"IGD nggak pernah kayak begini," ucap Catur sembari menyandarkan bandannya pada sandaran kursi. Dengan hati-hati dia tidak mengucapkan kata 'IGD sepi.' Menurut mitos itu adalah kalimat keramat yang akan menghadirkan ratusan pasien. Walaupun Catur tidak percaya pada takhayul, kenyataannya jika kalimat itu terucap detik berikutnya dia pasti kerja rodi semalaman. Males banget kan? Jaga malam di IGD dengan santuy seperti ini adalah suatu kebahagiaan yang haqiqi.
"Dokter bener-bener wangi ya? Saya mau jaga malam sama Dokter terus," senyum perawat senior itu pada Agmi.
Agmi tersenyum kecut. Wangi adalah julukannya, itu adalah sebutan bagi orang-orang yang setiap kali jaga pasien selalu sepi dan aman sentosa. Steriotipe itu telah menempel pada diri Agmi sejak hari pertamanya menjadi Koas.
Kurang lebih sudah sebelas minggu lamanya, Agmi menjalani hari-harinya sebagai Koas. Kini dia sedang menjalani stase bedah. State yang katanya orang-orang sangat seru dan menegangkan. Nyatanya setiap kali dia jaga, pasien selalu sepi. Kenapa bisa begitu? Agmi sendiri heran.
Setiap hari dia memohon agar besok bisa mempelajari satu saja prasat bedah yang sederhana. Namun sampai hari ini doanya belum dikabulkan. Ya bukannya dia mendoakan orang lain celaka, tapi kan sebagai seorang calon dokter dia harus mempelajari cara menangani pasien dengan benar.
IGD memang tempat tongkrongan bagi koas. Stase apa pun, pasti ada kewajiban untuk berjaga di IGD seperti malam ini. Bahkan tempat keramat bernama IGD saja bisa sepi karena ada makhluk bernama Agmi yang numpang lewat. Apa sebaiknya dia mengikuti saran dari teman-temannya buat ikut ruqyah yah? Mungkin benar ada hantu kesehatan yang menempel pada dirinya.
Ah, sungguh miris sekali. Seharusnya dokter itu bahagia kalau pasien sepi karena itu tandanya orang sehat semua, tapi ini justru siksaan bagi Agmi. Bagaimana skillnya bisa berkembang kalau dia tidak pernah menangani kasus apa pun? Agmi selalu iri pada teman-temannya di asrama yang tiap kali ketemu selalu menceritakan keseruan mereka dalam menangani kasus. Kapan dia diberikan kesempatan seperti itu?
Agmi menghela napas. Baiklah, mari kita lihat sisi baiknya saja. Kalau pasien sepi seperti ini, berarti dia bisa bekerja.
"Kak Catur, saya boleh ngerjain tugas, kan?" Agmi meminta izin pada perawat jaga IGD itu.
Pria itu mengembangkan senyumannya. "Santai saja, Dok. Kan nggak ada pasien."
Maka Agmi mengeluarkan laptop dari dalam tas. Dia menyalakannya dan membuka folder kerja. Nama-nama teman satu angkatan ada di sana semua. Agmi mengetuk-ngetukan jari ke meja sembari berusaha mengingat. Yang sudah mepet deadline ada kerjaannya Shinta. Oke, mari kerjakan tugas anak itu dulu.
Agmi membaca kembali deskripsi tugas yang diberikan Shinta dalam foldernya. Mengerjakan makalah orang lain seperti ini adalah pekerjaan bagi Agmi. Dia cerdas jadi makalah yang dia tulis selalu bagus. Maka dengan kepiawaian itu dia menawarkan jasa pada teman-temannya untuk mengerjakan tugas mereka. Sebagian temannya adalah anak-anak kaya yang tidak terlalu pandai. Mereka menjadi dokter atas desakan dari orang tua. Dokter itu kan pekerjaan yang prestisius banget bagi sebagian besar orang. Karena mereka punya uang, jadi mereka tak keberatan membayar Agmi. Ini adalah sebuah simbiosis mutualisme dan cara Agmi untuk bertahan hidup.
Yah, sejak ayahnya kabut dengan pelakor tahun lalu hidup Agmi benar-benar berubah. Dulu Agmi hidup dengan nyaman. Dia tak pernah memusingkan uang jajan sama sekali, tapi kini dia harus bekerja rodi seperti ini hanya untuk membayar tagihan SPP-nya yang masih menunggak. Untuk saja Prof Sarwono, Dekannya berbaik itu memberikan keringanan dan juga penangguhan biaya SPP. Pria itu bahkan memberikan Agmi pekerjaan sampingan di lab untuk membantu penelitiannya. Namun bagi Agmi gajinya itu masih belum cukup untuk menghidupi keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Menikahi Dokter (Republish)
Romance"Ayo kita nikah." Agmi terdiam sejenak. Sepertinya ada yang salah dengan pendengarannya. Apa mungkin karena dia kelaperan banget otaknya jadi agak geser ya? "Apa, Dok?" tanya Agmi akhirnya. "Ayo kita nikah," ulang Reno lagi dengan senyuman manis ban...