.
"Jujur ya, Sam," kata Hana tiba-tiba. Mereka masih dalam perjalanan menuju rumah Hana. Berjalan santai, menikmati angin malam. "Sebelum aku kenal kamu, aku pikir kamu orangnya sombong."
Sammy tertawa. Bukan satu dua kali ada yang memberinya pengakuan seperti itu. Padahal, Sammy selalu merasa dia nggak pernah bersikap dingin, bahkan pada orang asing sekali pun.
"Kenapa mikir gitu?"
"Ya, vokalis band," Hana menahan tawa. "Tenar. Populer. Fansnya banyak. Terus," Hana mengecilkan suaranya, "Ganteng."
"Hah?" Sammy menoleh bingung. Terlihat benar-benar melewatkan ujung kalimat Hana.
"Iya, gitu. Kirain kamu sombong, ramah di panggung cuma fake doang."
"Ah," tawa Sammy memelan. "Terus setelah kenal ternyata?"
Hana nyengir. "Baik banget."
Ungkapan jujur itu bikin Sammy gagal menahan senyum. "Thanks."
"Inget waktu semester dua, kamu pernah manggung di FISIP? Acara Festival Jingga?"
Sammy berpikir sebentar. "Oh!" serunya. "Iya, inget. Kenapa?"
"Waktu itu aku jadi panitia," tutur Hana. "Liat kamu, keliatannya baik tapi kok kalau lagi serius mukanya galak banget. Rasanya pengen deketin terus nanya, "Can we be friends?""
Gelak Sammy terdengar lagi. Ya, kalau udah kenal, tawa Sammy emang semurahan itu.
"Harusnya tanya aja," kata Sammy di sela tawanya. "I'm friending everyone."
Hana tersenyum. Perasaannya menghangat. Sammy memang orang yang baik.
Dan Hana nggak bisa bohong,
Perasaan sukanya pada Sammy masih sebesar itu. Malah, sudah bertambah seiring waktu jika masih bisa dikatakan begitu.
Setelahnya, keduanya diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Tinggal lima rumah lagi hingga mereka tiba di rumah Hana.
Dan mendadak, Hana mendapatkan keberaniannya.
"Sam," panggilnya pelan. Membuat Sammy menoleh dengan wajah bertanya. "Do you want to hear some of my TMI?"
Sammy sempat menaikkan alis, berusaha menebak kemana arah pembicaraan Hana. Tapi, lelaki itu cuma mengedik samar. "Go on. I'm listening."
Hana nggak langsung bicara. Ia diam. Hanya helaan napas samar-samar yang terdengar. Hingga ketika mereka sudah berhenti di depan rumahnya, gadis itu mengangkat kepala menatap Sammy.
"Actually, Sam. I like you. A lot."
Sammy diam. Pun Hana. Tatapan keduanya terkunci untuk beberapa saat. Hingga akhirnya, kontak itu terputus. Sammy mengalihkan pandangannya lebih dulu, tersenyum. "Well, thanks," katanya tulus, mengembalikan tatapannya pada Hana. "I'm always thankful to everyone like you. Thank you for liking us."
Untuk sesaat, Hana terperangah. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali.
"No, no," Hana menggeleng samar. "I think you misunderstood my words." Gadis itu berhenti sebentar. Mengalihkan pandang, menarik napas. "Let me correct it," katanya canggung, kembali menatap Sammy. "I like you as Sammy Kaffareza. Not as The Rose's Sammy. Nor I'm talking about your band or anything. Just... You."
Butuh bermenit-menit bagi Sammy untuk mencerna kalimat Hana.
Lelaki itu terdiam. Sementara gadis di hadapannya sudah mengalihkan pandang, menatap sepatunya sendiri. Bola mata Sammy bergerak, menyiratkan kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're In The Rain✔
General Fiction"do you hear me?" . . . Sammy, Leo, Dilan and Jeffri stayed in the same band for like two years already. People claimed they do look like siblings, or some family members. But, that doesn't mean they know each other that well. Sad truth. ㅡOct, 2018...