32. Kembali ke semula

2.6K 102 3
                                    

Hallo reades!
Vote+coment ya. Add juga ke reading's list kalian!
Happy reading!

********

Hari ini, hari di mana gue sama Fahrul kembali ke semula. Bercanda seperti dulu dan selalu meributkan hal-hal kecil. Matahari gue telah kembali. Senyuman di antara kami pun mengembang kembali. Dan yang paling penting, suasana kelas XII Ipa 3 kembali ramai akibat ulah kami berdua.

Masalah Livya, kita gak akan mempermasalahkan itu lagi. Baik gue maupun Fahrul gak pernah memepermasalahkannya lagi. Kami sudah sepakat, gak akan membahas itu lagi. Kami akan membiarkan semuanya berjalan dengan semestinya. Kalau pun Livya datang lagi di anatara kami dan berusaha memisahkan kami, kami akan hanya bergantung pada keputusan Tuhan. Tuhanlah yang paling tahu mana yang terbaik untuk kami. Kami berdua cuma bisa berharap. Kami tidak bisa menentukan.

Sesuai permintaan Bu Wika kemarin, kalau sekarang gue harus kembali menjalankan tugas gue sebagai bendahara. Kalau ditanya males, ya pasti males. Tapi mau gimana lagi, daripada gue jadi santapan Bu Wika hari ini, lebih baik gue kerjain.

Untuk menetralkan emosi, terlebih dahulu gue menghela napas panjang lalu dibuang dengan santai. Gue membuka tas dan mengambil buku catatan uang kas yang kurang lebih 2 minggu gak gue pegang. Alasan sebenarnya adalah, males dan lupa. Itu saja. Soal kebanyakan tugas, itu hanya alasan belaka, supaya gue gak kena amuk.

Kebetulan, kelas saat ini sedang jamkos, entah gurunya ke mana, gue gak tahu begitupun dengan Irsyad. Karena saat Irsyad mencarinya ke ruang guru, guru yang akan ngejar di kelas gue sekarang gak ada. Pas nanya ke piket apakah ada tugas atau enggak, jawabannya gak ada. Alhasil kelas gue sekarang sedang pesta kecil-kecilan karena kebanyakan teman kelas gue pada tidur, sisanya sedang nonton film horor di laptop milik Wina.

"Kas woi kas!" teriak gue sambil berdiri di depan papan tulis. Teman-teman gue yang sedang asyik nonton langsung menatap gue jengkel dan menghela napas kasar.

"Pada protes gue aduin sama Bu Wika loh," ancam gue yang langsung membuat mereka manyun.

Melihat wajah mereka yang pada lesu seperti Ibu-ibu yang sedang ditagih kreditan, gue cuma bisa terkekeh pelan.

Gue mulai berjalan dari satu meja ke meja lain sambil memasang wajah anggun dan tersenyum bak putri kecantikan. "Bayar kas ya cakep, triple sama minggu-minggu kemarin. Dicicil juga gak papa," ujar gue pada Rifan, wakil bendahara di kelas gue.

Rifan cuma mendelik gue kesal. Gak sengaja gue lihat bibirnya komat-komit. Sepertinya dia sedang ngata-ngatain gue deh. "Eh Mas, kalau mau ngatain langsung aja gak usah diam-diam," ujar gue sambil menoyor kepala Rifan.

"Allahuakbar, apaan sih Ra pake noyor kepala orang segala. Gak sopan," protes Rifan.

"Lo yang apa-apaan pake komat kamit segala. Ngatain gue, lo?" tuding gue.

"Allahuakabar, Lailahaillalah, Shakira apa-apaan sih. Jangan suka suudzan lo jadi orang. Gue bukan ngatain lo. Gue lagi ngitung duit, gak lihat lo kalau tangan gue lagi pegang duit?" ujar Rifan sambil ngangkat tangannya yang sedang pegang uang. "Untung yang lo tuduh teman sekelas lo, rekan kerja lo lagi di kelas. Kalau yang lo tuduh orang lain bisa diseret ke BK loh, bisa juga ke pihak yang berwajib," lanjut Rifan yang bikin gue makin merasa bersalah dan malu.

"Ya maaf, gue kan gak tahu. Lagian lo sih tangannya pake disimpan di bawah, gak kelihatan kan," lirih gue.

"Kalau gue ngitungnya terang-terangan yang ada duit gue diambil semua sama lo. Lo kan ijo kalau lihat uang,"

Merasa disindir, gue pun cuma mengerucutkan bibir dan memesang wajah kesal. "Jahat banget sih lo sama gue. Udah ah mana duitnya?" kata gue sambil menyodorkan tangan ke depan Rifan.

"Nih tiga minggu kan? Berarti tiga ribu. Iya kan?" tanya Rifan sambil menyimpan uangnya di telapak tangan gue.

"Iya, makasih," jawab gue lalu bergegas pergi dari hadapan Rifan dan mulai menagih uang ke teman-teman gue yang lainnya.

Kebanyakan, teman-teman gue yang lainnya pada protes tapi akhirnya mereka bayar juga akibat ulah gue yang ngamuk pada mereka. Hebat bukan? Hahaha. Pacar gue si Fahrul sedang tertidur pulas di bangkunya. Gue udah bangunin dia berkali-kali tapi tetap aja dia gak bangun-bangun. Karena gue capek, akhirnya gue biarin tidur sampai dia puas.

Ah iya, ngomong-ngomong si Risca ke mana? Selama gue melaksanakan tugas buat nagih uang kas, dia gak kelihatan. Padahal tadi, waktu gue nyari buku kas dia ada di samping gue lalu sekarang dia di mana. Bukan maksud gue nyariin dia karena gue kangen, tapi masalahnya dia belum bayar kas.

"Syad, pacar lo mana?" tanya gue pada Irsyad yang sedang asyik pada ponselnya.

"Si Risca?" tanyanya balik.

"Ya iyalah, siapa lagi. Emang pacar lo ada berapa? Lo gak selingkuhin sahabat gue kan?" tuding gue.

"Ya ampun Ra. Lo sensi amat sih. Enggaklah, pacar gue cuma si Risca kok," ujar Irsyad sambil mengangkat kepalanya yang sedari tadi dia tundukan karena menatap ponsel. "Tadi dia bilang kalau dia mau ke toilet dulu sebentar,"

Karena gue merasa kesal dengan diri gue sendiri yang seharian ini selalu menuduh orang tanpa bukti yang jelas, akhirnya gue lebih memilih untuk diam dan menyandarkan kepala gue di meja.

******

Bagi seluruh siswa siswi, kantin adalah surganya dunia tak terkecuali bagi gue dan Fahrul. Hari ini gue makan siang bersama Fahrul sebagai ganti karena kemarin-kemarin kami telah perang dingin. Risca dan Irsyad juga pengertian pada kami. Mereka tak protes apa pun dan katanya meraka juga sedang ingin makan berdua saja.

Gue duduk manis di meja kantin sedangkan Fahrul sedang mengantri bakso Bi Minah. Tak lama kemudian, Fahrul datang membawa nampan dengan 2 mangkok bakso dan 2 gelas es jeruk di atasnya.

Secara refleks bibir gue terangkat, membentuk senyuman lebar. Entah senyum karena apa, gak tahu senyum karena melihat makanan atau senyum karena gue sama Fahrul sudah baikan. Bodo amat mau senang karena apa, yang penting makan.

"Selamat makan!" ujar Fahrul sambil menyimpan 1 mangkong bakso dan 1 gelas es jeruk di hadapan gue.

"Selamat makan juga!" balas gue sambil tersenyum.

Hening seketika di antara kami berdua. Kami nampak asyik dengan makanan kami masing-masing. Baik Fahrul atau pun gue, kami berdua hanya mengeluarkan suara dentingan sendok dan mangkok.

Tak sengaja, mata gue menangkap seseorang yang sedang duduk bersebrangan dengan gue. Dia sedang duduk sendiri dan menatap ke arah gue. Tatapan dia sangat tajam dan gue balas dengan tatapan tajam pula. Selera makan gue jadi hilang, untungnya hanya tersisa sedikit. Orang itu tersenyum kecut dan gue sangat paham dengan maksud senyuman itu. Tak mau kalah, gue pun membalasnya dengan senyuman mengejek.

"Shakira, kamu kenapa?" tanya Fahrul sambil mengibaskan tangannya di depan muka gue.

"Ih, apaan sih?" balas gue sambil menyingkirkan tangan Fahrul dari hadapan muka gue.

"Kamu lihatin apa sih?" tanyanya lagi.

Karena gue khawatir kalau gue bilang yang sejujurnya itu hanya akan memperburuk keadaan. Jadi lebih baik gue gak cerita apa pun. "Enggak kok. Enggak ada," jawab gue.

"Yakin?"

"Iya yakin. Ayo makan lagi!" ujar gue mengalihkan perhatian Fahrul.

Bukannya gue mau membohongi dia, tapi gue gak mau kalau keadaan yang sudah kembai ke semula, keadaan di mana gue sama Fahrul baik-baik aja kembali rusak karena masalah kecil. Gue gak mau kalau gue kembali merasakan sakit. Cukup kemarin saja gue merasakan hal itu, kalau sekarang gue belum siap.

TBC

BENDAHARA VS BAD BOY 2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang