🌌 citrus. | ✓

| 019

"tadi kenapa sampe kehujanan, hm?"

"ya kehujanan, bang. takdir lah,"

"kenapa nggak jaga-jaga bawa payungㅡ"

"nggak punya payung,"

"atau jas hujanㅡ"

"ketinggalan di motor,"

"kenapa nggak bawa motor sendiriㅡ"

"aku males,"

namanya arzanka namjoon prasetya, abang satu-satunya taehyung, kuliahnya tinggal skripsi sambil magang, masa depannya sudah mapan terjamin. tapi masih saja pusing karena ulah adik semata wayang yang rada bandel.

"kamu tuh dengerin abang dulu, ini belom selesai udah dipotong," namjoon berdecak, membuka tangannya supaya taehyung bisa bersandar di dadanya, "sini, masih sakit kepalanya?"

taehyung hanya bergumam sembari mengangguk pelan, terlalu pusing untuk menjawab dan bersyukur namjoon tidak mengomelinya seperti jiminㅡwalau nyatanya, keduanya sama bawel. ia menggerung pelan saat namjoon memijit kepala dan menjadikan lengan abangnya yang bebas untuk dipeluk di depan dada.

"lain kali kalau sudah tahu hujan, jangan diterobos, minimal jangan sampai kena kepala. masih bagus jimin atau abang deket sini, coba nanti kamu KKN jauh, siapa yang nolongin? siapa yang jagain kalo sakit?" namjoon meringis mendapati kulit taehyung masih agak panas, "kamu tuh gampang sakit, udah tahu kondisi badan makanya jaga diri. jangan terlalu hiper. kamu juga yang nanggung."

"..."

"dengerin nggak? atau tidur? atau pura-pura tidur?"

taehyung tersenyum kecil, menepuk-nepuk lengan namjoon, "iya bang, iya," kemudian ditambah dengan nada pelan, "bawel banget,"

"hah? ngomong apa tadi?"

"enggak, bang. aku ngantuk,"

"jangan tidur," cegat namjoon, menepuk lembut pipi taehyung yang sedikit tirus, "kamu belum makan lagi,"

"tadi udaahh..."

"makan lagi biar cepet sembuh,"

"nanti aku muntah, gimana?"

"dikit aja, perut kamu isi. tadi juga makannya nggak sampai tiga sendok, kan?"

"bukan salahku ya kalau ntar muntah di baju abang,"

"terserah, muntahin aja puas-puas. kayak nggak pernah muntahin abang aja,"

taehyung nyengir lagi. "pijitin bagian yang kiri, bang, hehe,"

pusing menyerang lagi dan taehyung pikir ia tertidur, sambil memeluk lengan abangnya lebih erat. lebih tenang karena ternyata, amat sangat diluar dugaannya, abang satu-satunya itu tidak marah padanya. [ ]