"Alden! Alden!"
Reina melaung sekeras-kerasnya dari tepi pembatas pagar besi untuk pengunjung Stasiun Bandung. Beberapa orang menoleh sebal, terganggu oleh suara Reina yang melengking merdu bak drum kosong yang dipukul dengan palu.
Reina tidak peduli. Matanya saat ini tengah fokus memisahkan sosok Alden yang berdiri celingukan mencari suara Reina diantara orang-orang yang berkerumun di dekatnya.
Ketika sorot mata Alden menabrak Reina yang tengah berdiri menunggu di balik pagar besi, layaknya iklan pasta gigi, senyum lebar kontan mengembang di permukaan wajah Alden. Kakinya bergegas berayun ringan mendekati Reina.
Tak sadar Reina membiarkan bola matanya menikmati penampilan Alden hari ini, menggiring fantasinya berlarian ke beberapa tahun yang lalu.
Mengenakan celana panjang cargo warna coklat muda berikut t-shirt putih yang ditutup oleh kemeja biru tua yang sengaja dibuka kancingnya.
Ya ampun! Penampilan Alden masih saja membuat Reina meleleh. Reina terpaksa harus menebah dadanya berkali-kali menahan kuatnya magnet seorang Alden pada dirinya.
"Hai, Rei. Akhirnya kita bertemu lagi." Sapa Alden begitu ia berdiri di depan Reina.
Mata Alden memandang Reina lekat layaknya scanner yang tengah memindai kontur wajah Reina. Tentu saja Reina seketika jengah dibuatnya.
"Halo, Al. Yuk! Kita ke kampus gue dulu menjemput teman-teman gue di sana." Reina mengajak Alden cepat-cepat sebelum kepala Reina meletus saking kegedean rasa.
Alden tersenyum mengangguk. Berbarengan mereka keluar stasiun menuju tempat parkir.
-oOo-
Rasanya Reina tak sanggup kalau tidak mengedikkan badan dan membusungkan dada melihat dua makhluk yang sudah menunggu kedatangan dirinya di depan auditorium fakultas.
Dua makhluk itu berdiri tertegun dengan mulut celangap memandang pria keren yang sedang berjalan di sebelah Reina. Tangan Reina sampai gatal kepingin mengambil gambar secara candid wajah-wajah culun mereka berdua dengan kamera ponsel.
"Hai, Sobat! Perkenalkan teman gue namanya Alden." Cuping hidung Reina kembang kempis menahan kebanggaan yang nyaris meledakkan kepalanya. "Al, mereka berdua adalah sahabat-sahabat gue. Davin dan Kevlar."
Mereka bertiga saling bersalaman dan menyebutkan nama.
"Re, nemu di mana nih?" Davin langsung mengeret lengan Reina pelan sambil berbisik penuh hasrat ingin tahu. Reina terkekeh sombong.
"Tadi pagi gue ke stasiun. Lantas, ada pengumuman dari speaker, telah diketemukan seorang cowok cakep sedang kebingungan. Ya sudah, gue membawanya ke sini." Reina menjawab sekenanya.
Davin mendelik keki tapi ikut terkekeh bersama sahabatnya.
"Sialan lo. Gue bertanya sungguh-sungguh nih." Davin menahan tawa sambil sesekali matanya melirik Alden dengan penasaran.
"Bagaimana menurut lo? Keren, kan?" Reina cengar-cengir tanpa berniat menjawab rasa penasaran Davin.
Reina merasa sangat puas melihat ekspresi kedua sahabatnya siang ini.
"Gila. Keren banget, Re. Sembilan deh buat dia. By the way, kenapa lo membawa dia ke sini sih? Kalau Pak Ivan sampai melihat lo lengket begitu dengan cowok, cakep pula, lo bisa terkena masalah!" Bola mata cantik Davin memandang khawatir.
"Ah, biarkan saja, Davin." Reina berbisik kalem. Terlalu kalem di telinga Davin. Gadis itu langsung menyipitkan mata dan menyelisik setiap sudut muka Reina.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ END ] I Love (Hate) You, Pak Dosen!
General FictionTidak terima dijodohkan, Reina Dhananjaya, mahasiswi semester akhir yang bandel, berupaya keras agar perjodohannya dengan Ivander dibatalkan. Reina menganggap Ivander pasti bekerja sama dengan kedua orang tuanya untuk membatasi kebebasan hidupnya s...