.
"Oi!" Leo melambai pada seseorang di pintu cafe. Bikin Dilan, yang duduk di sebelahnya, ikut menoleh.
Menemukan sosok jangkung Jeffri di sana,
Dengan Sammy di sisinya.
Seketika, Dilan melirik Leo malas. "You planned this with the tall guy, didn't you?"
Leo cuma nyengir.
"Sori ya, lama," kata Jeffri, setelah mendekat. "Took an effort and everything to get this guy out of his cave."
Leo tertawa, Sammy nyengir garing.
Nggak berniat menyangkal kalau dirinya memang susah diajak keluar kontrakan sejak The Rose-nya berantakan.
"Duduk, duduk," Leo memberi isyarat dengan tangannya. Seolah disengaja, Sammy dan Dilan duduk berhadapan.
Dilan masih sibuk dengan ponselnya sementara Sammy memikirkan cara membuka suara.
"Eh," Jeffri berdiri canggung. "Le, temenin gue yuk, mesen dulu."
"Oke!"
Leo buru-buru bangkit. Berbasa-basi pada Sammy dan Dilan supaya mereka menunggu sebentar, kemudian ia dan Jeffri bergegas dari sana. Menghilang.
Disusul dengusan Dilan yang bergumam, "Nggak alus banget sih. Mesen kan bisa di sini, gak mesti ke counter."
Hening.
Sammy melirik Dilan yang kelihatan tidak ingin bersusah payah membangun komunikasi. Cowok itu sibuk sendiri, seolah cuma Sammy yang merasa canggung di sini.
"Lan," Sammy akhirnya mencoba bersuara.
Dilan menghela napas. "S'okay," matanya mengarah pada Sammy. "Whatever you want to say, I'm just gonna say it's okay."
"Lan, gue—"
"Gue baru sadar gue juga tolol," sambung Dilan, sebelum Sammy menyelesaikan kalimatnya. "Kita kenal udah lama, nge-band bareng udah lama, gue tahu musik lo, tapi bisa-bisanya gue gak sadar kalau itu lo."
Sammy menelan salivanya sambil berusaha menerka kemana arah pembicaraan Dilan.
"Gue yang se-ignorant itu karena nggak tahu, tapi gue juga yang marah-marah nggak dikasih tahu," Dilan tersenyum tipis, sorot matanya lelah. "Stupid, aren't I?"
Diluar kemauannya, Sammy menghembuskan satu napas, sama lelahnya. "Gue nggak pernah cerita ke siapa pun soal imawho, gue bahkan nggak tahu kalau Lele udah tahu," ia berhenti sebentar, menatap Dilan. "Imawho beneran cuma alter gue, tempat gue lari kalau mulai capek sama judgement orang-orang yang ngerasa ngemusik tuh nggak penting dan gak nyambung buat anak Ekonomi," Sammy tersenyum getir. "Dan gue gak bilang sama kalian bukan karena gak percaya atau apa. It's just... Easier to let it be."
Dilan mengangguk, menyetujui.
"Gue tahu," katanya. "Aneh aja rasanya. Kayak dibegoin sama orang yang lo kira paling lo kenal."
Sammy meringis dalam hati. Ia tahu Dilan dan prinsip-prinsipnya. Ia kenal Dilan dan logika berpikirnya. Jadi, sedikit banyak, Sammy memutuskan untuk nggak membantah.
Kepala Dilan lalu tertoleh ke arahnya. "Tapi ya still, that's your privilege."
Keduanya terdiam lama, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Track lo enak-enak." kata Dilan akhirnya, memecah keheningan. "Screw everyone who said anak Ekonomi nggak nyambung ngemusik. Gue bahkan mikir lo lebih nyambung sama musik daripada ekonomi."
Mau nggak mau, Sammy ketawa. Perasaannya sekarang jauh lebih ringan. Dia masih nggak berniat membantah apa-apa. Toh, Dilan adalah salah satu orang yang juga tahu kalau Sammy sebenarnya lebih memilih jurusan Arsitektur Interior dibanding Manajemen.
"Still, sorry," kata Sammy. Membuat Dilan menggeleng.
"Gue yang minta maaf karena udah bereaksi kayak kemaren. Sorry, then?"
Sammy melengkungkan senyum. Sulit baginya buat nggak tersenyum setelah semua bebannya beberapa hari terakhir ini akhirnya terasa terangkat sepenuhnya.
"Udah kelar belom?" Leo tiba-tiba muncul, duduk di samping Dilan, disusul Jeffri yang mengambil tempat di sisi Sammy.
"Diem lo," tukas Dilan. "You guys are romanticizing things way too much."
Bikin Leo dan Jeffri ketawa bersama sementara Sammy nyengir.
Jeffri bertepuk tangan heboh. "Gitu dooong, ngapain sih kalian ribut mulu, ini The Rose kan jadi jobless?"
"Biarin," timpal Dilan. "Rehat bentar. Bosen gue liatnya kalian lagi, kalian lagi."
"Bohong, Dilan kangen kita kok katanya." sambar Leo. Yang langsung memperoleh tatapan nggak bersahabat dari cowok itu.
Lagi, mereka tertawa bersama. Diam-diam, Sammy berusaha merekam kebersamaan ini dalam kepalanya. Ia sudah merasakan seminggu yang menguras tenaga—tenaga psikis, tepatnya—dan membuatnya lelah. Dan saat ini, Sammy hanya ingin waktu-waktu seperti ini bertahan sedikit lebih lama.
Sammy nggak pernah tahu kalau mengenal Leo, Dilan, dan Jeffri akan membuat segalanya bukan hanya tentang The Rose mereka. Tapi juga, tentang menemukan orang-orang yang berarti baginya.
"Ada job nih kemaren," celetuk Dilan tiba-tiba. Membuka ponselnya. "Belom gue tolak, gue bilang mau cek schedule kalian dulu." lanjutnya sambil nyengir.
"Asik!" seru Leo. "Kapan? Dimana?"
Dilan menggulir layar ponselnya. "Jumat ini, sore, di Vokasi. Ambil gak?"
"Ambil lah!" sambar Jeffri. "Gatel gue kangen nge-band sama kalian." sambungnya dengan nada sok melankolis, bikin sebuah tusuk gigi melayang ke arahnya.
"Oke ya, gue iyain nih," Dilan mengetikkan sesuatu di ponselnya. "Mulai latihan kapan?"
"Kapan aja, gue kosong," Sammy menimpali. Dia memang merasakan kekosongan yang lumayan menyiksa karena The Rose terpecah belah kemarin.
"Besok? Lusa?"
"Besok ayo, gaskeun."
"Studio Mas Angga, biasa?"
"Udah ga bisa diskon ya kita di sana?"
"Bego, dih, Jeffri!"
Jeffri ketawa garing. Leo nyengir, berusaha melihat ke arah mana pun, nggak fokus. Sammy pura-pura nggak denger.
"Sori, sori," Jeffri cengengesan. "Bukan masalah diskonnya sih gue. Sayang aja, kita jadi musuhan gitu sama doi, padahal gue sama Dilan kan nggak tahu apa-apa."
Dilan ketawa diam-diam.
"Salah lo pada kenal sama Sammy," celetuk Leo. Bikin Sammy menoleh kasar dengan tatapan nggak suka. "Napa lo? Gue cuma ngulang omongan doi."
Sammy mendecak kesal. Leo ketawa.
"Lagian lo sih, Sam," Leo mulai lagi.
"Apa lagi???" suara kesal Sammy bikin tiga yang lain ngakak bersamaan.
"Alus banget ke dia," sambung Leo, setelah bisa mengendalikan tawa. "Gue yang liat aja baper, gimana Hana-nya."
Sammy cuma bisa mendengus pasrah mendengar teman-temannya mulai menggodanya lagi—menertawakannya.
Setidaknya, sekarang mereka bisa menertawakan topik ini dengan perasaan ringan. Tanpa beban.
Seolah mereka memang tidak pernah memiliki beban terhadap satu sama lain.
***
Happy 1k reads, my lovely We're In The Rain!
Aku nggak tahu sesungguhnya ada yang nungguin kelanjutan cerita ini atau nggak. Tapi kalau ada, aku cuma mau bilang,
Maaf karena aku udah lama banget mengabaikan cerita ini. Padahal sumpah, ini tamatnya dikit lagi banget. Hehehe :")
KAMU SEDANG MEMBACA
We're In The Rain✔
General Fiction"do you hear me?" . . . Sammy, Leo, Dilan and Jeffri stayed in the same band for like two years already. People claimed they do look like siblings, or some family members. But, that doesn't mean they know each other that well. Sad truth. ㅡOct, 2018...