[ Part 31 ]

11.8K 1.1K 57
                                    

Sepasang mata Davin dan Kevlar mengernyit kebingungan menatap polah gadis berambut super pendek yang tiba-tiba kesasar masuk ke ruang tamu indekos Davin. Tanpa membuka mulut sekadar basa-basi, ia langsung menghempaskan badannya ke atas sofa di sebelah Davin. Kepalanya tergolek ke belakang, gumaman kesal terus berhamburan dari mulutnya. Masih tak puas, tangannya meraih sebuah bantal kursi untuk membekap mukanya. Lantas, ia berteriak sekeras-kerasnya.

Davin mengedikkan bahu saat pacarnya menatap bertanya.

"Kenapa, Re?" Davin menggoyang lengan Reina.

"Gue lagi benci! Benciii!" Layaknya orang kalap, Reina memukul-mukulkan bantal ke mukanya.

Sepasang sahabatnya saling berpandangan tak mengerti.

"Siapa yang lo benci?" Davin meraih bantal dari wajah Reina.

Dengan wajah keruh, Reina beringsut menegakkan punggungnya. Bola matanya langsung mendapati sebungkus roti keju yang tergeletak begitu saja di atas meja. Seperti elang marah, tangan Reina langsung menyambar dengan cepat, membuka plastik pembungkusnya lantas menjejalkan roti keju tersebut ke mulutnya.

"Heh! Itu roti gue dari Davin, jangan mengembat begitu saja dong! Minta izin dulu, boleh apa kagak!" Kevlar menjuling kesal ke arah Reina.

"Halah! Nanti gue ganti, Jabrik. Jangan pelit dengan teman sendiri!" Reina menyembur tak kalah sewot.

"Eeh, situ yang salah kok malah situ yang menyolot sih ke gue?!" Kevlar kembali menukas tak mau kalah. Davin terkikik pelan.

Biasa, dua orang di depannya ini kalau sudah bertemu sudah mirip anjing dan kucing. Berantem!

"Bawaan gue kalau jengkel seperti ini. Kepingin makan! Kalau perlu, makan orang sekalian!" Reina mendumal lagi.

"Kesal dengan siapa sih, Re?" Davin bertanya sekali lagi. Reina menghentikan gigitannya, lantas memandang Davin berapi-api.

"Scarlett Johansson. Si muka plastik. Bisa-bisanya dia datang ke indekos gue. Songong banget pula!" Reina mengeritkan gigi menahan emosi.

"Si muka plastik? Siapa sih?" Davin tak mengerti maksud ucapan Reina.

"Pacar Ivander, Davin!" Reina menjawab kian geram.

"Whoa! Pacar Pak Ivan, kata lo?" Davin terlonjak dari duduknya. Kedua bola matanya kontan mendelik seperti mau mencelos dari kelopaknya.

"Pacar Pak Ivan? Whoa! Kata lo keren banget itu?" Mengendus ada berita panas, Kevlar buru-buru menimbrung.

"Lo cerita ke Kevlar, Dav?" Kontan Reina mendelik ke arah Davin.

"Iya lah. Pasti." Davin meringis minta maaf. Reina langsung menarik dada. Susah! Mereka berdua memang sudah sepaket..

"Iya, Jabrik! Perempuan super keren yang gue temukan di rumah Ivander. Ternyata namanya Fiona. Puas lo?!"

Kevlar kontan melemparkan cengiran kuda.

"Gila. Dari nama saja, gue sudah membayangkan pasti perempuan itu cakep banget." Seloroh Kevlar senang, berhasil membuat Reina langsung melotot sewot.

"Kok perempuan itu bisa tahu kalau lo ada hubungan dengan Pak Ivan sih? Sampai menyamperi ke indekos lo segala?" Davin menatap Reina keheranan. Gadis itu hanya mengedikkan bahu.

"Itu juga pertanyaan gue, Davin. Eh, katanya itu bukan urusan gue. Sialan, kan? Dia tidak percaya waktu gue katakan kalau gue ini Reina yang dia cari. Double sialan, kan?! Duh, gue sudah menahan diri agar tak meremas mukanya." Reina menyorongkan kepalan tangan pada sahabatnya. Mata Reina menyipit geram.

[ END ] I Love (Hate) You, Pak Dosen!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang