×6°

3.6K 565 25
                                    

"Aku pulang!" Hyunjin membanting kasar pintu masuk rumah. Mengagetkan Ayah, Ibu, dan saudara tirinya, Jinyoung yang sedang makan malam.

"Hwang Hyunjin! Darimana saja kamu?! Malam-malam begini baru pulang?!" Dan disambut oleh omelan ayahnya, Tuan Hwang. Dia kecewa karena Hyunjin berubah jadi berandalan sejak awal kelas dua SMA.

Tidak menjawab pertanyaan sang ayah, Hyunjin dengan santainya berjalan memasuki kamarnya. Sekilas dia melirik sengit Jinyoung yang menatapnya penuh kebencian. Api permusuhan memang berkobar di antara keduanya, walau di depan kedua orang tua mereka, keduanya bersikap biasa saja.

"Yak! Dasar anak tidak sopan!" Tuan Hwang muak dengan putra kandungnya tersebut. Kenapa Hyunjin berubah drastis usai perceraian ayah dan ibunya dua tahun silam. Anak itu makin tak terkendali dan berakhir kurang ajar seperti tadi.

"Apa Hyunjin selalu seperti itu?" Tanya Nyonya Bae, ibu kandung Jinyoung, sekaligus ibu tiri bagi Hyunjin. Baru empat bulan beliau menikah dengan Tuan Hwang, tetapi beliau belum bisa dekat dengan Hyunjin. Hyunjin terlalu tertutup dan enggan berbicara dengan ibu tirinya.

Tuan Hwang menghela napas kasar, "Sebelumnya dia anak yang manis, tapi semenjak aku dan ibunya berpisah, dia jadi tak terkendali dan suka seenaknya sendiri. Aku berharap kamu bisa memaklumi Hyunjin."

Jinyoung berhenti menyendokkan sup yang di depannya. Ucapan Tuan Hwang mengingatkannya pada dirinya sendiri. Jinyoung banyak berubah usai ayahnya meninggal tujuh tahun yang lalu. Jinyoung yang ceria, berubah menjadi Jinyoung yang suram dan tertutup. Terkadang sifat kehilangan dapat mengubah pribadi seseorang, seperti yang dialami Bae Jinyoung, mungkin hal itu juga berlaku pada Hwang Hyunjin.

"Jinyoung, sebaiknya kau nasehati Hyunjin agar tak seenaknya sendiri. Anak itu kesepian dan dia butuh teman, mungkin kamu bisa menjadi teman baginya," kata Tuan Hwang pada Jinyoung.

"Saya usahakan." Bohong. Jinyoung tidak sudi dan tidak akan pernah mau berteman dengan orang seperti Hyunjin. Hwang Hyunjin mencakup semua sifat yang Jinyoung benci. Dalam hati Jinyoung berharap bahwa di kehidupan selanjutnya, dia tak ditakdirkan menjadi saudara Hwang Hyunjin.

***

Hyunjin membanting kasar pintu kamarnya. Melempar tasnya sembarangan, kemudian merebahkan badannya ke ranjang. Helaan napas kasar lagi-lagi keluar dari mulutnya.

Entah mengapa hari ini terasa menyebalkan bagi Hyunjin. Mulai dari dikeluarkannya dirinya dari tim inti basket, si anak pertukaran pelajar yang digosipkan, dan hal-hal yang membuat Hyunjin menjadi benci dunia ini. Dirinya juga benci pada ayahnya yang selalu menyalahkan setiap langkah yang Hyunjin tempuh. Hyunjin benci keputusan ayahnya untuk menikahi ibu Jinyoung.

Tahu akhirnya akan seperti ini, Hyunjin lebih memilih ikut ibunya pindah ke daerah Busan. Dia tidak tahan dengan Seoul. Kota ini benar-benar keras. Sejak awal dia ingin memberontak, agar ayahnya membuangnya ke Busan agar Hyunjin menghabiskan hidupnya bersama sang ibu.

Jangan kalian tanyakan kenapa pribadi Hyunjin begitu hancur seperti saat ini. Jawabannya adalah perceraian orang tuanya dua tahun yang lalu. Hyunjin melihat semua pertengkaran mereka, hingga akhirnya mereka memilih untuk berpisah. Mungkin kondisi psikis Hyunjin terpengaruhi oleh hal tersebut, menjadikan depresi tersendiri yang membuat Hyunjin menjadi pribadi yang berbeda.

Lee Minho yang tahu betul bagaimana penderitaan Hwang Hyunjin. Dia mendengarkan semua keluh kesah Hyunjin. Sayangnya hari ini, Minho malah menceramahi Hyunjin agar pemuda itu sedikit berubah. Dan Hyunjin benci jika diceramahi orang lain.

Pemikirannya yang menyimpang itu terkadang memunculkan ideologi dalam pikirannya untuk membenci orang lain. Benci dan benci. Hanya itu yang ada dalam benak Hyunjin. Bahkan dia membenci dirinya sendiri, yang tak mampu dengan kuat menghadapi takdir yang Tuhan buat dan memutuskan untuk menyerah dan menjadi pribadi yang lain.

Kalau memang benci sudah mendominasi pikirannya, bagaimana cara Hyunjin untuk merasakan cinta? Jawabannya, dia tidak percaya cinta. Cinta hanya menghancurkanmu, begitu prinsip Hyunjin. Dia belajar itu dari perceraian kedua orang tuanya.

Hari ini Hyunjin pulang malam. Dia sengaja melakukannya, karena menghabiskan waktu berkumpul dengan teman-teman berandalannya di gang-gang sepi. Menghabiskan waktu untuk balapan dan merokok. Pergaulannya sangat berbeda dari Jinyoung yang merupakan murid teladan.

Ibu kandung Hyunjin pasti akan terkejut mengetahui kelakuan anak semata wayangnya itu sekarang. Ayahnya pun sampai tidak kuat menasehati Hyunjin, sebab pemuda itu tak pernah mengindahkan nasehat sang ayah. Jangankan nasehat ayahnya didengarkan, saran-saran dari Minho saja terkadang Hyunjin mengabaikannya. Anak itu memang sudah melewati batas kekurang ajarannya.

Dan lagi, tidak akan ada yang peduli kalau Hyunjin akan membenci segalanya dan benar-benar menutup hatinya.

***

Jeongin menikmati sorenya di kafe milik Chan. Dia mendengarkan cerita-cerita dan lelucon Minho, setelah Jeongin selesai membaca novelnya. Satu novel saja dalam sekejap selesai dibaca oleh pemuda manis yang memiliki behel yang terpasang rapi di giginya.

"Kamu menyukai buku?" Tanya Minho mencoba basa-basi kembali pada Jeongin. Baru mengenal Jeongin, tapi dia sudah bisa merasa seakrab ini dengan si manis dari Busan tersebut.

Jeongin mengangguk, "Sangat suka, terutama pada komik dan novel. Kak Minho punya novel?"

Minho meringis, sayangnya dia bukan tipe orang yang rajin membaca buku.

"Jangan percaya kalau Minho suka membaca buku, koran harian saja terkadang tak pernah diliriknya," timpal Woojin menyajikan secangkir cokelat panas di hadapan Jeongin. Jeongin bilang dia tidak suka kopi, jadi Woojin membuatkannya cokelat panas.

"Terimakasih, Kak Woojin."

Woojin membalasnya dengan senyuman, "Sama-sama."

Minho mendengus. Bisa-bisanya Woojin membongkar kedoknya di depan Jeongin. Minho bukannya tidak menyukai buku, dia hanya terkadang merasa malas untuk membaca tiap-tiap lembarnya dan itu berlaku sejak dia masih SMA dulu.

"Mungkin aku akan menyukai buku setelah ini," katanya dengan seukir senyum.

Matanya berbinar memperhatikan si anak pertukaran pelajar dari Busan itu menikmati cokelat panasnya. Jeongin terlihat imut ketika menikmati minuman. Jeongin suka buku. Jeongin suka cokelat. Mungkin Minho juga akan menyukai keduanya, mulai sekarang.


~TBC~

Cloudburst | hyunjeong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang