Hampir Selesai
25 September, 2018.
Bangsal Adenium, Rumah Sakit Dharmais.
23.01
—
"Jadi bagaimana?"
"Apanya?"
"Sudah berapa banyak istri yang kau punya?"
Suara kekehan terdengar, lalu usapan di kepala mendarat, "Pikiranmu selalu buruk tentangku, tak pernah berubah."
"Kau memang layak untuk itu."
Kusandarkan tubuh pada ranjang perlahan, Daniel membantu tapi cepat-cepat ku tahan, "Tidak usah repot-repot, kaki dan tanganku masih bisa digunakan."
"Maaf."
Aku tersenyum, "Sudah merasa bersalah?"
"Woojin..."
"Lupakan saja, lagipula itu sudah berlalu. Tidak usah dibahas."
"Tapi aku ingin."
"Tapi aku tidak."
"Woojin?"
"Ya?"
"Bolehkan aku menemanimu untuk malam ini? Hanya malam ini saja."
"Kau pikir aku masih remaja umur 17 tahun? Kita sudah nyaris kepala tiga asal kau tahu."
"Selalu seperti ini, menolakku mentah-mentah." Daniel menarik selimut untuk menutup tubuhku lebih.
Aku tak bisa untuk terkekeh, kemudian aku menggeserkan sedikit badan dan menepuk sisi ranjang, "Pastikan anakmu sudah tidur dan istrimu tidak datang kemari, atau aku bisa dikubur olehnya hidup-hidup."
"Yeah!" Daniel kegirangan, "Kau memang bisa mengerti tanpa kuminta."
Aku tersenyum, begini saja sudah bahagia. Berbagi ranjang bersama seseorang yang sudah bertahun-tahun kurindukan.
Sudah pernah kubilang sebelumnya kan? Aku itu egois. Ingin mendapatkan apa yang ku mau. Biarlah. Lagipula hanya untuk malam ini saja.
"Kau bisa gunakan lenganku ini untuk bantalan. Gratis, tidak dipungut biaya." Katanya tanpa ragu.
Tanpa ragu pula aku mendekat pada Daniel, hingga merasakan deru nafas yang menyapu permukaan.
"Harum."
"Suka?"
Aku mengangguk.
"Kau mau tidur sekarang? Lampunya tidak usah dimatikan? Mau kutambah suhu penghangat ruangan? Apa selimutnya kurang tebal?"
"Hei! Satu-satu."
"Maaf."
"Kenapa selalu minta maaf?"
"Karena kesalahanku banyak."