Maaf ya kalau kalians nemu banyak typo..
===========================
Ivander menutup laptop di atas meja sembari melemparkan pandangan ke arah jendela ruang bimbingannya. Langit tampak gelap di luar kaca jendelanya, apalagi air hujan sempat mengguyur kota Bandung sejak pukul dua siang tadi.
Sudah pukul enam sore, mahasiswi terakhir yang bimbingan padanya sudah keluar satu setengah jam yang lalu. Ivander masih bertahan duduk di ruangannya, selain me-review laporan staf-staf kantornya di Jakarta, ia menunggu balasan pesan dari Reina.
Sudah berapa kali Ivander mengingatkan Reina, agar belajar untuk menghargai perasaan orang lain yang sudah bersusah payah mengirimkan pesan padanya.
"Apapun posisi kamu nantinya, Na. Mau jadi bos, anak buah, orang tua, anak, kalau kamu mengirimkan pesan pada mereka tetapi hanya dibaca tanpa dibalas, bagaimana perasaanmu? Sebal, kan?"
Seperti yang sudah-sudah, mulut Reina selalu cemberut terlebih dahulu, sebagai tindakan pembelaan diri. Ivander sudah hafal betul dengan kelakuan Reina satu ini.
"Davin atau mama tak pernah protes padaku. Komunikasi kami baik-baik saja kok." Dalih Reina. Menghadapi Reina memang selain harus menyiapkan kesabaran seluas sepuluh kali lapangan bola, juga harus pandai membuat siasat.
"Bagaimana kalau kamu belajar untuk selalu membalas pesan-pesan mereka? Mungkin kamu bisa memulainya dari pesanku dulu?"
"Iya-iya."
Meski terdengar tak ikhlas, setidaknya Reina mulai membalas pesan-pesan yang Ivander kirimkan padanya. Meski balasannya hanya pendek-pendek saja.
Namun, akhir-akhir ini penyakit Reina mulai kambuh lagi. Sejak tadi pagi pesan Ivander tidak dibalas Reina. Padalah Ivander hanya menanyakan apakah besok Sabtu pagi Reina akan balik Jakarta atau tidak?
Ivander tidak mau kejadian minggu lalu terulang lagi. Saat Ivander menghubungi Reina, awalnya gadis tersebut mengatakan pulang ke Jakarta dengan membawa Bety. Sehingga Ivander pulang sendiri ke Jakarta. Nyatanya Reina merubah rencana dan tidak jadi pulang dengan alasan tiba-tiba ada janji dengan teman-temannya. Sementara Ivander tidak mungkin kembali lagi ke Bandung mengingat padatnya waktu ia miliki. Hingga pada akhirnya, dua minggu lamanya mereka tidak bersua. Dan Ivander tidak menyukai hal ini.
Ternyata dia masih saja Reina yang susah dipegang ekornya.
Sepuluh menit lewat dari pukul enam sore. Tak sabar lagi menunggu balasan dari Reina, akhirnya Ivander beranjak dari kursi seraya tangannya menyambar ponsel dari atas meja. Segera saja jari-jarinya mencari nama Reina yang mengambang dari layar ponselnya.
Menatap kegelapan halaman parkir di bawah sana, Ivander menunggu panggilannya.
Butuh beberapa deringan sebelum Reina mengangkat panggilan Ivander. Terdengar suara berisik dari seberang sana sebelum suara Reina mengisinya.
"Halo?" Serak, khas bangun tidur.
"Halo, Na. Kamu tidur?"
"Iya. Sejak pagi pergi mengunjungi Happy Journey Online Shop untuk penelitian bab empat ditemani Davin. Pulang dari sana hujan deras banget. Sampai di indekos, mandi lanjut tidur."
Ivander menarik napas panjang sembari menjalankan jari-jari ke atas rambutnya menahan frustasi.
"Jadi, penelitiannya sudah selesai sekarang? Kalau sudah selesai, apa besok kamu mau balik ke Jakarta?"
"Sudah selesai sih. Besok mungkin balik ke Jakarta. Minggu lalu aku tidak pulang, pasti mama sudah protes. Kenapa?"
"Kita pulang berdua ke Jakarta."
KAMU SEDANG MEMBACA
[ END ] I Love (Hate) You, Pak Dosen!
General FictionTidak terima dijodohkan, Reina Dhananjaya, mahasiswi semester akhir yang bandel, berupaya keras agar perjodohannya dengan Ivander dibatalkan. Reina menganggap Ivander pasti bekerja sama dengan kedua orang tuanya untuk membatasi kebebasan hidupnya s...