[ Part 11 ]

14.1K 1.3K 56
                                    


Jari-jari Reina bergerak lincah di atas kertas. Ia sibuk menyalin beberapa catatan kecil dari handout milik Davin. Memang, kalau urusan kelengkapan catatan, Davin jagonya.

Menurut Reina sih Davin itu pas banget berkarir jadi sekretaris atau notulis. Semua orang masih mencerna apa yang dijelaskan dosen, Davin sudah selesai mencatat setengah halaman! Gila, kan?

Kuliah Manajemen Internasional seharusnya sudah dimulai namun belum ada tanda-tanda kedatangan Pak Budiana. Jarum panjang sudah menunjukan lewat 15 menit ketika seseorang masuk dan langsung menutup pintu ruang kuliah.

Dengung suara saling bertanya mulai terdengar..

"Selamat siang, Semuanya." Suara bariton mengisi atmosfer di dalam ruang kuliah. Terdengar empuk dan berwibawa. "Maaf, saya terlambat karena saya hampir lupa kalau harus mengisi jam kuliah Pak Budiana yang mendadak ada urusan penting dengan rektor."

Reina masih tertunduk menyalin catatan Davin, saat siku mahasiswi berotak encer ini menyenggol lengan Reina beberapa kali.

"Sst.. dosen baru, Re. Gila. Kerennya amit-amit!" Davin mengoceh lirih dekat cuping telinga Reina.

"Hhmm." Reina tak menggubris senggolan Davin.

Mumpung dosen masih berceloteh basa-basi, Reina memilih fokus pada salinannya yang tinggal beberapa baris lagi.

"Saya senang karena pada siang hari ini fakultas meminta saya menggantikan Pak Budiana mengajar kalian. Berhubung sekarang waktunya pas banget buat bobo siang, perlu saya sampaikan, kalau saya diminta berdiri di sini adalah untuk menyampaikan materi kuliah, bukan mau menyanyi lagu ninabobo." Suara bariton itu kembali berujar, tenang dan jelas. Seketika mengingatkan Reina pada seseorang.

Dengung suara kembali mengisi ruang kuliah. Cekikikan dan celetukan ringan bersahut-sahutan.

"Ya ampun, bikin gemas." Davin berbisik lirih, sikunya mencolek-colek lengan Reina meminta perhatian. Merasa terganggu, Reina berdesis geregetan.

"Apaan sih, Davin? Ingat, bodyguard di sebelah lo tuh!" Tanpa memindahkan kepala dari catatan, Reina mengingatkan Davin kalau Kevlar duduk di sebelah gadis itu.

Dosen bersuara bariton mulai melanjutkan perkenalannya.

"Mungkin ada beberapa dari kalian belum pernah melihat saya. Jadi, saya memang mengajar mahasiswa-mahasiswa semester baru sejak awal semester lalu. Nama saya adalah Ivander Mahasura. Kalian boleh memanggil saya Ivan."

Seketika Reina menghentikan tarian jemarinya di atas kertas.

Dosen itu mengucapkan kalimatnya dengan tenang dan santai, namun segentong besar air es langsung mengguyur kepala Reina. Tubuhnya membeku detik itu juga.

Ivander?!

Tidak mungkin!

Tak mempercayai telinganya sendiri, Reina menegakkan kepala untuk memastikan. Seketika mulut Reina ternganga, manik matanya mendelik horor.

Di sana. Di atas podium. Berdiri seorang pria paling menjengkelkan sejagad raya. Ia bersedekap tangan sambil bersandar santai pada meja podium. Tubuhnya terbalut kemeja putih lengan panjang, entah bermotif apa, dengan celana khaki.

Selalu tampak mempesona seperti biasanya. Di mana saja, baju dan tubuhnya seolah bersinergi membuat penampilannya begitu cool. Sialan.

Batin Reina mengumpat, kenapa dia bisa kesasar ke mari sih?!

Sadar bahwa Ivander bisa saja melihat dirinya, buru-buru Reina mengerutkan badan. Sedikit bergeser agar tubuhnya tertutupi oleh mahasiswa yang duduk di depannya. Reina khawatir ia akan mudah dikenali Ivander yang mulai menjelaskan materi kuliahnya.

[ END ] I Love (Hate) You, Pak Dosen!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang