×8°

3K 497 16
                                    

"Visual novel?"

Jeongin mengangguk, selanjutnya dia menjelaskan tentang konsep visual novel. "Aku yang akan memikirkan alur novelnya, bagaimana? Apa kalian setuju?"

Jisung melirik Changbin, meminta persetujuan dari sang tetua. Changbin yang dilirik langsung paham apa maksud lirikan Jisung.

"Baiklah, kita coba konsep visual novel untuk video game perdana kita," putus Changbin mengeluarkan laptopnya dan menyalakannya. "Pertama, kita harus mengetahui alur seperti apa yang ingin kita buat. Untuk alur cerita, aku serahkan padamu, Jeongin-ah."

"Serahkan padaku, Kak. Kalau sudah selesai nanti, aku akan berikan detail karakter agar dirancang oleh Kak Jisung dan Kak Felix," jawab Jeongin tersenyum memamerkan giginya yang dihiasi behel.

"Berikan pada Felix saja, aku akan membantu Kak Changbin di pemrograman sistem game-nya," sahut Jisung juga membuka laptop miliknya.

Jeongin mengangguk. Dia memikirkan alur cerita yang cocok untuk visual novel mereka. Mungkin untuk saat ini Jeongin belum memiliki gambaran untuk alur ceritanya, tapi dia yakin mampu menyelesaikan alur ini kurang dari waktu dua bulan. Minimal dia harus menyelesaikannya selama tiga minggu.

Ingatannya tiba-tiba mengarah pada kejadian dimana dia membalas makian Hwang Hyunjin. Jeongin tidak tahu, mengapa tiba-tiba dia mendadak sok pahlawan seperti tadi. Biasanya Jeongin hanya akan diam tiap kali dicela dan di-bully . Tapi ketika berhadapan dengan Hyunjin tadi, Jeongin tergerak untuk melawan. Selama ini dia diam, maka selanjutnya adalah waktu baginya untuk menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.

"Kak, tadi Hyunjin kembali mengolok-olok tim proyek kita," cerita Jisung sambil bereksperimen dengan pemrograman yang akan digunakan untuk membuat game mereka kelak. Jisung masih harus melancarkan kempuan pemrogramannya. Dia dan Changbin sebenarnya belajar sebagai programmer, tetapi bermimpi untuk membuat sebuah video game. Mungkin setelah game mereka sukses, mereka akan berlanjut membuat software.

"Hyunjin? Anak itu benar-benar merugikan tim kita, pertama dia mengolok-olok kita, kedua dia yang membuat Seungmin gagal masuk tim proyek kita," balas Changbin kesal setiap kali teringat betapa brengseknya Hwang Hyunjin.

"Seungmin?" Jeongin menatap bingung ketiga temannya.

"Siswa sekelasku, dia adalah salah satu siswa tercerdas di sekolah ini. Awalnya Kim Seungmin berminat masuk ke tim proyek kami, tapi karena hasutan Hyunjin, dia jadi berubah pikiran," jelas Felix. Felix ingat betul bagaimana kalimat-kalimat Hyunjin mengubah persepsi Seungmin tentang tim proyek game. Mengingatnya membuat Felix ingin melempar buku tebal ke wajah Hyunjin.

Jeongin tidak bisa membayangkan apa saja yang Hyunjin katakan hingga dapat mengubah pikiran Kim Seungmin, yang kabarnya merupakan salah satu siswa tercerdas di sekolah ini.

"Saat ini Seungmin sedang menjalani program pertukaran pelajar ke Busan, menjadi kebalikanmu," celetuk Jisung.

"Begitu."

Pemuda berbehel itu menunduk lemas. Kepalanya terasa berat. Jeongin belum menemukan inspirasi terkait alur novel yang akan mereka buat. Mungkin membaca banyak buku bisa jadi referensi.

***

"Aku pesan americano," kata Hyunjin santai.

Minho mencatat pesanan temannya tersebut. Hyunjin selalu duduk di meja yang sama dan memesan minuman yang sama setiap kali berkunjung ke kafe Dè Amour.

"Kau selalu memesan americano, seleramu dewasa sekali, bung!" Komentar Minho sebelum menyetorkan pesanan Hyunjin pada Woojin. Setelahnya, Minho kembali dan menemani Hyunjin.

"Aku memang sudah dewasa, sifat kedewasaan seseorang itu tidak ditentukan oleh umur, bukan?" Kata Hyunjin dengan seringainya.

Minho mengangguk, "Iya juga sih, tapi menjadi dewasa itu tidak selamanya menyenangkan. Asal kau tahu itu."

Usia Minho sudah 20 tahun dan dia sudah masuk ke standar umur dewasa di Korea. Dia tahu betul seperti apa susahnya jadi orang dewasa. Kalau diizinkan, Minho ingin kembali menjadi anak kecil saja. Sedangkan Hyunjin malah ingin sebaliknya dari Minho. Hwang Hyunjin benar-benar aneh dan unik.

"Kenapa kau tiba-tiba datang ke sini sambil mengumpat?" Tanya Minho mengungkit bagaimana Hyunjin datang dengan mengumpat, entah siapa yang dia umpati.

Sebenarnya Hyunjin tidak mau bercerita tentang hal ini pada Minho, karena Hyunjin yakin Minho pasti akan menceramahinya. Membuat seolah-olah Hyunjin-lah pelaku utamanya. Tapi apa boleh buat, Minho pasti akan memaksanya untuk bercerita.

"Ada seorang anak baru di sekolahku, dia berani sekali menantangku ketika aku berbicara dengan Han Jisung," cerita Hyunjin sedikit memodifikasi fakta yang sesungguhnya.

"Lalu?"

"Aku layani dengan perdebatan."

Minho memutar bola matanya ke arah lain, "Aku yakin hal ini terjadi karena kau mengolok-olok tim proyek game Jisung, bukan?" Minho hafal betul kelakuan Hyunjin jika menyangkut soal Han Jisung. Mereka memperdebatkan soal tim proyek game. "Dan si anak baru itu pasti tidak terima jika kau menjelek-jelekkan tim proyek Jisung. Sederhana saja, kaulah penyebab utama kenapa dia menantangmu."

"Kenapa kau malah menyalahkanku, sih?!" Hyunjin tidak terima.

"Karena kau memang salah."

Inilah alasan kenapa dia ragu bercerita kepada Lee Minho. Ujung-ujungnya Minho akan menyalahkan Hyunjin. Padahal Hyunjin merasa dia sudah benar, tapi di mata Minho dia selalu salah.

"Minho-ya, satu americano sudah siap!" Seru Woojin. Kebetulan kafe sedang sepi, jadi tidak masalah jika Woojin meneriaki Minho.

Minho menoleh, "itu pesananmu, sebentar akan kuambilkan," katanya berdiri dan menuju ke tempat Woojin berada.

Hyunjin menghela napas gusar. Hatinya tidak tenang. Mengapa setelah perceraian kedua orang tuanya, banyak plot twist yang tidak terduga hadir dalam hidupnya? Mengubah perlahan Hwang Hyunjin yang ramah, menjadi Hwang Hyunjin yang arogan. Hyunjin pribadi tidak mengerti, bagaimana bisa dia berubah seperti ini, padahal dia hanya mengikuti kemana hatinya bergerak. Apakah hati yang terluka menuntunnya kepada jalan yang salah?

Hyunjin bingung. Ditambah perdebatannya dengan Jeongin tadi. Jika Hyunjin mau sebenarnya dia bisa membuat Jeongin dan Jisung babak belur, tapi ketika melihat mata Jeongin, Hyunjin merasa dia tidak perlu melakukannya. Mata itu seolah menghipnotisnya untuk mengaguminya.

Yang Jeongin sialan! Kau membuat Hyunjin jatuh dalam dilema hidup berkepanjangan.



~TBC~

Cloudburst | hyunjeong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang