29 September, 2011.
Retinoblastoma stadium empat.
Kata Ibu aku terlampau kuat. Kata dokter semua akan baik-baik saja, asal mengikuti prosedur dan kemo dengan baik sesuai anjuran.
Lagi pula aku masih terlalu muda. Masih banyak hal yang belum sempat kulakukan, masih banyak hal yang belum kutempuh.
Cita, cinta, harapan dan impian masih menggantung.
Tuhan mencintaiku dan aku mengetahui itu, tidak mungkin mengambil apa yang kupunya dengan cepat. Banyak yang harus kuperbaiki. Ada janji yang belum kutagih. Ada sesuatu yang perlu ku jelas kan. Meski kutau itu tak akan merubah keadaan.
Malam ini bantal ku basah.
Aku menangis.
Bukan karena sakit yang kuderita. Kabar bahwa laki-laki yang selalu menetap dipikiran sebentar lagi akan melangsungkan sesuatu yang sakral.
Aku—menangis bahagia.
Singapore memang tempat yang indah, jauh jika dibandingkan Jakarta.
Tapi, semua yang ada di sini memuakkan. Benda-benda itu tak dapat berbicara, tak dapat menghibur atau memelukku seperti Daniel. Mereka membuatku marah, alat-alat asing ini membuatku jengah. Menempel disekujur tubuh dan seolah mengekangku sesuka hati.
Ah, aku rindu Jakarta beserta isinya.
Sebulan tak menginjakkan kaki disana membuatku benar-benar rindu. Aku memang egois dan tak tahu diri, biarlah.
Akan kulakukan sesuai apa mauku.
Keinginan terakhir adalah mengucapkan bahwa aku hanya mencintainya, bahwa hanya dia yang bertahta dan...
selamat tinggal.
—Woojin.