LS.1

43.2K 1.4K 29
                                    

Sinar matahari menyeruak masuk saat tirai jendela di buka. Tapi gadis itu masih juga betah di alam mimpinya. Dia bahkan makin menarik tinggi selimutnya.

"Sayang. Bangun dong. Ini udah pagi. Kamu harus sekolah." Kata lelaki paruh baya itu lembut.

"Hmm. Lima menit Pa." Sahut gadis itu tanpa membuka mata.

"Gak ada lima menitan. Cepat bangun! Papa udah bikin sarapan pagi. Jadi buruan." Kata pria itu tegas. "Atau kamu mau Papa guyur?" Ancamnya.

Gadis itu langsung bangkit lalu berlari menuju kamar mandi.

Sesekali ia menggerutu. "Dasar Papa. Hobinya main ngancem mulu. Dikira gue tanaman apa, pake di guyur segala." Ocehnya sendiri.

Setelah selesai mandi dan berpakaian, ia keluar dari kamar menuju meja makan.

Saat sampai di sana ia melihat Ayahnya sedang menuangkan susu ke gelas.

Ia kadang bingung. Kenapa Ayahnya itu tidak mau menyewa pembantu untuk memasak. Toh mereka punya uang.

Ketika ia bertanya, Ayahnya hanya menjawab. "Masakan pembantu gak enak. Gak ada cintanya." Begitulah jawaban pria itu.

"Pagi, Pa." Sapanya saat sudah duduk di kursinya. "Lain kali, biar Aurora aja deh yang nyiapin sarapan nya. Kasian Papa pagi-pagi harus masak." Katanya.

Nathan duduk di kursinya. "Kamu bangun aja siang. Gimana mau nyiapin sarapan?" Ujarnya.

Aurora cengengesan. "Papa sih gak mau nyewa pembantu. Kan jadi capek sendiri."

"Gak pa-pa. Papa bisa kok. Lagian masakan pembantu gak enak. Gak ada cintanya." Kata Nathan sakratis.

Tuh kan!

"Aurora kan gak mau Papa repot." Ujar Aurora tak mau kalah.

"Papa gak pa-pa kok sayang." Balas Nathan.

Aurora hanya menghela napas lelah. Berdebat dengan Ayahnya tidak akan pernah bisa menang. Karena apa? Karena orangtua selalu benar.

Mereka makan nasi goreng dengan damai. Tidak ada yang berbicara.

"Gimana sekolah kamu? Lancar?" Nathan bertanya.

Aurora mendongak melihat Ayahnya. "Baik kok Pa." Jawabnya sambil tersenyum.

"Guru kamu sering hubungi Papa. Katanya kamu sering buat masalah di sekolah. Emang ada apa?" Tanya Nathan serius.

"Sebenarnya bukan masalah sih Pa. Tapi aku hanya ngelakuin apa yang aku suka aja. Eh banyak yang gak suka." Jelas Aurora.

"Emang apa yang kamu lakukan?" tanya Nathan lagi.

Aurora meletakkan sendoknya. Lalu mulai menatap wajah Ayahnya itu.

"Yang aku sering lakuin itu." Dia mulai menghitung jari. "Tidur di kelas. Berantem sama temen. Kadang suka ngelawan guru. Kadang aja sih Pa. Tapi Aurora selalu ngerjain tugas kok. Walaupun ngerjainnya di kelas." Jelasnya panjang lebar.

Nathan menatap putrinya itu tak percaya. Kenapa putrinya yang manis jika di rumah ini bisa urak-urakan saat di sekolah.

Bukan wajahnya saja yang mirip. Tapi kelakuannya juga. Batinnya.

"Kenapa kamu berantem sama temen kamu? Apa mereka mengganggu?" Tanya dia ingin tau.

"Ya, gitu, deh Pa. Masa, pas Aurora lagi tidur di ganggu. Ya Aurora tonjok aja tu orang." Ujarnya. "Tapi penyebab utama Aurora berantem itu. Karena mereka ganggu temen aku. Masa orang gak ada salah di bully. Aurora gak tinggal diam dong. Langsung aja Aurora labrak tu orang. Ya udah deh berantem." Ucapnya dengan watados.

Nathan sebenarnya ingin tertawa mendengar penjelasan putrinya itu. Tapi dia memilih untuk memasang wajah biasa saja.

"Kalo masalah itu Papa gak marah. Tapi yang Papa gak suka itu kamu ngelawan guru. Kamu harus hormat sama yang lebih tua. Harus sopan. Ngerti kan sayang?"

Aurora mengangguk mantap. "Papa tau gak kenapa Aurora ngelawan guru?" Tanya dia pula.

"Emang kenapa?" Tanya Nathan penasaran.

"Aurora sih gak banyak-banyak ngelawan guru. Cuma beberapa aja Pa. Tapi satu yang bikin Aurora kesel plus marah." Aurora mulai bercerita.

Nathan sangat serius mendengarnya.

"Tuh Pak Guru ngomong gini. 'Heh anak nakal! Kamu diajari sopan santun gak sama orang tua kamu!? Gak tau hormat sama guru! Jangan-jangan Ibu kamu gak bener lagi!' Gitu Pa. Jelas dong Aurora marah. Langsung Aurora hajar tu Guru sampek masuk Rumah Sakit. Trus ngundurin diri besoknya." Jelasnya berapi-api.

Sedari tadi Nathan juga sedang menahan emosi. Jika di posisi anaknya itu dia juga pasti melakukan hal yang sama.

"Anak pinter. Tapi kamu jangan ngulangin lagi ya." kata dia sambil mengelus rambut gadis itu.

Aurora mengangguk sambil tersenyum. Lagipula sekarang sudah tidak ada yang mengganggunya. Bahkan guru pun tidak ada yang mau menyinggung soal didikan orang tuanya.

☆★☆

#Liza

Lussy Smith [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang