Agra berjalan ke dapur, meninggalkan Gavin, Noura dan Valen di ruang tamu. Noura duduk di samping Valen di sofa yang memang cukup untuk dua orang. Sedangkan Gavin duduk sendiri.
"Noura, Ivan, itu makanannya udah di meja ya," kata Agra yang akhirnya kembali setelah beberapa menit berada di dapur.
"Yes, okay!" kata Noura semangat lalu menarik tangan Valen agar berjalan ke meja makan.
Noura duduk di kursi yang berada di bagian kanan. Meja makan itu berbentuk persegi panjang, di bagian yang panjang terdapat dua kursi dan di bagian pendek terdapat satu kursi. Valen duduk berhadapan dengan Noura.
"Enak nggak? nggak tau kenapa, tapi gue suka banget telur dadar kayak gini," kata Noura setelah beberapa lama di selimuti keheningan.
Valen mengangguk. "Enak banget. Belum pernah nyobain telur se-enak ini sebelumnya. Bokap lo bisa masak?"
Noura meneguk minumnya lalu mengangguk. "Bisa lah. Kalau nggak, siapa yang mau masakin gue makanan?"
"Nggak ada pembantu?" tanya Valen lalu memasukkan sendok yang sudah berisi makanan ke dalam mulutnya.
Noura menggeleng. "Dulu sih ada, tapi dia pulang buat ngelahirin dan nggak balik lagi. Dan sialnya, supir dan pembantu gue itu suami-istri jadi pulangnya barengan."
Valen mengangguk-ngangguk. "Emang lo nggak bisa masak?"
Noura tersenyum garing lalu menggeleng. "Nggak bisa."
"Cewe kok nggak bisa masak," gumam Valen.
Noura mengangkat satu alisnya. "Apa?"
"Nggak..." kata Valen lalu memasukkan sendok ke dalam mulutnya lagi.
"Gue denger lo bilang apa. Cewe nggak harus bisa masak kali," kata Noura lalu ikut memasukkan sendoknya.
Valen mengangkat satu alisnya. "Kalau denger, ngapain nanya? emang nggak harus tapi lebih baik kalau bisa masak. Kan buat masakin suami lo nanti."
Noura memutar kedua bola matanya. "Gapapa dong gue nanya. Kan sok-sok nggak denger. Lagian gue bisa belajar masak nanti, pas udah gede."
"Lo udah cukup gede untuk belajar masak. Walaupun badan lo masih kecil," ledek Valen dengan nada serius.
"Tau kok, tau yang badannya gede....eh maksudnya tinggi. Iya, tau kok yang tinggi, putih, pinter, gan..." kata Noura tidak meneruskan kata-katanya sambil memikirkan kata yang pas untuk mengganti kata sebenarnya.
Valen mengangkat satu alisnya dan tersenyum jail. "Gan apa? ganteng? iya, emang gue ganteng. Akhirnya lo ngaku juga kalau gue ganteng."
"Idih! gue nggak bilang lo ganteng, Valen. Lagian kalau gue bilang lo ganteng kan bukan berarti gue suka," elak Noura setengah berteriak.
Valen tertawa. "Toa banget sih. Lagian siapa yang bilang lo suka sama gue? waah, ketauan kan. Diem-diem suka."
Noura melotot. "Valeeeen!!" teriak Noura.
"Noura, kenapa?" tanya seseorang dari ruang tamu, Gavin.
Noura menengok ke arah ruang tamu. "Gapapa, Om."
Valen hanya menahan tawanya yang akan meledak-ledak sedangkan Noura hanya cemberut dan melototinya.
Setelah selesai makan, mereka kembali ke ruang tamu. Bukan, bukan mereka tetapi Noura. Sedangkan Valen pergi ke tempat cuci piring tanpa sepengetahuan Noura.
"Ivan mana, Nou?" tanya Agra ketika melihat Noura berjalan sendiri.
Noura melihat kebelakangnya lalu mengangkat kedua bahunya. "Tadi ada di belakang Noura kok. Coba aku liat ke dapur dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Valen and Noura
Genç KurguPerjodohan antara laki-laki dingin dan jutek dengan perempuan super toa dan bawel yang di lakukan secara diam-diam oleh orangtuanya.