LS.32

12.1K 751 73
                                    


Dua hari berlalu. Akibat penyerangan kemarin, Cafe terpaksa tutup untuk satu minggu ke depan. Meski begitu, gaji karyawan tetap berjalan.

Hari ini, Nathan akan datang ke sekolah untuk bertemu dengan guru bernama Lara, seperti janjinya kemarin.

Bel tanda istirahat sudah selesai berbunyi. Semua murid masuk ke dalam kelas. Begitu pula Aurora dan lainnya.

Kelasnya melewati kelas Dania. Jadi gadis itu lebih dahulu tiba di kelas. Mereka bertiga kembali melanjutkan perjalanan menuju kelas.

Zee sudah tidak masalah jika Aurora dan Dylan bermesraan di depannya. Karena dia sudah memiliki pacar sekarang. Baru jadian semalam. Meski dia hanya menganggapnya mainan, tapi itu lebih baik dari pada tidak punya.

Dikelas hampir semua murid sudah masuk. Mungkin beberapa murid lain masih berada di kantin atau kamar mandi.

"Om Ethan mau pergi ke mana, Lan?" Aurora bertanya saat mereka sudah duduk di bangku kelas.

"Gak tau. Dia sama beberapa anggota polisi lain ditugaskan keluar kota untuk tiga hari ke depan," ujar Dylan.

"Kok aneh. Emang ada apaan?" kali ini Zee yang bertanya.

"Papa gue gak bilang,"

Aurora merasa ada yang aneh. Entah kenapa jantungnya berdetak tidak normal secara tiba-tiba. Pasti ada yang salah.

Alarm tubuhnya mengatakan jika sesuatu yang besar akan terjadi. Tapi apa?

Ting

Ponselnya berbunyi yang berarti ada pesan yang masuk. Dia membuka pesan itu.

Papa: Papa udah di sekolah kamu nih. Sekarang mau ke ruang kepala sekolah.

Nathan ada disini. Berarti pria itu baik-baik saja. Lalu apa yang salah?

Anda: Papa disitu aja. Nanti Aku datang.

Setelah membalas pesan Nathan, dia memasukkan kembali Ponselnya ke dalam saku almamaternya.

"Siapa?" tanya Dylan.

"Papa. Dia udah ada disekolah. Dan sekarang lagi di ruang kepsek," Aurora diam sejenak. "Perasaan gue gak enak," katanya kemudian.

Zee mengalihkan perhatian kepadanya. "Mungkin cuma perasaan lo doang," ujarnya.

Dylan mengelus rambutnya sayang. "Gak usah panik ya." Aurora hanya mengangguk.

Sebenarnya dia masih ragu. Karena alarm tubuhnya tidak pernah salah mengenali bahaya. Entah dari mana dia mendapatkan itu. Yang jelas itu sudah ada sejak kecil. Mungkin seseorang pernah menanamkan sesuatu ke tubuhnya dulu.

Baru juga dia ingin menelungkupkan kepalanya diatas meja. Suara pelatuk di tarik membuatnya kembali tegak.

Lalu seseorang mulai berbicara dengan pengeras suara. "TEMPAT INI SUDAH KAMI KEPUNG! TIDAK ADA YANG BISA KELUAR ATAU MASUK KE SINI! JIKA KALIAN INGIN SELAMAT! BAWA PUTRI LUSSY SMITH KELAPANGAN SEKARANG JUGA!"

Begitu orang itu selesai berbicara, semua panik dan berhamburan keluar kelas. Begitu juga dengan orang yang dimaksud.

Diluar, banyak yang melihat ke bawah. Tepatnya ke lapangan. Karena mereka berada dilantai dua jadi mereka tidak terlalu takut kena tembak.

Dania menghampiri Aurora. "Ra, jangan ke sana." Larangnya.

"Tapi, kalo gue gak ke sana kalian dalam bahaya," ujar Aurora.

Lussy Smith [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang