15

2.3K 395 11
                                    



















“Aku memintanya untuk menemaniku bertemu Taehyung"

"Dia setuju?"

Rose mengangguk. Gadis dengan rambut merah itu beranjak dari ranjang sang ahjumma. Menimbulkan decitan mampu mengiris ulu hati, memgambil langkah tanggung menuju pintu membawa sebuah bantal dalam dekapan.

"Aku merasa bersalah menutupi hal ini dari Lisa. Aku akan tidur dengannya. Selamat malam ahjumma"

***














Rose berdiri didepan sebuah pintu  berukiran kayu sederhana dengan warna cokelat yang tampak memudar. Menyiapkan dirinya sendiri dengan deburan jantung yang menggila. Gadis itu berniat untuk mengatakan apa yang harus dikatakannya pada Lisa.

Semilir angin malam semakin menusuk kulit. Membawa segalanya mejadi lebih rumit. Hanya ia yang berpikir begitu atau memang kenyataannya?

"Oh ya tuhan," helanya singkat

Rose, jangan bawa nama-Nya disini. Dia yang mengatur segalanya akan seperti apa. Jadi, biarlah boneka-boneka kayu ini yang akan menyelesaikannya. Terkadang manusia memang harus berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain. Ataupun dengan bantuan-Nya. Katakan dunia ini kejam. Bila kau tetap ingin meraung, menangis, ataupun meratap. Ingatkan satu hal, bahwa kau hidup untuk dirimu sendiri bukan orang lain.

Rose memutar kenop pintu, mendorongnya perlahan agar tak menimbulkan suara berlebihan.  Seketika penciumannya dipenuhi aroma semerbak begitu harum. Aroma yang membuatmu betah untuk menghirupnya dan aroma yang nyaman hingga membuatmu terasa ingin terbang.

Menyapukan manik pualamnya hingga menemukan sesosok gadis lain  tertidur pulas dengan balutan selimut beludru coklat.

"Lice, aku ingin tidur disini," ia berbaring disamping tubuh si gadis.
Lalu menyibakkan selimut itu untuk menutupi setengah tubuhnya.

"Lice, kau lelah ya? Padahal ada yang ingin aku bicarakan"

Merasa tak mendapat jawaban, Rose merubah posisinya menghadap ke arah Lisa. Sejenak ia terdiam saat menyadari perubahan wajah sahabatnya. Lisa, gadis itu terlihat pucat.

"Lice, kau sak- arghhh," erangnya sembari memegang kepala.

Tiba tiba gadis itu merasakan pusing  tak keruan. Aroma itu, lagi-lagi memenuhi indra penciumannya. Mengantarkan sesuatu yang mulai menahan tenggorokan sang gadis untuk bernapas. Ia bingung, gadis itu begitu bingung. Sebenarnya apa lagi ini? Sakitnya seperti tertusuk ribuan jarum di kepalamu.

Rose menarik rambutnya sendiri, berusaha meredam rasa sakit yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ini begitu menyiksa membuat dadanya terasa sesak seketika.

Sekelebat firasat buruk berputar kembali. Ia menggelengkan kepala menepis segala yang ada dalam benaknya. Secepat kilat, jemari kurus itu merengkuh tubuh Lisa dari posisi tetapnya. Bergerak menyentuh pergelangan tangan sang gadis.

Entahlah, apa yang dilakukannya sekarang. Ini seperti dituntun hal yang menuntut.

Dibanding yang tadi, dadanya terasa lebih sesak. baginya waktu saat itu telah berhenti. Takdir berkata lain dan segala sesuatu yang tertahan dinetranya mendesak ingin keluar. Menumpahkan segala kesedihan yang tertoreh dalam hatinya. Berubah jadi luka membiru dengan diam. Membentuk jeritan yang begitu dalam dikala mendapati fakta bahwa ia tak menemukan denyut nadi Lisa disana.

Gadis itu kembali menggeleng. Membuang pikiran gilanya sejauh mungkin.

"Lice, Lalice, Lisa, Lalisa," tuturnya lemah sembari mengusap kasar air mata yang mengaliri pipi tembamnya.

Rose terus berusaha. Tapi takdir berubah sekarang. Menjadi lebih menyedihkan. Ia kembali meraba bagian lain, leher Lisa tepatnya. Mencoba mencari keberuntungan disana.

Dihantui dengan rasa sakit dan kepanikan yang jadi satu, gadis itu lagi-lagi tak menemukan denyut nadi Lisa.

Ia terus menarik rambutnya sendiri  memghalau rasa sakit kian terasa. Kini, sakitnya bertambah saat ia yakin dengan sangat bahwa Lisa tak lagi bernapas.

Dengan seluruh sisa tenaga, gadis dengan rambut merah itu melangkah. Pijakannya tak tetap, sesekali ia merapat ke dinding berharap benda mati itu dapat menuntunnya keluar.

Rose melirik sesuatu, ia melihat bunga favorit Lisa tetap berdiri indah disamping pigura kecil sang gadis. Bunga poeny dengan kelopak mekar berbeda dari yang ia lihat sebelumnya.

Gadis itu terus melangkah, menjadikan pintu disebrang kamar Lisa sebagai tujuan. Rose masih setia menarik rambutnya dengan posisi lunglai, ia menyambar pintu itu dengan keras. Membuat penghuni di dalam terbangun dengan tatapan kebingungan.

"Ada apa nak?"

"Ahjumma, Lisa Lisa.... Dia tak bernapas"

Hanya timbul rasa terkejut disana. Tungkainya ikutan melemas. Namun, ia dapat menguasai dirinya kembali saat tersadar akan suatu hal. Wanita itu berlari penuh ketakutan. Menyadari sesuatu yang buruk akan menimpa putri kesayangannya.

Tubuhnya terasa kaku, hatinya ikut membeku kala manik tak awas sang wanita menatap Lisa tertidur bersama wajah teramat pucat. Kepalanya juga terasa pusing. Ia merasakan hal yang sama dengan Rose. Tapi, segera ditepis saat kulitnya merasakan betapa dinginnya tangan Lisa.

Aroma ini? Ingatannya kembali berputar. wanita itu tahu betul aroma apa ini. Jangan bilang bahwa dugaannya benar. Apalagi, tadi ia sempat melihat sang putri membawa benda itu dalam keranjangnya.

‘Tidak, tidak mungkin.’ gelengnya

Ibu Lisa segera mengambil selembar kain berukuran sedang, menutupi area hidung dan mulutnya agar tak menghirup lebih banyak lagi udara yang telah tercampur itu.

"Lisa, bangun nak. Ini ibu, katakan sesuatu," ia menyentuh leher Lisa berusaha mencari denyut nadi sang gadis. Percuma. tak ada tanda-tanda disana. Dengan berat hati ia mengikuti logikanya. Menelusuri setiap sudut kamar hingga sesuatu menarik ekor matanya.

Detik itu juga, hal itu terbongkar. Ketakutan akan kehilangan gadis manis itu terjadi. Lebih tepatnya sangat mengetahui. Sebuah aroma mematikan berasal dari benda yang indah, cantik dan berwarna merah muda.

Poeny dengan bubuhan racun diatas kelopak bunganya.









THE TRUTH UNTOLD

THE TRUTH UNTOLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang