan. Tidak seperti itu maksudnya!

"Hakyeon—"

"Kamu bilang ini rintangan awal yang akan kita lalui untuk menghadapi rintangan lain yang ada di depan nanti. Tapi saat ini kamu sudah sakit, seolah dirimu belum siap untuk apa yang akan terjadi nanti."

"Hak—"

"Apa kamu tau, sudah ada rintangan yang lebih berat di depan sana. Tapi aku tidak yakin apakah kamu, atau aku bisa menghadapinya setelah aku melihat kamu yang seperti ini. Ak—"

"Dengarkan aku!" Leo memotong ucapan Hakyeon.

"Iya, aku salah karena aku sempat ragu. Tapi bukan ragu padamu atau pada hubungan ini. Aku ragu pada keputusan yang aku ambil, apakah aku bisa menjaga kalian nantinya? Apakah aku sanggup untuk melindungi kalian nantinya?"

"Aku takut, Hakyeon. Aku takut kalian terluka karena keputusan yang sudah ku ambil. Tidak masalah jika aku yang terluka, tapi jangan kalian."

Hakyeon tersenyum mendengar jawaban yang Leo berikan.

"Mau memelukku?" Hakyeon merentangkan kedua tangannya, yang langsung disambut dengan pelukan erat dari Leo.

"Jangan takut. Kami percaya pada semua keputusanmu, dan kami yakin bahwa kamu bisa menjaga kami nantinya. Dan, hei, apa-apaan itu, kita bertiga harus sama-sama baik-baik saja, tidak ada yang boleh terluka, jangan bicara seperti itu. Kamu tidak tau rasanya melihat orang yang kamu sayangi terluka, itu bahkan sangat menyakitkan ketimbang kamu melihat dirimu yang terluka."

"Maaf~" Leo semakin mengeratkan pelukannya.

Menghirup aroma wangi yang sudah ia rindukan dua hari ini.

"Dimana anakku? Aku merindukan celotehan cerewetnya." Leo melepaskan pelukannya, menatap mata Hakyeon meminta jawaban.

"Dia sedang bermain." Jawab Hakyeon setelah lama terdiam.

"Bermain? Dengan Jaehwan? Memang sudah tidak apa-apa kalau dia bermain diluar?" Leo bertanya dengan cemas. Dia khawatir masih ada beberapa penggemar yang masih belum bisa menerima keputusannya dan berakhir menyakiti orang-orang di sekelilingnya.

"Dia bermain di dalam rumah." Jawab Hakyeon tegas.

Leo mengangkat sebelah alisnya. Terdengar perbedaan nada bicara Hakyeon saat ini.

"Syukurlah, tapi kamu meninggalkan Sobin dan Jaehwan berdua? Waktu itu saja Jaehwan sudah menggigit pipi Sobin, nanti apa yang akan dia laku—"

"Sobin bermain dengan ayahnya."

Diam. Baik Hakyeon dan Leo mereka sama-sama terdiam. Hakyeon yang menundukan kepalanya dan Leo yang menatap Hakyeon tidak percaya.

"Maksudmu?" Tanya Leo bingung.

"Kurasa ini rintangan puncak yang harus kita lalui, Leo." Hakyeon menarik napasnya panjang.

"Suamiku kembali, ayah dari Sobin kembali. Cintaku yang terdahulu kembali dengan keadaan yang luar biasa sehat. Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?"

.

.

.

.

.

TBC

Ewh~ drama pisan kan? Haha yaudah lah ya, biarin aja wlee :p

THE ACTOR WHO MEETS THE WIDOWERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang