LS.5

17.9K 964 6
                                    

"Ra, temenin gue belanja ya. Ibu gue nitip banyak ni." Pinta Dania saat pulang sekokah.

Aurora hanya mengangguk. "Tapi gue tunggu di luar aja ya. Kalo gue masuk ntar dompet gue kering. Karena gak tahan pengen belanja." Ujarnya.

Dania terkekeh geli. "Yaudah."

Aurora melajukan motornya menuju mini market terdekat.

Yang awalnya dia hanya ingin duduk di atas motornya, sekarang sudah membawa satu keranjang penuh cemilan. Bahkan nominal belanjaannya melebihi Dania.

Jika Dania hanya 200 ribu. Dia hampir 300 ribu.

Dania belanja apa yang di butuhkan saja. Tidak seperti Aurora, yang kalap jika melihat cemilan.

Sebenarnya, Dania juga ingin seperti Aurora. Tapi dia berpikir untuk menabung. Karena dia ingin kuliah tanpa harus mengandalkan cewek itu lagi.

Semua ilmu yang ia dapat itu karena Aurora. Cewek itu terlalu baik padanya. Hanya orang bodoh yang menganggap cewek itu jahat.

Aurora berhenti di depan rumah sederhana yang bercat putih itu. Lalu Dania turun dari motornya.

"Makasih ya lo udah nemenin gue. Sebenarnya gak perlu lo bayarin. Ibu gue kan ngasi duit tadi." Kata Dania tak enak.

"Gak papa kali. Gue cabut dulu ya. Mau cek Cafe dulu." Ucap Aurora pamit.

"Titip salam ya buat nyokap gue. Bilang, jangan lupa makan." Kata Dania, menitipkan pesan.

Aurora mengacungkan jempolnya. Lalu melajukan motornya pergi.

☆★☆

"Siang Non." Sapa pegawai Cafe itu pada Aurora.

Aurora tersenyum pada mereka. Lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam ruangan kerjanya.

Dalam ruangan itu terlihat wanita paruh baya sedang sibuk dengan berkas surat. Wajahnya terlihat lelah.

Aurora tersenyum, lalu mendekat ke arahnya. "Ibu kalo capek, istirahat aja dulu. Biar Aurora yang nyelesaiinnya." Kata dia lembut.

Wanita itu mengangkat kepalanya, untuk melihat siapa yang datang. Kemudian dia tersenyum saat melihat Aurora.

"Gak papa sayang. Tinggal dikit lagi." Ujarnya.

"Tadi kata Dania, Ibu jangan lupa makan. Trus jangan kecapean." Kata Aurora menyampaikan.

"Iya. Kalian ini perhatian banget sama Ibu. Ibu gak papa kok." Jelas wanita itu.

Aurora tersenyum padanya. Wanita di hadapannya ini adalah Ibu kedua, setelah ibu kandungnya. Karena dia tidak memiliki Ibu lagi, jadi dia menganggap wanita itu Ibunya.

Wanita itu bernama Rina. Ibunya Dania. Aurora memperkerjakan dia di Cafe miliknya, sebagai Manajer. Karena kasian jika Rina harus bekerja sebagai buruh cuci yang gajinya tidak seberapa.

"Nih, Aurora bawain makanan. Dimakan dulu. Biar Aurora aja yang lanjutin kerjaannya." Katanya sambil meletakan bungkusan plastik di atas meja.

Rina menghela napas. Aurora itu keras kepala. Jadi percuma saja bertengkar dengannya.

"Yaudah Ibu makan." Ujarnya.

Rina bangkit dari kursinya dan diganti dengan Aurora. Sekarang cewek itu sedang memeriksa berkas yang ada di depannya.

Cafe nya sudah mulai berkembang ternyata. Terlihat dari hasil pemasukannya. Dia jadi berpikir untuk menaikan gaji pegawai.

Dia tersenyum melihat data grafik yang terus naik. Akhirnya dia bisa juga berguna bagi orang lain.

Setidaknya dia tidak selalu merepotkan mereka.

☆★☆

Setelah memeriksa Cafenya, dia pulang. Ini sudah hampir malam. Sebentar lagi Ayahnya pasti pulang.

Tapi saat di pertengahan jalan, dia bertemu dengan seseorang. Orang itu menggunakan mobil dan menghadangnya. Terpaksa dia nge-rem mendadak.

Lalu keluar seorang pria dari dalam mobil tersebut. Lebih muda dari Ayahnya. Tapi lebih tua dari dia.

Orang itu menghampirinya. Senyum miring tercetak di bibirnya. "Mau apa lo?"tanya Aurora sinis.

"Ikuti aku." Perintah orang itu, sambil menarik tangannya kasar.

Aurora memutar tangan pria itu kebelakang tubuh, lalu mendorongnya kuat. "Enak aja main tarik-tarik. Lo kira gue layangan." Katanya ngawur.

Pria itu bangkit dan hendak menyerangnya. Dia sudah bersiap-siap menerima serangan. Tapi itu tidak jadi karena suara sirene polisi terdengar. Pria tadi langsung masuk kedalam mobilnya dan lari.

Aurora mencari di mana mobil polisi tersebut. Tapi yang datang bukanlah polisi. Melainkan seorang wanita.

Wanita itu turun dari mobilnya mendekati Aurora.

"Kamu, gak papa kan sayang? Kok malam gini kamu masih berkeliaran?" Tanya wanita itu khawatir.

Aurora tertegun sejenak. "Saya gak papa kok Buk. Ibu kenapa ada si sini? Baru pulang dari sekokah ya?" Tanya dia balik.

Wanita itu tersenyum lembut. Membuat Aurora ingin memilikinya sebagai Ibu.

"Iya. Tadi baru selesai rapat. Kamu, Aurora kan?" Tanya dia kemudian.

Aurora mengangguk. "Ibu masih ingat ya sama saya. Jadi terharu. Nama Ibu, Buk Lara kan? Saya tadi tidur, jadi gak denger pas Ibu memperkenalkan diri. Maaf ya Buk." Kata dia, sedikit merasa bersalah.

Lara tertawa kecil. "Gak papa kok. Tapi kamu jangan tidur lagi ya di sekolah. Gak bagus tidur jam segitu. Nanti kena diabetes loh." Ujarnya.

"Iya deh Buk. Lain kali saya gak akan tidur." Kata Aurora berjanji. "Rumah Ibu dimana? Biar saya antar aja. Siapa tau di jalan ada preman. Saya jadi bodyguard, gak papa kok." Cerocosnya tak jelas.

"Bisa aja kamu. Tapi gak papa deh. Ayo." Kata Lara setuju.

Dia masuk kembali ke dalam mobilnya. Dan Aurora juga naik diatas motornya.

Lara jalan duluan di susul Aurora dari belakang.

Selama perjalanan mereka tersenyum bahagia. Seakan mereka baru mendapatkan apa yang diinginkan sejak lama.

"Andai, Mama masih ada. Dia pasti cantik kayak Bu k Lara." Guman Aurora.

☆★☆

#liza

Lussy Smith [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang