19.0

311 88 6
                                    

.

Dilan baru akan memasukkan kunci kamarnya ke lubang kunci ketika pintu di sebelah kamarnya tiba-tiba terbuka.

Membuatnya mematung.

Dari kamar sebelah, muncul sosok Leo yang kelihatan sama kagetnya sama Dilan. Seolah nggak berharap mereka akan bertemu setelah berhari-hari saling menghindari.

Hampir satu menit mereka cuma berdiri canggung di posisi masing-masing.

Sampai Dilan menghela napas.

"Le," katanya, menghadap Leo. "Gue minta maaf ya."

Pupil Leo membesar, tapi cowok itu buru-buru menyembunyikannya. Dia sama sekali nggak mengharapkan permintaan maaf yang tiba-tiba itu, meskipun, sejujurnya, sedikit rasa lega menghampiri Leo.

"Gue yang salah," tutur Dilan lagi. "Sori."

Leo angkat bahu. "Took you long enough." katanya datar. "Untung gue orangnya baik hati."

Dan perubahan nada bicara Leo seketika membuat Dilan melihat ke arahnya, gagal menahan senyum.

"Nyesel gue manggil," gerutu Dilan, setengah bercanda.

"Yeee," seloroh Leo. "Bagus dimaafin."

"Alah," balas Dilan. "Gak usah ngetok kamar gue lagi lo kalau malem-malem laper butuh stok indomie."

"Loh????" Leo menatap nggak terima. "Gak usah ngetok kamar gue lagi lo kalau malem-malem tiba-tiba homesick."

"KAPAN GUE NGETOK KAMAR LO PAS HOMESICK???"

"Oh iya, nggak pernah," Leo tertawa. Pun Dilan, setelah beberapa saat memelototi Leo karena membawa topik homesick yang nggak disukainya.

"Lo dari mana?" tanya Leo akhirnya. Dilan cuma angkat bahu, enggan menjawab. Jadi, Leo nggak bertanya lebih lanjut.

"Lo mau kemana?" balas Dilan, bertanya balik.

Leo nyengir.

"Beli indomie," dia menahan tawa. "Musuhan sama lo gak enak ternyata, Lan. Gue kehilangan stok indomie gratis."

"Sialan," Dilan ketawa, setengah kesal. "Sana masak air, nanti gue nyusul ke dapur."

Leo ber-hehehehe garing. Antara senang, temannya sudah kembali. Plus senang nggak jadi keluar uang cuma buat mie instan.

"Siap, Bos!"

.
.
.

"Lan," Leo menghentikan kunyahan. Tiba-tiba merasa nggak enak. "Yang gue bilang soal Sam itu—"

"Udahlah, Le."

Leo bungkam. Dilan baru saja menceritakan semuanya. Soal imawho dan Sammy. Semuanya.

"Gue tahu lo ngomong yang jelek-jelek tentang dia waktu itu karena lagi emosi," kata Dilan, di sela-sela kunyahannya. "Tapi ya, emang ternyata yang lo omongin ada benernya."

Dilan tersenyum miring, bikin Leo ngeri sendiri.

"Tapi, Lan, Sammy—"

"Nggak sejelek itu juga. Iya, gue juga tahu."

Leo diam lagi. Kadang, meski udah tinggal sebelahan selama dua tahun bareng Dilan, Leo harus mengakui ada masa-masa dimana pemikiran Dilan masih aja bikin dia terkejut.

Hening setelahnya. Yang terdengar cuma suara mie yang diseruput.

"Daripada lo mikirin gue sama Sam," Dilan bersuara lagi, sambil mengunyah. "Ngaca anjir, kalian berdua kan juga belom baikan."

Leo meringis.




***

Pendek ya, hehe. Sabar ya :")

We're In The Rain✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang