Belum sempat Toni menyelesaikan kalimatnya, sebuah tangan tiba-tiba saja meluncur dari dalam ilalang ilalang lebat disamping kiri kami dan langsung menyambar lengan kiri Toni.
"Zombieee....!" teriak Tania refleks.
Sebuah teriakan yang akan menjadi awal dari bencana yang akan kami rasakan dimulai.
Suara teriakan Tania ternyata mengundang perhatian para zombie yang ternyata tengah berkeliaran di dalam semak-semak ilalang lebat itu.
Satu persatu para zombie itu mulai kurasakan mendekat ke arah kami dengan cepatnya.
Kulihat sekilas ke arah Toni. Ia ternyata berhasil menyingkirkan zombie yang tadi menyerangnya dengan tiba-tiba.
"Bentuk lingkaran !" Perintah Toni cepat.
"Siaappp !" Ucap Sopyan, laki-laki gemulai itu.
Kami lalu saling beradu punggung. Mengawasi ke arah semak ilalang lebat yang berada dihadapan kami. Dimana para zombie akan segera muncul.
"Siapkan senjata kalian ! Tembak apapun yang muncul didepan mata ! Mereka akan segera muncul !" Toni kembali memberikan perintahnya.
Senjata ss-v2 yang menjadi andalanku, segera aku persiapkan. Begitupun dengan yang lainnya.
Benar aja apa yang Toni katakan.
Tak lama kemudian, para zombie itu mulai muncul didepan kami satu persatu.
Dan kemunculan zombie itu kami sambut dengan rentetan tembakan ke arah mereka.
Suara tembakan senjata api kami saling bersahutan. Diiringi dengan suara lenguhan aneh dari para zombie itu.
"Lindungi aku ! Peluruku habis !" Teriak Tania sembari mengambil cepat magazine yang ia taruh di tas kecilnya.
Aku yang berada tepat disampingnya segera melindungi Tania dengan cara ikut mengarahkan ujung senjataku ke daerah pengawasan Tania.
"Aku selesai !" Teriak Tania yang langsung mengarahkan kembali senjatanya.
Aku kembali mengarahkan senjataku ke daerah pengawasanku sendiri.
Begitulah, kami saling mengisi satu sama lain disaat ada diantara kami yang kehabisan peluru.
Semakin lama, kami menjadi semakin tenang. Dan mulai menembak secara efisien. Yang awalnya karena gugup kami menembak secara serampangan, kini kami mencoba untuk membidik langsung ke arah kepala para zombie itu. Dan hal ini memang sangat berguna sekali.
Satu demi satu zombie-zombie itu mulai tergeletak di hadapan kami.
"Sampai kapan kita akan terus begini ?" Tanyaku tak sabar karena aku sudah ingin sekali bertemu dengan keluargaku.
"Sampai mereka tak muncul lagi." Jawab Toni dengan nafas agak memburu.
"Brengsek." Aku mengumpat kesal.
Bagaimana tidak, disaat aku sebentar lagi akan kembali berkumpul bersama dengan keluargaku. Halangan terus terusan bermunculan.
Disaat aku sedang merutuki keadaan, sebuah teriakan tiba-tiba saja terdengar dari belakangku.
Disitu adalah wilayah yang kami serahkan kepada Arnold.
"Sialan kau toniii...!" Teriak Arnold mengagetkanku.
"Gila..!" Ikut berteriak sopyan laki-laki bertubuh besar tapi gemulai disamping kananku.
Aku menoleh ke belakang untuk melihat apa yang terjadi. Dan apa yang aku lihat langsung membuatku memutuskan hal yang nekad.
Aku menghentikan tembakanku. Segera ku raih lengan Tania dan Sopyan.
"Lariiiii....!" Teriakku pada mereka berdua.
Tania masih belum mengerti apa yang sedang terjadi. Sehingga untuk sesaat ia agak meronta. Tapi, setelah ia melihat sendiri kejadian yang membuatku menarik tangannya. Ia tidak melawan lagi. Pun demikian dengan Sopyan. Dia yang sudah tahu kejadiannya, langsung berlari kencang menerobos masuk ke dalam ilalang ilalang lebat dihadapan kami.
Kami berlari tak tentu arah. Sesekali kami menggunakan senjata kami untuk merobohkan zombie-zombie yang menghalangi.
Sekitar 10 menit kami berlari diantara lebatnya ilalang.
Langkah kami terhenti saat dihadapan kami membentang sebuah sungai lumayan besar. Lalu diseberang sana, terdapat hamparan sawah yang rusak.
Sungai berwarna kecoklatan ini berarus lumayan kencang.
Nafas kami terengah-engah sambil memandangi aliran sungai didepan kami.
"Tania dan Sopyan memandangiku serentak. Aku tahu arti tatapan mata mereka.
Disaat aku masih belum memutuskan apa yang harus diperbuat. Samar-samar dibelakangku terdengar suara lenguhan panjang yang berasal dari zombie-zombie brengsek itu.
"Lompaaattt....!" Seruku.
Kami bertiga lalu melompat masuk kedalam sungai didepan kami dan mulai berenang.
Dengan stamina pas-pasan, ditambah beban berat yang berasal dari senjata-senjata yang kami bawa, membuat tubuh kami cepat merasakan kelelahan dalam menyebrangi sungai ini.
Untukku secara pribadi, sedikit banyak hal ini sudah sering aku alami sebagai seorang tenaga keamanan di perusahaan tempat aku bekerja. Karena disetiap 3 bulan sekali, perusahaan tempatku bekerja, selalu melakukan kegiatan binsik yang menguras stamina.
Kembali kepada saat kami tengah berjuang menyebrangi sungai.
Sesekali aku harus menahan tubuh Tania yang mulai melemah dan hampir terbawa arus sungai. Aku menahan dagunya agar tetap terus terangkat keatas.
Setelah berjuang sekian lama, akhirnya kami bertiga berhasil mencapai tepian sungai. Dengan mata waspada, aku menatap berkeliling area persawahan di depan kami.
"Sepertinya aman." Desisku dalam hati.
Aku menoleh kebelakang kami, ketempat dimana tadi kami berada.
Disana tampak belasan zombie tengah menatap kami dengan pandangan kosong disertai lenguhan khas suara mereka. Sepertinya mereka tidak berani untuk menyebrangi sungai ini. Entah kenapa.
Aku menarik nafas lega.
"Hampir saja kita metong cyinn.." ucap Sopyan dengan suara santai.
Aku berpaling padanya. Merasa aneh karena dari nafasnya, ia seolah tak nampak seperti seseorang yang sudah berjuang habis-habisan. Berlari melewati hadangan para zombie, lalu menyebrangi sungai dengan arus lumayan deras dan dalam ditambah membawa senjata yang berat.
Disaat aku menoleh kepadanya, aku kaget.
"Dimana semua persenjataanmu ?"
"Aku buang." Dengan santainya ia menjawab.
"Apaa...? Kapan ?!"
"Disaat kita mulai berlari. Abis pasti capai cyiin kalo eke lari-lari sambil bawa begituan."
Aku hanya terpana mendengar jawaban santainya. Terpana antara ingin tertawa atau memakinya.
Pantas saja ia tak begitu kelelahan. Dan setelah kupikirkan lagi, memang hanya laki-laki brengsek ini yang tidak menembakkan senjata apapun pada saat kami berlari melewati hadangan para zombie di dalam rimbunnya ilalang tadi.
"Ah sudahlah. Sekarang kita harus membantu Tania. Dia terlihat sangat kecapaian sekali." Ujarku.
"Caranya cyiin ?"
Aku memandang berkeliling. Agak jauh disebelah kanan area persawahan tampak sebuah gubuk yang kemungkinan dibangun pemilik sawah guna tempat beristirahat.
"Kita ke gubuk sebelah sana. Kita beristirahat disana sementara waktu. Tapi kita harus hati-hati. Agar kita tidak terlihat oleh zombie." Kataku.
Kami lalu berjalan dengan aku membawa semua senjata, sedangkan Sopyan berjalan sambil menggendong Tania dipunggungnya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
WABAH ZOMBIE
FantasyMengisahkan tentang terjadinya wabah zombie yang melanda indonesia. kisah tentang seorang ayah yang mencoba menyelamatkan keluarganya dan mencoba untuk survive terhadap serangan dan ancaman para zombie. akankah dia berhasil ???