#33 Kematian Yang Menghidupkan

142 15 3
                                    

Sudah seminggu belakangan ini, Hilya risau Azhar tak kunjung datang ke rumahnya, pesannya pun hanya di balas singkat. Bagaimana pun Azhar berjanji akan menikahinya? Lalu dimana dia dengan janjinya.
Bagaimana kalau Ia tidak jadi menikahinya, bagaimana nasib anak sial ini.

Walaupun ini bukan anak Azhar, tapi hanya Azhar yang bisa Ia manfaatkan untuk mengutuk orang yang amat Ia benci.

Handphone nya berdering, “ Ya hallo.”

“Bos, lo gimana sih ko bayarannya kurang.” Seseorang dibalik telepon.

“Lo tuh yah, duit terus. Nanti gue bakal transfer, tapi lo harus jaga rahasia ini jangan sampai ada yang tahu.”

“Gak bakalan ada yang tau bos, dia juga udah meninggal dan keluarganya tidak curiga sedikitpun.”

“Bagus, emang itu yang gue mau.” Panggilan pun di putus oleh Hilya.
Hilya lah yang merencanakan kematian orang tua Windara, Ia sangat benci dengan perempuan itu. Dia lah yang membuat orang yang Ia cintai tak mau menerimanya saat itu.

Ponselnya kembali berdering.
“Hallo sayang, “

“Sayang sayang jijik gue dengernya.”

“Gak boleh gitu dong, kalo gak sayang mana mungkin lo bisa hamil.” Pria itu tertawa sejadi jadinya.

“Kalau bukan karena lo waktu itu ngajak gue ke bar, gak akan mungkin gue mau sama lo.” Hilya terus merutuki dirinya akibat kesalahannya waktu itu.

“Udah terjadi sayang, jaga anak gue yah.”

“Tai lo, sial.” hilya pun memutus panggilan telpon.

‘Gue gak bisa kaya gini terus, azhar harus tetap nikahin gue dan windara harus menderita.’ Batin Hilya.

--

Keesokannya Windara ikut dengan Azhar ke rumah sakit. Ia segera ke ruangan Elliya anak gadis yang menjadi perhatiannya sejak kemarin.

“Dokter, tolong jantungnya semakin melemah.” Azhar segera berlari ke ruangan Elliya. Semua bertatap tegang, terlihat matanya terasa nanar melihat semua ini.

Takdir lah yang berkata, tak mampu kita menyangkal takdir yang tak mungkin dapat kita tawar yaitu kematian. Kematian sangat berjarak tipis di depan mata kita sampai kita tak mampu menatap kematian tersebut.

Innalillahi wainna ilahi rojiun.” Azhar menutup matanya dengan telapak tangannya.

“Kenapa , Zhar?” windara menatap Azhar dengan lekat.

“Dia sudah meninggal.”

“Ya Allah, Elliya ini kakak bawa kerudung banyak untukmu. “ Windara menangis sejadinya, teringat kemarin Elliya berbicara sesuatu padanya.

‘Kak, kalau aku besar, aku ingin menjadi seorang ilmuwan.’

‘Untuk apa.’ Jawabku polos.

‘Aku ingin menemukan semua obat yang bisa diminum untuk penyakit apapun. Nantinya mereka akan sembuh.’

‘Aamiin, kakak slalu doain supaya cita cita Elliya terkabul.’

‘Kak kalau eliya meninggal apa Elliya bisa bertemu dengan papah dan mamah.'

‘Siapapun orang yang baik terhadap Tuhannya segala permohonannya akan langsung dikabulkan detik itu pula.’

‘beneran?’
Aku hanya mengangguk.

‘mulai saat ini aku akan berdoa agar Allah mematikan aku disaat aku berdoa, aku ingin cepat bertemu dengan papah dan mamah.’

Tak henti windara menangis mengingat percakapannya yang baru kemarin Ia rasakan.
Kematian begitu cepat berada di samping kita, di depan kita tapi mengapa terlalu cepat kita semua melupakan kematian.

Takdir ku yang menemukan Aku bersama Elliya adalah takdir yang Tuhan ciptakan. Allah ingin aku sedikit meresapi makna kehidupan, mungkin setelah ini aku.

--

“Apa? Kamu gak salah meminta izin seperti itu kepada windara, kamu melukai hatinya.” Kini percakapan antara bunda ayah dan Azhar sanagt serius.

“Ya aku tahu , yah. Namun Hilya juga membutuhkan Aku dan Windara ingin melepasku.”

“Ayah tidak pernah mengajarimu bersikap kurang ajar terhadap perempuan. Kalau kamu menyakiti perempuan kamu menyakiti semua orang termasuk ayah dan bunda.”

“Zhar, percayalah jodohmu itu Windara. Mengapa Hilya yang baru datang dengan segala pengakuannya lantas cepat kamu membuat sebuah keputusan.” Ucap bunda

“Tapi Bun, Hilya juga hamil, dia di perkosa.”

“Ya tapi apa benar ia hamil karena diperkosa? Darimana kamu percaya.” Tanya bunda.

“Hilya sendiri yang berkata, bagaimana bisa aku tak percaya.”

“Kau seharusnya tidak percaya karena kau harus mematikan rasamu untuknya. Cintamu membodohi keadaan, Nak”

“Yah, dia cukup berkorban untukku dengan Windara. Ia yang memintaku menikahi Windara.”

“Hanya karena itu, lalu kalau ia mengikhlaskanmu kenapa Ia datang untuk meminta kau menikahinya.”

“Zhar, bunda mohon ini bukan masalah hati kamu dan hilya yang terluka akibat pernikahan ini. Windara juga terluka, Ia hamil.” Seketika azhar teringat pesan dokter agnes, agar menjaga perasaan windara.

--

Di kamar Windara masih sibuk dengan nilai nilai ulangan anak muridnya. Semua  nilai tidak ada yang kurang dari kkm, itu suatu kebanggaan bagi windara ternyata anak muridnya mengerti apa yang dia ajarkan.

“Windara.” Ucap Azhar memasuki kamar windara.

“Kamu? Ada apa? Butuh sesuatu.” Tanya Windara yang masih sibuk dengan kertas kertas yang di pegangnya.

“Aku mau ngajak kamu ke rumah Hilya nanti malam.” Ajakan Azhar membuat Windara tersontak sedikit.

“Baiklah, nanti aku ikut.”

Ini lah mungkin akhir yang Tuhan rancang indah bagiku, aku tidak boleh lagi menghakimi Allah dengan takdir yang tak sesuai dengan pikiranku. Allah maha mengetahui sedangkan hambanya tidak. Makasih mas mengajarkan banyak sekali pelajaran hidup ini.’ Batin Windara.

--

Akankah Azhar menalak Windara, tungguin yahh...

Sedikit aja ya biar penasaran, Tap cerita ini dan masukkan di perpustakaan kalian. jangan lupa buat selalu menghargai karya orang. ingetin aku di kolom komentar untuk selalu up cerita. ayo tebak-tebakan ending nya bakal kaya gimana, hehe tulis di komen yah🤗

SEE U TOMORROW

[WIND's 2] MUHASABAH CINTA WINDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang