LS.4

18.6K 1K 19
                                    

Pagi ini, hari begitu cerah. Matahari sudah menampakkan dirinya dengan bangga.

Semua orang memulai kegiatan paginya. Ada yang ke kantor, sekolah, tetap di rumah, dan lain sebagainya.

Pagi-pagi sekali Aurora sudah tiba di sekolah. Dia bukannya takut terlambat. Melainkan ingin tidur tenang tanpa perlu di ganggu oleh Ayahnya.

"Jangan ganggu gue tidur." Pesan cewek itu sebelum tidur.

Jadi tidak ada yang mau mengganggu dan buat keributan. Karena terakhir kali ada yang mengganggunya, orang itu sudah tak berbentuk. Tentu saja mereka tidak ingin merasakan itu juga.

Sampai guru masuk ke dalam kelas, dia masih tidur. Semua murid duduk dengan tertib. Bahkan Dylan juga sudah duduk diam di sebelahnya.

"Baiklah semuanya. Perkenalkan. Saya Buk Lara. Guru pengganti sementara. Saya harap kita bisa saling menghormati." Jelas guru bernama Lara di depan.

Semua patuh mendengarkan. Kecuali satu orang. Aurora.

Lara yang melihat ada yang tidur dikelasnya, mendekat kearah murid tersebut.

Semua was-was. Mereka takut Buk Lara yang baru itu kena amukan Aurora. Bisa gagal mereka punya buk guru yang cantik.

Saat sudah tiba di depan Aurora. Tangan kanannya terangkat. Mereka mengira guru itu akan memukul atau menggebrak meja. Tapi yang guru itu lakukan adalah mengelus rambut cewek itu lembut.

Karena merasa kepalanya dielus. Aurora mengangkat kepalanya. Dan dia kaget melihat seorang wanita sedang menatapnya lembut.

Tanpa sadar dia memanggilnya, "Mama."

Semua tertawa mendengar itu.

"Mana mungkin anak urakan kayak lo punya Ibu, kayak Bu Lara." Cerca salah satu teman kelasnya.

"Bener tuh." Sahut yang lain.

Aurora jadi malu mendengarnya. Kenapa dia bisa memanggil orang lain dengan sebutan 'Mama'. Itu pasti karena dia baru bangun tidur.

"Sudah diam. Jangan tertawa lagi. Kalian tidak kasian dengan teman sekelas kalian." Kata Lara. Semuanya terdiam. Mereka akan kena semprot dua kali.
Pertama dari buk Lara. Dan yang kedua dari Aurora.

"Kamu jangan tidur jam segini. Gak baik untuk kesehatan. Ayah kamu pasti pernah bilang gitu." katanya lembut.

Aurora seperti kehabisan kata-kata. Dia tidak bisa menjawab apa-apa. Dia diam membatu.

Selama Buk Lara mengajar, tak sekalipun Aurora mengalihkan pandangan. Guru di depannya ini membuatnya ingin sekali menatapnya. Rasanya nyaman.

☆★☆

"Tumben lo gak tidur." Sindir Dania saat masuk ke kelas Aurora.

"Lagi males tidur." Sahut Aurora cuek. "Kantin yuk. Laper." Ajaknya.

Lalu mereka bertiga berjalan menuju kantin.

Sepanjang koridor semua memandang kearah mereka.

"Mereka kok pada liatin kita sih?" Tanya Dylan risih.

"Mereka liatin cowok ganteng." Jawab Dania. Dylan bingung dengan jawaban nya. "Siapa?" Tanya dia lagi.

"Elo, lah." Sahut Dania.

Dylan hanya mangut-mangut mendengar itu. Dia baru sadar jika orang memperhatikan dirinya. Padahal dia tidak merasa dirinya ganteng. Dia rasa wajahnya biasa aja.

Setelah sampai di kantin, mereka mencari bangku kosong untuk duduk.

"Pesenin gue kayak biasa ya." Pinta Aurora pada Dania.

Dania hanya mengangguk. Lalu berjalan menuju kerumunan orang yang juga sedang memesan makanan.

Aurora melihat kepergian Dania. Gadis itu satu-satunya sahabatnya. Mereka bersahabat dari kecil.

Saat itu usianya masih delapan tahun. Tangannya terluka karena ada orang yang mengejarnya. Dia bersembunyi di balik tong sampah.

Ketika dia hampir tertangkap, Dania datang dan membawanya lari. Cewek itu membawanya masuk ke dalam rumah sederhana dan mengobati lukanya.

Mulai dari situlah mereka berteman. Dania berasal dari keluarga sederhana. Kata Ibunya, Ayahnya sudah meninggal saat dia berusia lima tahun. Jadi Ibunya harus banting tulang untuk menghidupinya.

Karena cewek itu sudah berjasa padanya dulu, jadi dia sangat berutang budi. Semua biaya sekolah cewek itu, dia yang tanggung.

Ayahnya tidak tau hal itu. Karena ia menggunakan uangnya sendiri. Dari hasil usaha kecil yang ia dirikan. Ia mempunyai kafe yang lumayan ramai. Dan uangnya mengalir setiap bukan ke rekeningnya.

Kemudian lamunannya buyar saat Dylan dan Dania sudah duduk di hadapannya.

"Ni, bakso lo." Dania meletakan semangkuk bakso di depannya.

"Makasih ya Dan, untuk yang pernah lo lakuin dulu ke gue. Kalo gak ada lo, mungkin gue udah mati dulu." Ucapnya tulus.

Dania tersenyum lembut. "Seharusnya gue kali, yang bilang makasih. Lo udah berjasa sama gue selama ini. Kalo gak ada lo, mungkin gue gak bisa rasain bakso disini." Ujarnya.

"Udahlah gak usah di bahas lagi. Gue laper. Mau makan." Sela Aurora sambil tersenyum.

Beberapa cowok yang melihat senyum itu melongo. Aurora begitu manis saat tersenyum. Tapi cewek itu lebih memilih untuk memasang wajah jutek dari pada ramah. Dia hanya ramah pada sahabatnya dan dia juga pernah ramah pada guru baru tadi.

Dylan yang duduk di depannya juga ikut tersenyum melihat itu. Sebenarnya dia tidak mengerti masalahnya. Tapi saat melihat Aurora tersenyum tulus membuatnya ikut tersenyum juga.

☆★☆

#liza

Lussy Smith [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang