.
"Maaf, aku yang salah."
"Kalian yang salah." koreksi Dilan, tanpa ampun. Leo mengalihkan pandang. Nggak tega melihat cewek di hadapannya itu tertunduk dan ketakutan, tapi juga nggak punya alasan untuk membela.
"Sam, how did you become this shitty?"
"Lan," Jeffri berusaha menegur. "We're not going anywhere kalau lo kayak gini terus. Calm down, okay?"
Dilan menghela napas. Cowok itu memejamkan mata sejenak. Biasanya, kalau salah satu dari mereka berulah, entah itu Jeffri yang terlambat datang latihan, atau Leo yang membatalkan janji seenak jidat, Dilan adalah pihak yang lebih memilih bungkam dan nggak ikut menghakimi.
Tapi hari ini, cowok itu justru jadi penghakim satu-satunya.
"Gue udah bilang kan, pas lo tanya? Gue udah ada janji..." Sammy buka suara. Di dekatnya, Hana terduduk, masih menunduk.
"Dan lo juga udah bilang pas gue tanya, kalau lo bakal usahain," balas Dilan.
Sammy menghela napas. "I did, Lan. Gue beneran ngusahain."
Hening setelahnya. Dilan mengusap kasar wajahnya.
Mereka akhirnya menyelesaikan penampilan tadi dengan baik, diiringi tepuk tangan meriah dan respon super positif seperti biasa. Tapi setelah turun panggung, keadaan mereka justru nggak baik.
Meminjam salah satu ruang kelas di gedung Psiko yang tadi dijadikan semacam waiting room buat mereka, anak-anak The Rose akhirnya mengadakan sidang.
Menyidang Hana dan Sammy tepatnya.
Iya. Hana. Sammy terlambat datang ke Fakultas Psikologi—lokasi mereka manggung—karena abis jalan sama cewek itu, entah dari mana.
Dilan yang pertama liat sosok Hana di backstage sebelum mereka manggung tadi. Cewek itu sama berantakannya sama Sammy. Seolah habis lari-larian dari jarak yang lumayan jauh. Jadi begitu turun panggung dan masih menemukan Hana di backstage, Dilan tanpa basa-basi langsung meminta cewek itu untuk ikut mereka dulu.
Mau ngobrol, kata Dilan.
"Sam, maksud gue," Dilan udah berhasil menurunkan tensinya. Suaranya sekarang jauh lebih tenang daripada beberapa menit yang lalu. "Kalau dari awal lo emang udah ada agenda, ya mending kita nggak usah maksain tampil. Kalau dari ditawarin, kita bilang nggak sama panitia, kan nggak ada masalah. Lo bisa bebas jalan tanpa harus buru-buru balik. Gue bisa nyantai di kosan, atau gangguin Lele. Jeffri bisa..." Dilan berhenti sebentar. "...join gue buat gangguin Lele, misalnya."
Kata-kata Dilan bikin Hana takut-takut mengangkat kepalanya. Dia menatap cowok itu nggak percaya. Belum ada sepuluh menit sejak Dilan bicara pakai nada ketus banget ke dia, dan sekarang cowok itu udah ngomongin hal lain yang seolah cuma lagi bercanda?
"Gue tahu kita cuma band ala ala, nggak ada apa-apanya, mungkin nggak serius," kata Dilan lagi. Bikin tiga orang di sekitarnya menoleh dengan tatapan kurang nyaman. "Tapi kita udah punya nama di kampus? Seenggaknya, kita bisa... apa ya? A bit professional?"
Sammy menghela napas lagi. Dia tahu Dilan benar. Satu-satunya yang salah dari kata-kata Dilan adalah dia bilang band mereka nggak serius.
Karena buat Sammy,
The Rose adalah salah satu hal paling serius di hidupnya.
"Gue minta maaf," Sammy berhenti, menatap teman-temannya. "Gue terlalu greedy. Di satu sisi gue nggak mau batalin janji karena gue udah terlanjur lebih dulu janji sama Hana sebelum kita ada agenda. Tapi di sisi lain, gue nggak bisa nolak chance sekecil apapun to be on stage." Sammy mengusap wajahnya. "We are all longing for the stage, aren't we?"
Ketiganya terdiam. Hana pun ikut diam. Dia bisa merasakan seberapa besar Sammy mencintai musik hanya dengan mendengar penuturan cowok itu barusan.
"Harusnya," Hana bersuara pelan. "Kamu bilang aja, Sam, kalau emang mau manggung. Kalau aku tahu, aku gak bakal—"
"Iya, itu juga salah gue karena sengaja nggak bilang lo," Sammy memandang Hana. "Thought I can handle all these alone. I was being too greedy, sori."
"Harusnya panitia-panitia acara tuh jangan bikin acara di hari Sabtu," timpal Jeffri, ikut buka suara. "Udah tahu malem minggu waktunya orang pacaran."
Dilan menoyor kepala cowok jangkung itu, sementara Jeffri tertawa.
Leo ikut tertawa garing, menyelamatkan suasana.
"Gue minta maaf," Sammy bicara lagi. "Gue janji yang kayak gini nggak bakal kejadian lagi."
Dilan mengangguk-angguk. "I have your words, then."
Hening beberapa saat. Sampai Jeffri bertepuk tangan. "Udah, udah. Udah dooongg, sayang-sayangku. Jangan berantem gitu dong, ah."
Dilan menendang tulang kering Jeffri sampai cowok itu mengaduh kesakitan. Sammy tertawa kecil. Hana diam-diam menikmati suasana di hadapannya sekarang ini.
Meski dia baru aja disidang karena dianggap sumber masalah,
Hana bisa merasakan cowok-cowok ini sebenarnya anak-anak baik. Yang saling peduli satu sama lain, lebih dari sekedar partner.
Hana bisa ikut merasakan kehangatan di antara mereka.
Sayangnya,
Nggak ada yang sadar kalau Leo justru nggak nyaman sama suasana malam ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
We're In The Rain✔
General Fiction"do you hear me?" . . . Sammy, Leo, Dilan and Jeffri stayed in the same band for like two years already. People claimed they do look like siblings, or some family members. But, that doesn't mean they know each other that well. Sad truth. ㅡOct, 2018...