Pintu ruang rawat Bintang terbuka lebar, Nina dan Bintang sama-sama menoleh ke kearah pintu, ia menatap Bintang dengan tatapan tak percaya, lalu menatap Nina dengan tatapan permohonan maaf.
"Gibran, sory! Tanpa mengurangi rasa hormat gue sama Lo, Lo boleh pergi dari sini, gue pengen sendiri."
Nina dan Gibran membeku, apakah ini puncak rasa cemburu Bintang selama ini? Tetapi lelaki itu selalu memberikan gelagat baik-baik saja?
"Kalian berdua bisa pergi sekarang."
Langsung saja Nina berlari keluar ruangan, menubruk pundak Gibran yang berdiri didepan pintu lalu melewati ya begitu saja, Gibran masih bertahan, tangannya memegang kuat handle pintu.
Bintang dan Gibran saling tatap, "plis Gib!" Mohon Bintang sambil memijit pelipisnya.
Pintu akhirnya tertutup, namun Gibran masih bertahan didalam ruangan ini, bersama Bintang juga rasa sakit mereka berdua.
"Gue gak nyangka fikiran Lo dangkal banget Bin." Ucap Gibran sambil membanting tubuhnya ke sofa, sebetulnya ingin sekali mengejar Nina, namun ia sangat yakin jika hal itu ia lakukan Bintang akan semakin murka.
Bintang meringis merasakan pusing dikepalanya, "Gak usah banyak bacot!"
"Ck.."
"Lo yang kebanyakan bacot! Lo udah berjuang buat dia, Lo udah nunggu dia lama, dia udah nunjukin rasa cinta dia ke Lo, tapi ko berfikir sepicik itu, Bin kalau bukan karena bunda gue dan nyokap Nina sahabatan sampai kayak sodara kita juga gak mungkin sedeket ini."
"..."
"Lo yakin mau ngelepas dia? Hanya karena gue? Bahkan Lo sendiri tau perasaan gue untuk siapa?"
"Kalau gitu Lo egois, Lo lebih milih mentingin perasaan Lo dibanding perasaan orang yang sayang sama Lo!"
Gibran terkekeh ia maju menuju ranjang Bintang, meletakan lengannya diranjang rumah sakit dan mencengkram dengan erat, "Lo yang lebih egois lo hanya ngikutin nafsu Lo, bukan hati lo,! Elo cemburu buta!"
Bintang mengeram demi tuhan bila ia tidak diinfus sekarang, satu tonjokan akan bersarang di pipi Gibran.
🌸
Sudah dua hari Melodi terus-menerus berada diatas tempat tidur, Sandra dan Galih setia datang menjenguk Melodi, begitu pula Nina, farel dan Tomi. Baru kali ia bangkit karena sudah merasa lebih baik, punya perawat dadakan seperti Josh memang ada untungnya, walaupun hatinya masih terasa sakit karena Gibran sama sekali tak menengoknya.
Air hangat membasahi tubuh melodi, membuat tubuhnya lebih ringan dan lebih segar, segera ia membuka lemari pakaian lalu mengenakannya, saat sedang mengeringkan rambut, matanya memicing melihat jaket yang sungguh ia kenali tergeletak begitu saja di sofa, tapi kenapa jaket itu ada disini?
"Josh!" Teriak Melodi.
"Josh!" Panggilnya lagi.
Melodi mendekati jaket lalu, lalu menghirupnya membuat senyumnya seketika mengembang.
"Josh!" Jerit Melodi.
"Ampun deh kenapa?" Tanya Josh dengan muka malasnya.
"Ini jaket siapa?"
Mata Josh langsung terbuka, "punya gue." Jawabnya santai.
"Gue tanya serius!"
Josh tersenyum malu, "iye jaket cowok itu, cowok yang bawa Lo kesini, gendong Lo tapi diem aja gue tanya, sombong!"
"Jadi dia yang bawa gue?"
"Iye neng! Malah waktu gue mau gantian gendong Lo, gue di tubruk sama badannya yang maco itu."
Melodi memeluk jaket itu, tak peduli pujian menjijikan dari Josh untuk Gibran juga tak peduli bahwa Josh selama ini membohongi nya.
🌸
Langkah Melodi terasa ringan saat ini, ia begitu semangat masuk kuliah, sesekali ia merapikan lintingan tangan jaketnya, sebab jaket itu terlalu besar melekat ditubuhnya, tapi ia merasakan hangat yang menyelinap sampai kedalam hatinya.
Namun langkahnya terhenti saat Melodi melihat Gibran berjalan dengan seorang wanita, mereka mengobrol akrab sesekali mereka tertawa, hingga mereka sampai di parkiran dan Gibran menyodorkan helm pada wanita itu.
Mata melodi semakin terbelalak saat melihat helm yang akan dipakai wanita itu adalah helm miliknya. Hati Melodi memanas begitu juga matanya.
Terlebih Gibran menjulurkan tangan untuk membantu wanita itu menaiki motor kesayangannya.
"Aa!" Panggil Melodi membuat beberapa pasang mata menoleh kearahnya.
Wanita yang sudah berada dibelakang boncengan Gibran menoleh, ia terlihat kaget, dalam pandangan Melodi ia melihat gadis itu memeluk Gibran.
🌸
Lagi, suasana kampus mendadak ramai karena kehadiran Josh lelaki bule itu bersorak riuh saat melihat pertandingan futsal, Melodi yang berada disampingnya hanya memutar malas matanya.
"Mel yang itu ganteng deh." Josh menunjuk salah satu mahasiswa, lagi Melodi memutar bola matanya malas, mood Melodi sedang tidak baik hari ini.
"Hey semangat ya! Itu yang nomor tujuh semangat ya, ada salah dari Melodi!" Teriak Josh, membuat lelaki bernomor punggung tujuh melirik dan meringis ngeri.
"Semangat nomor tujuh!" Teriak Josh lagi, "Melodi mendukungmu!"
"Josh!" Geram Melodi, "jangan tambah masalah!"
Josh cengengesan, "gue bercanda deh Mel!"
"Gue bete sama Lo!" Timpal Melodi yang masih melipat tangannya depan dada.
"Yeeeeeee!!!!!" Ternyata tim lelaki bernomor tujuh menang membuat Josh bersorak senang.
"Awwwww!!!!!" Melodi memekik lalu memukul pundak Josh karena tiba-tiba saja bule gila ini menggendongnya selayak karung beras dan memutar tubuhnya.
"Sarap! Gue baru sembuh bego! Turunin gue!"
Melodi semakin kesal, Josh semakin tidak terkendali, ia mungkin bisa memahami Josh tapi ia yakin orang lain belum tentu.
Diujung sana, Gibran mengeram kesal, teriakan Josh dan interaksinya dengan Melodi membuat Gibran ingin berduel dengan lelaki itu.
"Him sorry! Gue gak tau apa-apa." Lelaki yang memakai baju bernomor tujuh menghampiri Gibran, ia merasa tidak enak atas apa yang ia sempat dengar di lapangan.
Gibran hanya berdehem lalu pergi meninggalkan lapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hidden Badboy
RomanceMengandung unsur 17+ harap bijak dalam membaca. Dia yang begitu sempurna, nyatanya....