"Reina Dhananjaya! Lo harus punya alasan bagus meminta gue begadang cuma buat menunggu lo datang." Muka Davin melipat kesal ketika menyambut Reina di depan pintu indekosnya.
Reina membalas dengan cengiran. Maklum saja kalau Davin geram, sekarang sudah pukul dua belas malam!
"Malam ini gue boleh menginap di sini ya?" Reina membalas sembari menyeringai minta maaf.
Seperti biasa, bola mata Davin langsung kepo memindai tampilan sahabatnya. Kaos kuning ngejreng bertuliskan 'best friends forever', rambut acak-acakan, dan muka kecut.
Mengabaikan arti tatapan mata Davin, Reina menyelonong masuk lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu indekos Davin.
"Kenapa sih lo? Mengirim pesan minta ditunggu, datang-datang muka lo kusut begini." Davin menempatkan pantatnya di sebelah Reina, yang ditatap tengah menyandarkan kepala. Kedua matanya terpejam.
"Detailnya besok saja, Davin. Gue capek banget, kepingin cepat-cepat molor." Suara Reina berhembus pelan.
Bukan hanya lelah yang Reina rasakan saat ini, tetapi gadis itu malas kalau malam-malam begini harus menjejali kepala cantik Davin dengan spekulasi bodoh yang ada di kepala Reina sekarang. Reina sudah membayangkan bagaimana hebohnya Davin andai sahabatnya tahu kalau Reina tak mau pulang ke indekosnya sendiri karena mungkin saja Ivander saat ini sedang menungguinya pulang di depan indekosnya.
Waduh, bisa-bisa Davin akan menginterogasi Reina sampai subuh!
"Kalau begitu, lo masukan Bety ke halaman saja, jangan di jalanan begitu. Yuk!" Davin berjalan keluar bersiap membukakan pagar. Reina membuka matanya lantas beringsut pelan dan mengintil di belakang Davin dengan malas.
"Ada apa sih, Re? Lo berantem dengan nyokap lo?" Davin masih memandang Reina ingin tahu ketika mereka berdua sudah berada di dalam kamar Davin. Mendengar kata nyokap, spontan Reina ingat janjinya.
Astaga. Mama! Reina sampai lupa mengirim pesan untuk mamanya.
"Bukan. Kepala gue panas, Davin. Gue mau langsung tidur setelah mengirim pesan ke nyokap."
"Kepala lo panas? Lo sakit?" Davin bertanya dengan polosnya. Buru-buru Davin menempelkan punggung tangannya ke jidat Reina. "Tidak panas kok, Re?"
Astaga, Davin! Reina mendelik protes.
"Bukan itu maksud gue, Davinia Tita Tersayang. Panasnya tuh ada di dalam sini!" Reina menunjuk dadanya sendiri.
"Oh." Davin manggut-manggut meski tak menangkap seluruhnya maksud Reina, tetapi dengan bijaksana Davin menutup mulut karena melihat tampang Reina yang kucel. Davin sudah menduga pasti Reina sedang ada masalah serius.
Reina meraih ponsel dan mengirimkan pesan untuk mama.
[Me]
Aku sudah sampai Bandung, Mama
Wah, mamanya langsung membalas dengan cepat.
[Mamakoe sayang]
Sudah bertemu Ivander, Na?
Ya ampun, Mama! Kenapa malah menanyakan Ivander sih?
[Me]
Tidak, Mama
Mamanya langsung mengetik balasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ END ] I Love (Hate) You, Pak Dosen!
General FictionTidak terima dijodohkan, Reina Dhananjaya, mahasiswi semester akhir yang bandel, berupaya keras agar perjodohannya dengan Ivander dibatalkan. Reina menganggap Ivander pasti bekerja sama dengan kedua orang tuanya untuk membatasi kebebasan hidupnya s...