#22. Jadi Asisten Dosen

109 10 0
                                    


05.00 PM.

Selamat sore Wahai Sunset hidupku

***

Windara dan Azhar pergi ke Bandung, ke salah satu kampus tempat windara dulu kuliah.

"Kamu ikut atau nunggu di mobil." Tanya Windara.

"Lama?"

"Agak lama, kamu tunggu di masjid aja. Dikit lagi ashar juga." Jawab Windara.

Azhar menunggu di masjid sedangkan Windara ke lantai atas untuk menemuin dosennya. Sebenarnya bukan kemauan windara menjadi asisten dosen tapi dosen itu sendiri yang meminta.

"Sore, pak dosen."

"Sore, Windara. Kemana aja dosen kamu sudah menunggu kamu tuh."

"Dosen saya?" tanya Windara.

"Kan kamu yang menjadi asistennya kan?"

"Iya saya asisten bapak kan?"

"Lah kamu bagaimana, kamu akan menjadi asisten dosen Pak Fahmi. Dosen baru yang baru pindah ke sini."

"Yah, kok gitu sih pak. Kirain bapak." Keluh windara.

"Cepat kamu temui. Diruangan itu! Keburu dia ngamuk."

Windara sangat gugup untuk menemui dosennya, dia bahkan tidak tahu wajah dan watak dari dosennya itu bagaimana jika nanti dia telah menjadi asisten nya dan dia tidak ada kecocokan.

"Silahkan masuk."

"Sore, pak." sapa Windara.

"Biasakan mengucap salam jika masuk. Kamu islam kan?"

"Ya Saya islam, maaf pak."


Saat windara ingin duduk, suara azhan bergema diruangan itu. Suara itu berasal dari alarm ponsel milik dosen windara.

"Sudah azhan, kita sholat dulu." Ajaknya.


Dosen windara sama sekali bukan seperti dosen yang pernah Ia temui, biasanya dosen itu umurnya sudah matang, namun lihat dirinya. Dia seperti seumuran dengan Azhar.

Setelah sholat windara kembali menemui dosennya.

"Nama kamu siapa?" tanya dosen
.


"Cut Windara Ayu, Pak." Jawab Windara.

"Oke Cut kamu boleh pulang."

"Hah? Pulang?"

"Iya kamu boleh pulang, untuk apa kamu disini." Ucap dosen.

"Gak ada yang ingin dibicarakan, pak? atau omongan gitu."

"Sama sekali tidak ada, mari saya antar." Ucap cuek.

"Kamu kemari dengan siapa?" tanyanya.

"Ada teman saya." Jawabku berbohong.

"Oh iya nama saya fahmi, kamu boleh panggil fahmi tanpa embel-embel pak."

"Baik, fahmi."


Ternyata fahmi mengantar Windara sampai mobil. Mobil pun sudah dibukakan Azhar. Azhar ternyata sudah menunggu di dalam mobil.

"Oh iya Windara, saya boleh minta kontak kamu." Tanya Fahmi.

"Boleh pak, eh maksudnya Fahmi." Windara dan fahmi tertawa kecil.

"Yah lowbet ternyata."

"Yaudah gakpapa. Next time masih bisa kok." Ucap Fahmi.

"Masih lama?" Azhar melongok dari mobil.

"Itu siapa?" tanya Fahmi.

"Temen aku. Aku duluan yah. Assalamu'alaikum."


Fahmi pun menjawab salam.

--

Azhar yang baru mandi seperti kaget melihat ponselnya sendiri, Ia seperti kesal sendiri,

"Ngapain sih nih orang?" gerutu Azhar.

"Kenapa?" tanya Windara.

"Kepo banget sih." Windara tidak mnyauti azhar dan terus fokus terhadap laptopnya.

"Wey, jangan deket deket kalo liat laptop." Azhar menarik kepala ku untuk mundur ke belakang.

"Azhar sakit, ih." Windara kesal.

"Ih ini anak sama bapaknya kenapa pada ngeselin sih." Azhar malah ngomong sendiri saat melihat ponselnya. Windara yang kepo langsung merebut ponsel milik Azhar.

"Ya ampun anak pak dokter nanyain kontak eyke, cyiin." Windara meniru suara banci.

"Ngapain main rebut sih, sini kembaliin."

"Gak mau wlee,, " Windara berlari ke arah kasur agar Azhar tak bisa menangkapnya.

"Kembaliin Windara."

"Ini anak pak dokter keceh juga ternyata."

"Genit banget sih, sini balikin."

"Gak mau." Windara terus menghindar. Azhar terus mendekatinya namun naas saat Azhar ingin menangkap ponselnya kakinya tersandung bantal mengakibatkan badannya menindih tubuh Windara.

Jarak mereka kini sangatlah dekat, tak ada penghalang di antaranya. Azhar malah terus menatap lekat mata Windara tanpa ada niatan untuk melepaskannya.

"Saaakiiit Azhar, ih.." teriak windara menggelegar karena badannya remuk ditindih oleh Azhar.

"Sayang gak papa kan." Teriak bunda dari luar kamar. Windara tidak menyangka kalau bunda lewat kamarnya.

"Ya ampun ada bunda." Ucap Windara.

"Zar pelan pelan aja. Kasian Windara," ucap ayah yang terkikik tertawa.

"Udah pelan nih yah." Teriak Azhar membalas.

"Ih, apaan sih Azhar. Bohong Ayah kita gak ngapa-ngapain kok." Teriak Windara.

"Sayang sini yang mana yang sakit." Suara azhar sengaja di keras kerasin untuk meledek Windara.

"Ih,, Azhar." Windara mencubiti perut Azhar.

Windara masih memanyunkan mulutnya, ponsel Azhar masih berada di tangan Windara.

"Windara sayang, balikin yah. Nanti takut ada callingan dari rumah sakit."

Windara hanya menggeleng. Ia kesal akibat ulah Azhar tadi, memalukan dirinya didepan Ayah dan Bunda.

"Jangan manyun, minta di cium."

"Ih,, apaan sih." CUP pipi Windara kini menjadi kepiting rebus karena azhar menciumnya.

"Yes dapet." Ucap Azhar setelah mengambil ponselnya dari tangan Windara.

"Kelemahannya berarti di cium. Besok-besok mending cium tiap hari." Ucap Azhar.



LANJUTKEUN->

[WIND's 2] MUHASABAH CINTA WINDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang