#18 Untung Sakit, hehe

120 8 0
                                    


Saat azhar masuk ke dalam kamar, ia melihat tubuh windara sudah berada di bawah di lantai yang beralaskan karpet. Padahal sudah di buat kesepakatan untuk berselang seling setiap hari untuk siapa yang tidur di kasur.

Mungkin windara lupa pikir azhar.


Azhar justru tak membangunkan windara untuk bertukar posisi dengannya. Ia malah merebahkan dirinya di kasur seorang diri.

Aku tak lagi mengenalmu, zhar

Tubuh windara bergetar menahan tangis yang tidak ingin azhar ketahui. Ini sangatlah sakit, lelaki yag selama ini dia kenal, ia kagumi, berlalu lalang hinggap di kehidupannya kini justru menaganggapnya sebagai oksigen yang tak nampak.

Azhar kembali terbangun dari tidurnya, ia lupa sesuatu. Ia tadi melihat windara tidak memakai selimut yang memunculkan inisiatifnya memberi selimut kepada windara.

Azhar masih memandangi punggung isterinya yang gemetar.


"Windara." Panggil azhar. Windara masih tak mampu menjawab dan berpura pura untuk tidur.

Azhar menghampiri windara, "Kamu kenapa nangis?"


Windara segera menyeka airmatanya, "Enggak papa, Cuma mimpi buruk. Oh, iya lupa aku belum sholat." Windara segera bangun dan beranjak ke kamar mandi.

Ia segera membilas airmata kehancurannya dan segera berwudhu.

Azhar terus memperhatikan gerak gerik windara, windara hanya bersikap biasa saja dan segera menunaikan sholat.


Setelah selesai sholat windara kembali merebahkan dirinya di karpet.

"Gak mau tidur di kasur, giliran kamu." Ucap azhar.

Windara hanya menggeleng menandakan tidak ingin. Windara menenggelamkan kepalanya ke bantal miliknya dan membelakangi azhar.

Tubuh windara terasa hangat saat ada selimut yang azhar pasangkan untuknya tanpa ada sepatah kata dari mulutnya. Windara hanya bergumam dalam hati,"terimakasih."

--


Azhar bergerak ke kamar membangunkan windara, tapi nihil windara tidak ada di kamar.

Hoek hoek

Suara itu terdengar dari kamar mandi, azhar menelusuri ternyata windara yang muntah. Windara terus memegangi perut dan kepalanya.

"Kamu kenapa?"


Windara tak bisa menjawab mulutnya terus mengeluarkan cairan bening. Azhar memapah windara ke kasur dengan hati hati.

windara memuntahkan semuanya di paha azhar tanpa sengaja, tapi azhar tidak memarahinya. Ia sibuk dengan peralatan dokternya mengecek keadaan tubuh windara.

Saat azhar ingin mengecek keadaan isterinya, ponselnya berbunyi.


"Hallo."


...

"Saya berangkat agak siangan, nanti kamu atur jadwal saya dengan dokter rosdi yah."


...

"Baiklah."

"Nanti gak usah mandi dulu, kamu masuk angin mungkin karena semalam tidur di lantai." Ucap azhar merasa bersalah.

Windara tidak mampu berkata mulutnya sangat kelu dengan mual terus menghinggapi dirinya.

"Mau kemana?" ucap azhar yang melihat tubuh windara ingin bergerak.

"Mau ngambil minum."

"Biar aku yang ngambil." Azhar mengambil gelas kosong dari tangan windara.

"Em,, gak usah, bisa sendiri." Windara kembali merebut gelasnya dari azhar. Dengan tergeok-geok windara berjalan, azhar mengikutinya dari belakang.

"Gaya banget sih, sini aku ambilin." Kini azhar mulai kehabisan kesabaran melihat windara kerepotan dengan jalannya.

"Nih minum." Azhar menyodorkan gelas berisi air putih.


Windara tidak mau menerimanya, ia terus tidak memperhatikan azhar.

"Gak mau minum, mau apa?" tanya azhar.

Windara terus diam tak satupun mengeluarkan sepatah kata.


"Aku taro sini." Setelah azhar menaruh gelas di meja, windara baru mau mengambilnya.

"Ya Allah, cewek emang susah di tebak." Windara masih menyerupu air putihnya.

"Zhar, kok belum berangkat ke rumah sakit?" tanya bunda yang lewat depan kamar azhar.

"Siangan berangkat nya, bun. Ngurus bocah dulu." Bunda hanya mesam-mesem.

"Kenapa emang bocahnya." Tanya bunda yang justru meledek.

"Drama sinetron pagi pagi, bun." Bunda hanya terkekeh.

"Kamu ini emang acara indosiar apa ada dramanya. Kenapa windara?" tanya bunda pada windara.

"Pusing sedikit, bunda."

"Cuma masuk angin bunda, gak kuat ac." Timpal Azhar.

"Yaudah banyak istirahat ya sayang, azhar mending cepet mandi nanti telat ke rumah sakitnya."

"siap bunda." Ucap azhar.

--

Azhar tengah melayani pasien yang hari ini banyak sekali orang yang datang ke rumah sakit karena musibah dari Allah, astagfirullahaladzim. Tapi itulah hidup jika tidak ada sakit kapan kita akan dekat kepada sang pencipta sakit itu sendiri.

Tadi ada seorang suster datang ke ruangan azhar, bahwa akan ada pertemuan dokter yang baru di rumah sakit. Azhar pun segera beranjak ke ruangan rapat para dokter.

Setelah berkenalan dengan dokter baru itu, azhar beranjak ke ruangan dokter aziz yang mana beliau dokter senior.

"Gimana, zhar." tanya dokter aziz.

"Gimana apanya?" Kening azhar mengkerut.

"Sayang sekali yah, hilya harus pindah. Saya banyak sekali menerima curhatan pasien bahwa mereka ingin berkonsultasi dengan hilya saja. Ya, namun apadaya dia memang tidak akan balik lagi kesini ya kan."

"Apa? Dia gak bakalan balik kesini dokter." Tanya azhar.

"Sepertinya tidak saya baru saja melihat surat pengunduran dirinya, sanagt di sayangkan memang. Dia juga kayanya akan menjadi dokter disana bukan di Indonesia." Jelas dokter aziz.

Dalam benak azhar sangat merasa kehilangan, namun kata kata dari fahri terus terngiang di otak azhar

"Buat apa lo mikirin dia sih, bro. Dia udah pergi dan gak akan kembali. Buat apa lo perjuangin sesuatu yang sia-sia."

Apa memang benar, ini semua jalan dari Allah. Bahwa harus mengikhlaskan hati yang ingin pergi dan menerima hati yang baru. Namun apakah mungkin bisa.

--
JANGAN LUPA LIKE


[WIND's 2] MUHASABAH CINTA WINDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang