1# Hidayah

297 19 5
                                    


"Sebuah khayalan kini telah sirna, semua begitu cepat di ambang mimpi. kemarin ku bermimpi dan sekarang kuterbangun. bukankah memang itu kehidupan?"
#MCW

***

17 tahun sudah genap usia gadis yang tengah mendanani dirinya sendiri. Entah sejak kapan dirinya menyukai dandan, tentunya ini masih hal yang wajar karena usia saat seperti ini hormon terus menguasai dirinya.

"sudah siap." Ujar windara sumringah.

Hari ini diadakan pesta kecil-kecilan yang mamahnya bikin, katanya karena umur 17 tahun umur pendewasaan. Windara pun hanya mengangguk waktu mamah bilang seperti itu, tapi menurutnya tidak terlalu baik juga menghabiskan uang hanya untuk pertambahan umurnya saja.

"Lihat anak mamah cantik sekali." mamah melihat anak gadis nya yang menuruni tangga bak cinderella. Sambil menenteng sepatunya windara meluncur ke meja makan tempat mamahnya berdiri.

"Mamah bisa aja, nih. Malu kan jadinya." Pipi gadis itu memerah.

"Mau ketemu yang itu yah." Goda mamah.

"Ih mamah, mah."

Jujur sungguh keadaan dara saat ini sangatlah ingin tidur saja di kamar, bukan karena tak ingin merayakan hari jadinya. Namun, sebentar lagi selain ada keluarga besarnya datang, nanti juga ada keluarga Azhar.

Acara pun telah dimulai sedari tadi, dari acara syukuran sampai sekarang ke acara makan-makan. Windara tengah asik mengobrol dengan saudara sepupunya yang selama ini tinggal di Bandung. Aisyah, 6 tahun lebih tua dari Dara, kini Aisyah tengah menikmati masa koasnya menjadi dokter gadungan, hh.

Dara memang dari awal berniat menjadi dokter, namun apalah daya kapasitas otak tidak mencukupi. Jadi seorang dokter bukan hanya sebatas kepinteran namun harus ada pengorbanan dan mental yang kuat.
Alasannya ingin menjadi dokter pun bukan hanya karena cita-citanya saja. Namun karena ia ingin satu jurusan dengan Azhar.

Azhar kini mahasiswa kedokteran di Universitas di Depok. Akan terasa senang jika ia bisa bersekolah bareng seperti SMA dulu.

"Gimana nih kamu mau kuliah di mana, Ra?" tanya Aisyah.

Dara hanya menggelang cepat, " Jadi dokter susah banget yah?"

"Bukan susah, sebenarnya kalau niat kita benar semata-mata untuk membantu orang itu akan terasa mudah ko. Awalnya aku juga frustasi karena dulu niatku hanya ingin menempelkan nama ku di jas dokter. Tapi semua terasa berat...."

"Berat kenapa?" potong Dara.

" Karena harus memikul rindu pada sang pujaan hati." Candanya yang melihat Dara terlalu serius memperhatikan apa jawaban darinya.

"Ih jomblo aje belagu." Ledek Dara.

" Eh jomblo bukannya gak laku tapi jaga mutu."

Tidak menanggapi omongan sepupunya itu, kini Dara memikirkan apa yang diucap Aisyah tadi. mengapa Aisyah macam cenayang saja yang tahu apa yang Dara pikiran.

**
22:00

Malam pun semakin larut keluarga ku pun sudah pulang kerumahnya masing-masing. Aku mengabsen setiap orang yang datang kerumah ku.

Yang aku tahu keabsenannya adalah papah, karena papah telah berpesan padaku bahwa dirinya tidak dapat hadir melalui via Telepon tadi pagi. Sedih, namun aku sudah mengerti inilah yang terbaik.

Cinta tak harus hadir bersama pelakunya, tapi cinta hadir dalam ketulusan yang akan masih terasa walau jarak memaksa.

Yang membuat ku kecewa di hari ini adalah dia. Ternyata deg-deganku tadi hanya basa-basi belaka.

Sepertinya Azhar ada tugas mata kuliah yang harus ia selesaikan. Ya, itu hanya dugaanku karena tak ada satupun kabar darinya.

Malam tak kunjung mendatangkan kantuk padaku. Kegiatan ku malam ini mungkin hanya akan kuhabiskan dengan membuka satu persatu kado dari tamu yang tadi hadir.

Selamat ulang taun calon pengantin, umur lo makin tua aja. Cepetan nikah jangan jomblo terus. Jomblo akut baru tau rasa.
-anisa imoett

Itu adalah surat dari Annisa saudara perempuan dari papah. Aku hanya terkekeh melihat tulisannya, bukan dari isi surat yang meledek ku. Tapi melihat ada cap jempol besar seperti jempol kaki di bawah tulisan surat. Memang tidak ada kerjaan anak itu.

"selamat ulang taun.' Dari Ani

"panjang umur, keponakan om" Dari om budi

"HSS, SOB." Dari bima

"Hppy birthday, gurl." Dari santi
...
...

ZZZzzzzzzzzz... molor

" jadi anak sholehah yah sayang." Dari mamah. Ahh, mamah pesannya singkat namun buatku terharu.

Aku melihat ada dua paket dan dua surat di sekitarnya.

"wah, anak perempuan yang baca surat ini sudah besar yah. Ayah sama bunda ucapin Barakallah fii umrik, sayang. Semoga berkah umurmu tahun ini. Dan semoga Allah memberi kesempatanmu untuk terus memperbaiki diri. Ayah sama bunda hanya bisa mengasih doa buat Dara yang makin gede. Di buka yah hadiahnya. Dan jangan liat dari harga karena tidak akan berharga di mata manusia, lihatlah dengan hati, Inshaa Allah akan berharga dihadapan Allah. Itu bisa menjadi pelindungmu, menemanimu, menjagamu. "

Tes... Air mata ini begitu cepatnya meluncur dipipiku. Ayah Ahmad dan Bunda Fatimah begitu hangatnya mereka mendidikku. Walaupun aku tidak ada ikatan darah dengan mereka, tapi mereka terus memperhatikan perkembanganku.

Dalam masalah berjilbab misalnya, Ayah Ahmad dan Bunda Fatimah memang selalu menasihatiku agar memakai kerudung, namun aku masih enggan mengunakannya. aku selalu berfikir bahwa kerudung hanya untuk mereka yang mengerti agama, namun saat ini aku mengerti bahwa kerudung adalah pelindung dari sang maha pelindung.

'Aku sadar sekarang. Ya Allah sulitkah kau melunakkan hati ini sampai berapa tahun kau baru mebukakan mata hati ini, ya Allah ampuni aku karena baru sekarang aku mengerti. Teguhkan lah aku dalam perubahan ini. Ajari aku dekat denganmu.' Batinku.

Banjir sudah malam sepi ini dengan air mata penuh penyesalan.


"Jangan menyalahkan orang yang belum berubah, karena disana ada cara Allah yang tidak kita ketahui. Ketahuilah rencana Allah lebih hebat dari prasangka burukmu. SESUNGGUHNYA ALLAH MAHA MENGETAHUI SEDANGKAN KAMU TIDAK"

***

VOTE DAN COMMENT!!

[WIND's 2] MUHASABAH CINTA WINDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang