Peduli

1.2K 76 0
                                    

Baru seratus meter melesat, secara perlahan Gibran memelankan laju mobilnya, sambil melirik kearah spion, ia mengeram merasa kesal pada dirinya sendiri, saat mendapati dirinya menginjak rem dalam-dalam, ketika melihat tubuh gadis itu bergetar sembari menunduk.

"Sial!" Umpat Gibran ia membuka pintu mobilnya dengan kasar, menyambar jaket yang ia sampirkan pada jok mobil, dengan langkah lebar ia segera menghampiri gadis yang menangis itu.

Melodi mengangkat kepalanya saat merasakan sebuah lengan kekar menelungkupi punggungnya, diiringi rasa hangat karena jaket tebal dan besar seakan menyelimuti dirinya.

"Aa?"

Gibran tak menjawab, ia hanya menyeret Melodi sedikit kasar, membuka pintu penumpang dan mendorong Melodi masuk, setelahnya lelaki itu hanya diam  saja dibalik kemudinya tanpa sekalipun menoleh.

🖤

Lima belas menit telah berlalu, namun Gibran masih menelungkupkan kepalanya pada setir mobil, matanya memejam, perang batin dihatinya kini semakin membuatnya sesak.

Melodi, gadis itu masih tertidur disebelah kursi Gibran, wajahnya memucat, Gibran yakin bahwa gadis itu tidak baik-baik saja, sebenarnya Gibran ingin tidak peduli, ingin mengabaikan gadis ini, tetapi apalah daya, hatinya mendobrak kuat perasaan itu, menghancurkan perasaan ingin mengabaikan.


Sekali lagi ia mengutuk dirinya sendiri, saat ia memencet klakson dan memasukan mobilnya ke rumah mewah itu, Gibran turun lalu menggendong Melodi, benar saja suhu tubuh gadis itu tinggi, badannya juga menggigil.

Untuk apa?

Untuk apa gadis ini melakukan ini?

Untuk apa ia menunggu Gibran hingga larut malam?


Untuk apa ia menjelaskan sesuatu jika ternyata tidak ada benang merah dalam penjelasan itu.

"Baby?"

Gibran memejamkan mata, mencoba menurunkan egonya untuk gadis dalam gendongannya ini, walau ia harus merasakan pedih dalam hatinya.


"Biar aku aja." Josh baru akan mengambil alih Melodi, tapi tubuhnya sudah didorong oleh bahu Gibran, sebuah penolakan tanpa suara.

Gibran menoleh ke kanan dan kekiri, ia belum tahu kamar Melodi, bertanya pada Josh sama saja ia mengakui bahwa lelaki itu lebih hebat.

"Kamar Melodi dilantai atas, didepan pintunya ada gambar nada."


Lagi, Gibran memejamkan mata, merasa sudah kalah telak dari lelaki bernama Josh ini, tapi ia tetap melangkah mengikuti apa yang Josh bicarakan.


Gibran tercekat saat ia melihat foto masa muda mereka, ya.. mereka Gibran dan Melodi saat mereka masih memakai baju abu-abu, hanya ada dua foto disana, diatasi nanas dan diatasi meja belajar. Selain itu hanya ada foto Melodi seorang diri dan foto Melodi dengan Bunda Namira dan papanya, Dirgantara.


Tatapan Gibran melembut menatap Melodi, ia menurunkan dengan hati-hati tubuh yang lemah itu, segera ia menyelimuti melodi hingga sebatas leher.

Lancang memang, tapi Gibran membuka lemari pakaian melodi untuk mencari handuk kecil agar ia bisa mengompres, Gibran membuka salah satu lemari, ia kembali tercekat saat melihat sebuah jaket bomber hitam dan sweater navy tergantung dilemari tersebut, hanya ada dua benda itu di slot lemari tersebut, Gibran lalu membuka laci bagian bawah, ia menemukan beberapa handuk berbeda ukuran, hingga ia memutuskan mengambil handuk berwarna putih ukuran kecil dan handuk berwarna kuning ukuran sedang.


❤️

Josh mencebik bibirnya saat melihat Gibran keluar dari kamar Melodi, karena penasaran ia mengikuti Gibran yang ternyata menuju dapur, mengambil baskom lalu mengisinya dengan air.

"Melodi kenapa?" Tanya Josh santai.

Gibran hanya diam, ia sekarang mengambil air putih kedalam gelas dan menaruhnya di atas nampan, disebelah air baskom yang sudah ia isi.

"Hei, Yusuf! Melodi kenapa?"


Gibran menghentikan langkah, menatap Josh marah karena berani memanggilnya Yusuf, siapa Lo?


"Kamu gak sopan, ditanya diam saja." Omel Josh yang juga kesal dengan sikap Gibran.


Gibran tidak peduli, ia kembali naik kekamar Melodi, mengompres kening gadis itu dengan telaten. Gibran membuka jaket yang ia kenakan dan melemparnya ke sofa, waktu terus larut tapi dia belum tenang jika suhu tubuh gadis ini belum juga turun, apalagi melodi masih memejamkan matanya tertidur.

Gibran membanting tubuhnya dengan kasar keatas sofa, memijit pelipisnya yang terasa pening, ia menoleh pada Melodi saat gadis itu membuat suatu gerakan, namun kembali tenang saat melodi tertidur kembali.

Dijarum jam yang menukik ke angka setengah empat subuh, barulah Gibran bangkit dan meninggalkan Melodi, sebelumnya ia mengusap rambut kepala Melodi.

"Cepet sembuh, Cher!"


Tanpa Gibran sadari ada sepasang mata yang mengawasi mereka dengan senyuman kecutnya. Miris!

🖤


Melodi membuka matanya perlahan, sinar matahari langsung menerpa wajahnya, membuat gadis cantik itu harus memejamkan mata berkali-kali.


"Sudah bangun?" Tanya Josh lembut.

"Josh, aku dikamar?"

"Engga kamu di kampus."

Melodi diam, ia sudah sepenuhnya bahkan Melodi sudah bergerak untuk duduk, dengan sigap Josh membantu Melodi duduk.


"Kepala aku pusing banget Josh."


"Iyalah badan kamu panas banget."


Melodi menoleh kearah nakas, disana ada baskom bekas kompres dan segelas air putih, "Josh minum."


Mengikuti permintaan melodi Josh membantu melodi minum, lalu menyimpannya kembali.

"Kok aku bisa disini?"

"Bisalah."

"Gimana caranya?"

"Ya digendong, masa kamu jalan sendiri?"


"Siapa yang gendong?"

Melodi menatap penuh harap pada Josh, semoga saja apa yang diinginkannya benar, setidaknya itu tanda bahwa lelaki itu masih peduli.

"Penasaran banget?"

"Josh!"

"Gue Mel."

"Huh?"

"Maksudnya aku, aku yang bawa kamu kesini." Jawab Josh enteng, membuat bahu Melodi turun, dalam hati Josh tertawa senang.

🖤

My Hidden BadboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang