.
"Eh, Hana."
Kelas masih sepi, Leo kebetulan datang lebih cepat hari itu karena harus mengambil barang titipan di koperasi departemen. Jadi, selesai dari sana, ia langsung menuju kelas dan menemukan Hana duduk sendirian di dalam.
Berusaha bersikap santai seperti biasa, Leo meletakkan tasnya di salah satu kursi kemudian mendekati Hana. "Kemarin aman kan, pulang sama Jeff?"
Hana menoleh pada Leo, memberinya tatapan aneh, kemudian hanya bergumam sebagai jawaban.
Menyisakan Leo mematung di tempatnya.
"Han," katanya, mencoba lagi. "Lo kenapa?"
Terdengar helaan napas dalam dari Hana sebelum gadis itu bangkit berdiri. Memandang Leo lurus-lurus.
"Le, sori," katanya datar. "Aku tahu kamu nggak salah apa-apa bahkan nggak tahu apa-apa. Tapi aku beneran lagi nggak pengen ngomong sama kamu, atau siapapun yang bikin aku inget Sammy."
Leo terperangah. Bibirnya membulat dalam kebingungan. "Wait," Leo mengerjapkan matanya beberapa kali. "Lo diapain sama Sammy?"
"Le, please..."
"Han, Sammy ngapain lo?" Leo bergerak refleks menjegal tangan Hana.
"Please," Hana menggerakkan tangannya pelan, berusaha melepaskan diri. "Kita jaga jarak dulu aja ya, Le?"
Dan ketika cewek itu berhasil melepas tangan Leo dari tangannya, tepat sebelum ia berbalik dan pergi meninggalkan ruang kelas, Leo melihatnya,
Hana menangis.
.
.
."Sam, we need to talk."
Tangan Leo tiba-tiba menjegal Sammy yang baru akan memasuki ruang studio. Cowok itu menyeret rekannya masuk. Belum ada siapa pun di dalam. Baru mereka berdua.
"Le," Sammy berontak. "Kenapa sih?"
"Lo ngapain Hana?" tanya Leo, to the point. Tangannya masih menahan lengan Sammy yang berusaha melepaskan diri.
"Gak ngapa-ngapa— ini dilepas dulu bisa gak?" Sammy bertanya kesal. Tatapan Leo nggak bersahabat. Tapi perlahan, lelaki itu melepaskan Sammy.
Sammy membetulkan lengan jaketnya yang tadi ditarik Leo, kemudian menghela napas.
"She did confess," Sammy memandang kemana pun selain Leo. "Gue nggak bisa."
Tahu-tahu, tangan Leo mencengkram kerah jaket Sammy. "Lo ngomong apa sampe dia kayak gitu?"
Sammy mengernyit samar. "Wait," katanya, berusaha menahan lengan Leo. "Lo kenapa sih?"
"Lo yang kenapa?!" sentak Leo, setengah mendorong Sammy ke belakang hingga cowok kurus itu terhuyung sedikit. "Sam, just because—I don't know—you value yourself that much, doesn't mean others are nothing."
Sammy menganga. Dia nggak mengerti banyak hal dan ekspresi marah Leo di depannya sama sekali nggak membantu.
"Le," Sammy berusaha tenang. "Gue nggak ngerti lo ngomongin apa, masalahnya ap—"
"Lo selalu merasa paling bener, itu masalahnya!"
Napas Leo memburu, dan Sammy merasa emosinya mulai ikut menggelegak naik.
"Kalau lo emang mau nolak, lo bisa ngomong sesuatu yang lebih nggak bikin orang sakit hati, kan?" Leo tertawa sumbang. "Jelas aja, Sammy Kaffareza Yang Maha Benar nggak merasa perlu mikirin perasaan orang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
We're In The Rain✔
General Fiction"do you hear me?" . . . Sammy, Leo, Dilan and Jeffri stayed in the same band for like two years already. People claimed they do look like siblings, or some family members. But, that doesn't mean they know each other that well. Sad truth. ㅡOct, 2018...