×30°

2.3K 361 35
                                    

"Hey, apa ada masalah di sekolahmu?" Tanya Chan khawatir. Sebab sejak pulang sekolah, Jeongin tak banyak bicara, makan malam pun dia terlalu banyak melamun.

Dan jawaban yang didapan Chan adalah gelengan kepala dari si adik sepupu. Jeongin meletakkan sumpitnya, kemudian berjalan meninggalkan Chan yang masih kebingungan di ruang makan. Selera makan Jeongin hilang begitu saja. Dia tak mampu melupakan kalimat Minho malam itu.

Jeongin merasa takut. Tiba-tiba saja dia merasa takut dicintai seseorang yang sangat baik seperti Minho. Takut dia akan menyakiti hati orang lain. Jeongin tidak mau menyakiti siapapun, bahkan Minho. Sebab itu dirinya takut.

Ini sudah yang kesekian pemuda berparas manis tersebut menghela napas kasar. Mungkin malam ini insomnia akan menyerangnya seperti malam itu. Diliriknya sebuah bungkusan berisi novel pemberian Hyunjin. Jeongin bingung, tumben sekali Hyunjin bersikap baik padanya, padahal biasanya dia akan berkata dingin dan tidak bersahabat pada Jeongin. Dan bagaimana agaknya Hyunjin mengetahui soal Minho?

Ah, mereka adalah teman baik, pasti Hyunjin tahu soal Minho. Hyunjin juga pernah dua kali menanyai Jeongin perihal Minho dan sempat disangkal oleh Jeongin.

Tangan Jeongin perlahan membuka bungkusan novel dan memandangi novel yang agak tebal bersampul biru muda itu. Membaca judul bukunya membuat Jeongin tersenyum kecut.

Rainy Days and Umbrella.

Judulnya jelas seperti menyindir Jeongin sekarang. Bertemu di bawah hujan deras dan sebuah payung. Jeongin melirik payung pemberian Minho yang ada di sudut ruang kamarnya. Kenapa hujan selalu memberikan kejutan padanya?

***

"Kira-kira kenapa dia seperti itu, ya? Lee Minho! Ah ya! Pasti karena Minho!"

Hyunjin sibuk bermonolog sembari mondar-mandir tidak jelas di ruang tamu rumahnya. Dia masih tidak habis pikir dengan sikap Yang Jeongin hari ini. Berbeda seratus delapan puluh derajat dari yang biasanya. Kemana perginya Yang Jeongin yang ceria?

"Cukuplah wajahmu yang mirip setrika, kelakuanmu tidak perlu ikut-ikutan mirip setrika," cibir Jinyoung.

Hyunjin menghela napas. Cibiran Jinyoung benar-benar tidak tepat waktu sekali. Wajah tampan bak pangeran ini disamakan dengan setrika? Jinyoung pasti sudah katarak.

"Heh! Tidak usah cari masalah, aku sedang tidak mood!" Kata Hyunjin.

Jinyoung tersenyum miring. "Biar kutebak. Pasti karena Yang Jeongin, bukan? Well, orang yang mampu membuatmu seperti itu kan hanya Yang Jeongin. Benar begitu bukan, Hwang Hyunjin-ssi?"

Hyunjin melebarkan iris matanya. Mengambil beberapa langkah mendekati saudara tirinya tersebut. "Hei, kau itu keturunan cenayang ya? Darimana kau bisa menyimpulkan kalau aku seperti ini gara-gara Yang Jeongin?"

"Singkat saja, pengamatanku dari tingkah lakumu di dekat Jeongin dan juga caramu melihatnya. Bukankah aku sangat cerdas?" Jinyoung terkekeh.

"Cerdas kepalamu kecil!" Gerutu Hyunjin sebelum beranjak menuju ke kamarnya.

"Kau sudah banyak berubah sejak ada Jeongin. Apa kau tidak berniat memperbaiki persahabatanmu dengan Felix?"

Ucapan Jinyoung sukses membuat Hyunjin menghentikan langkahnya.

"Jangan ikut campur masalahku!"

"Ingat? Dia sahabatmu, apa kau tidak ingin dekat dengan dia lagi?"

Hyunjin meringis. Mengambil napas sejenak sebelum akhirnya pergi begitu saja, tidak tahan berhadapan dengan Jinyoung. Bae Jinyoung, dia sudah terlalu banyak ikut campur masalah Hyunjin.

Cloudburst | hyunjeong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang