#10 Papah I Miss U

102 8 0
                                    

Hari ini jadwal kuliah dara kosong dan intan masih menginap di rumah dara. Ternyata hari ini juga ayah pulang dari manado. Hari ini akan menjadi kumpul keluarga paling komplit.

Rencananya ayah akan 3 bulan di jakarta dan harus terbang ke singapore.

**

Ku tatap siapa yang sedari tadi menekan bel rumahku. Tanpa aba-aba langsung ku lingkarkan tanganku ke perutnya, sangat ku peluk erat.

Tubuh yang selama ini tak pernah kujumpai. papah.

Mamah, kak intan pun serentak menghampiriku. Mereka juga langsung menyambut kedatangan papah. Mamah memeluk tubuh papah dan kak intan salim pada papah .

"ini cucu papah, maa syaa Allah sekali. Dan lihat ini anak ayah Windara Ayu, ayu sekali seperti namanya. Maa syaa nak, masih tetap istiqomah." Ucap Ayah sambil membelai pucuk kepalaku yang dilapisi kerudung.

Aku senyum bahagia dan terus mengucapkan, 'papah aku rindu.' Dan papah justru selalu membalas. 'dilan juga rindu windara.' Apalah papah ini, ayah zaman now sekali.

Saat aku memeluk papah, terparkir sebuah mobil di depan rumah Azhar. Semua orang yang berada di mobil itu serentak keluar dan menghampiri kami.

Bunda fatimah yang pertama kali sampai di rumahku, langsung menyalami ayah.

"Papah windara sudah pulang, sehat mas?" ucap bunda. Papah membalas dengan 'Alhamdulillah.'

Ayah Ahmad memeluk tubuh papah. " Assalamualaikum, sahabatku." papah membalas pelukan papah azhar dan menjawab salamnya.

Sementara Azhar masih terpaku ditempatnya dengan senyum kecilnya. Apa maksud dari senyum itu pun aku tak tahu.

"Ini Azhar, ya Allah pak dokter udah gede banget." Sorak ayah denagn memeluk tubuh azhar.

Pemandangan apa ini, mengapa sendu sekali aku menatap kejadian ini.

"Om kayanya yang jarang pulang." Mereka pun tertawa.

Dan kini aku hanya terdiam, entah apa yang aku pikirkan sekarang. Mungkin aku hanya bergumam dalam hatiku agar keluarga Azhar cepat pergi meninggalkan kami. Aamiin.

**

Dugaanku salah ternyata aku dan keluargaku kini sudah berada di kediaman azhar. Bunda dan ayah azhar menjamu kami kerumahnya, kan sudah ku bilang keluargaku dan keluarganya sudah seperti keluarga besar.

Bunda fatimah menyuruhku dan azhar untuk berbelanja berdua. Aku sudah menolak tapi Azhar dengan alasan yang kuat terus memaksa ku. Apa maunya orang itu.

Kini hanya aku dan Azhar di dalam mobil. Mobil ini hening sekali tidak ada percakapan diantara kami.


Aku membuka jendela kaca untuk mengirup udara segar, ternyata Azhar memperhatikan gerak-gerikku. Aku terus bersikap biasa saja dan lebih mendiamkannya.

"Uhuk...uhukk.." Azhar terbatuk sangat keras. Sepertinya ia sedang flu, bisa kulihat dari hidungnya yang sedikit memerah.

Batuknya terus bergema di mobil, memaksaku mengambil tindakan. Aku mengambil botol air minum di tas dan kusuguhkan tepat di hadapannya.

"Minum." Perintahku singkat. Ucapanku hanya dibalas dengan gelengan kepala. Ya sudah terserah, batinku.

Tapi batuknya terdengar makin parah. Sepertinya Azhar benar lagi sakit.

"Minum dulu, batuknya ganggu konsentrasi lagi nyetir." Ucapku ambigu.

Dia terus bersikukuh dengan pendiriannya semula.

"STOP,, aku bilang stop." Azhar awalnya yang terus melajukan mobil, sekarang sudah memberhentikannya.

"Cepetan minum.."kusorakan air mineral di hadapannya. Ia hanya menatapku.

"Masih peduli?" Jawabnya ketus sambil meraih botol dan langsung meminumnya.

Detik berikutnya, Azhar kembali melajukan jalan. Dan aku kini terus bergutat dengan ucapan azhar.

Ternyata Azhar sangat peka terhadap perubahanku. Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang.

"Ayo cepet keluar." Dia keluar terlebih dahulu dengan membanting pintu cukup keras.

Aku membuntutinya dari belakang, kulihat azhar sudah masuk kedalam supermarket. Entah mengapa jadi awkward sekali jika aku berhadapan dengannya.

Aku masih bergutat dengan belanjaan apa lagi, yang harus kubeli. Aku juga sudah menelpon bunda fatimah, adakah belanjaan yang kulupakan.


Saat aku ingin menaikan belanjaan di meja kasir, troli ku direbut oleh azhar seketika. Dia berujar "Biar aku yang bawa." Sambil mengunyah permen karet.

Lagi-lagi saat aku ingin membayar dengan kartuku, seketika kartu azhar melangkahiku. Kali ini dia berucap " Biar aku yang bayar." Huahhh seterah dia saja.

Kini di dalam mobil percakapanku dan azhar sangat serius. Kita terlibat percakapan tak berujung. Yang awalnya Azhar hanya basa-basi ngomong denganku dan sekarang dia to the point tentang sikapku yang berubah kepadanya. Entah apa yang harus ku jawab.

"Kalo kamu gak mau cerita juga gak-papa. Yang penting jangan diemin aku, gak ada gunanya diem, mending ngomong secara jelas. Tapi ya terserah,, aku gak bisa maksa." Ucapnya tegas.

Aku hanya mendengarkan kalimatnya tanpa menyuarakan jawabanku.

'untuk apa diceitakan, apa bisa mengubah semua. Enggak kan?' batinku.

**

Aku sudah sampai di rumah Azhar, ternyata bukan hanya keluargaku yang diundang, tapi ada calon bagian dari keluarga Azhar. Ya barusan Hilya datang setelah aku dan azhar sampai. Sangat canggung sekali suasananya.

Setelah selesai makan, kami semua berkumpul. Semua riuh dengan ceritanya masing-masing. Sesekali kuperhatikan mukanya, bahagia sekali dirinya. Namun sayang sumbernya bukan dariku.

Jujur sedari tadi tak ada yang kulakukan, hanya memegang handphone ku, membuka menu kemudian kembali lagi ke layar utama.

"Ra, ko diam aja." Ucap papah padaku.

"Gak-papa, pah."


Papah secara tiba-tiba berpamitan pada keluaga Azhar katanya sudah malam. Padahal kalau ku lihat jam di dinding baru menunjukkan jam setengah 8.

Ya, bodoamat deh yang penting aku ingin pergi dari sini secepatnya.


[WIND's 2] MUHASABAH CINTA WINDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang