×34°

1.9K 393 19
                                    

"Jeongin kemana?" Tanya Hyunjin yang ternyata baru sadar kalau Jeongin sudah tidak ada di dalam ruangan.

"Kau baru sadar? Dia pergi keluar bareng Felix," jawab Jisung geleng-geleng kepala. Padahal Jisung yakin tadi Jeongin dan Felix sudah berpamitan ingin pergi keluar membeli makanan.

"Oh." Hyunjin kemudian kembali bergelut dengan pekerjaannya. Kalau bisa dia ingin fokus ke proyek ini, dia harus menyelesaikannya sebelum Jeongin kembali ke Busan.

Changbin dibuat heran oleh Hyunjin. Pada awal Changbin menawarkan apakah Hyunjin mau bergabung dengan tim proyek game miliknya, pemuda Hwang itu jelas menolak mentah-mentah tawaran Changbin. Bahkan hingga dipaksa oleh Jisung dan Felix, Hyunjin tetap teguh dalam pendiriannya bahkan hingga menjelek-jelekkan tim proyek game. Tetapi sejak kehadiran Yang Jeongin di SMA ini, Hyunjin sepertinya banyak berubah.

"Kau jadi sangat peduli pada orang lain, terutama Yang Jeongin. Seperti bukan dirimu saja," ujar Changbin tanpa berpaling sekalipun dari monitor komputernya. Jelas kalimat tersebut ditujukan pada Hyunjin.

Hyunjin tidak merespons, namun jemarinya berhenti mengetik. Sepertinya otaknya sedang memroses apa yang dikatakan oleh Changbin, sudah diproses namun dia tak mampu menjawabnya.

"Bukankah itu bagus? Hyunjin dan Jeongin menjadi akrab dan kita di proyek game juga akur, menyenangkan bukan?" Sahut Jisung. Sebenarnya bukan itu yang ingin Jisung ucapkan. Tentu dia bahagia dengan hubungan dekat Jeongin dengan Hyunjin, hasilnya Minho akan jauh dari Jeongin, tapi bukankah sangat jahat mengatakan hal tersebut secara umum?

Jisung tahu dia salah, makanya dia memilih untuk bungkam perihal rencananya membuat Jeongin jauh dari Minho, daripada memicu masalah baru.

"Menurutku biasa saja sih," Changbin tidak peduli, "ada ataupun tidaknya dia tim kita, itu tidak akan berpengaruh banyak."

Hyunjin ingin tertawa rasanya. Changbin ini tidak tahu berterimakasih sekali, sekarang Hyunjin sudah mampu membantu proyek ini untuk maju, kenapa Changbin berani berkata begitu?

Baik Hyunjin maupun Changbin sebenarnya tidak tahu kalau keberadaan Hyunjin di sini hanya akal-akalan Jisung agar Jeongin jauh dari Minho. Hyunjin tidak sadar saja sebenarnya dia di sini hanya dimanfaatkan oleh Jisung.

Jisung tahu dirinya memang jahat dan egois, namun dia hanya ingin serakah satu kali saja dalam hidupnya, yaitu memiliki Minho dimana pria itu kini tengah menaruh rasa terhadap Jeongin.

***

"Kau tahu? Hyunjin selalu memikirkanmu setiap malam," cerita Jinyoung setelah meminum minuman cola miliknya. Dia, Jeongin, dan Felix duduk sambil berbincang di depan minimarket.

Jeongin hampir tersedak yoghurt yang sedang diminumnya mendengar penuturan Jinyoung. Yang benar saja Hyunjin memikirkan Jeongin tiap malam?

Melihat air muka Jeongin yang nampak begitu terkejut dan sepertinya agak tersipu, Jinyoung terkekeh. Jeongin sangat imut, pantas Hyunjin selalu bersemangat tiap kali bercerita tentang si murid pertukaran pelajar itu. Dilihat sekilas pun sepertinya sikap Jeongin sangat baik, wajar jika dia mampu mengubah perlahan seorang Hwang Hyunjin yang egois dan menyebalkan.

Melihat reaksi Jeongin pun, Jinyoung dapat menyimpulkan kalau dia juga tertarik pada Hyunjin, entah Jeongin pribadi sadar atau tidak.

"Dia selalu membicarakan banyak hal tentang dirimu, aku menyimpulkan kalau Hyunjin memang menyukaimu," lanjut Jinyoung dengan senyuman kecil.

"Tunggu! Tunggu! Hyunjin menyukai Jeongin?" Felix tidak percaya. Ini memang sulit dipercaya bagi Felix pribadi. Hyunjin yang seperti itu bisa jatuh cinta, apalagi orang yang dicintainya adalah Yang Jeongin. Ini sungguh mengejutkan.

"T-tidak! Mana mungkin Kak Hyunjin menyukaiku!" Sanggah Jeongin cepat. Ayolah, topik pembicaraan mereka membuat Jeongin malu dan gugup.

Jinyoung tertawa. Reaksi Jeongin sangatlah lucu. Lihatlah wajah pemuda Busan tersebut sekarang, sangat menggemaskan dengan bibirnya yang mengerucut. Seharusnya Jinyoung memotret wajah Jeongin sekarang, kemudian mengirimkannya pada Hyunjin.

"Atau... kamu juga menyukai Hyunjin? Kau terlihat sangat dekat dengannya." Felix menatap Jeongin dengan tatapan menyelidik, seolah menggali kebenaran dalam iris gelap Jeongin.

"T-tidak! A-aku dan Kak Hyunjin hanya teman biasa, k-kami tidak sedekat itu," jawab Jeongin dengan kadar kegugupan luar biasa mengalir dalam pembuluh darahnya.

"Haha! Wajahmu memerah!" Felix tertawa sambil menunjuk wajah Jeongin yang merona.

"T-tidak!" Refleks Jeongin langsung menutupi wajahnya dengan tangannya.

Puas sekali Felix menggoda Jeongin, sedangkan Jinyoung hanya mampu tersenyum kecil melihat tingkah Jeongin yang digoda oleh Felix.

"Kalau kau benar menyukai Hyunjin, tolong kau benar-benar menyayanginya dan tuntunlah dia ke dalam kebaikan. Dia butuh seseorang untuk menuntunnya keluar dari neraka keegoisan," ujar Jinyoung memandang ke arah langit yang mulai berwarna ke-oranye-an, menandakan waktu senja telah menyapa.

Jeongin terkesiap mendengar ujaran Jinyoung. Didengar dari kalimat yang dia ucapkan, agaknya Jinyoung sangat berharap kalau Jeongin bisa dekat dengan Hyunjin dan membuat Hyunjin lebih baik.

"Kumohon jangan kau kecewakan saudaraku, mungkin dia memang menyebalkan, tetapi dia sebenarnya sangatlah baik. Dia hanya perlu seseorang untuk membantunya kembali menjadi dirinya sendiri."

***

"Yaahhh! Kalian lama sekali!" Seru Jisung menyambut kedatangan Felix dan Jeongin kembali ke ruang khusus tim proyek game.

"Maaf, maaf, tadi kami mengobrol sebentar di depan minimarket," balas Felix meletakkan kantong belanjaannya di atas meja dan langsung diserbu oleh Jisung dan Changbin. Jisung mengambil salah satu makanan ringan dan Changbin mengambil satu kaleng minuman bersoda yang dibeli oleh Felix.

"Ini, Kak." Jeongin menaruh sekotak minuman yoghurt di hadapan Hyunjin, membuat atensi Hyunjin pada layar laptop terganggu.

"Apa ini?"

"Yoghurt untuk Kakak," jawab Jeongin.

"Ok, makasih."

Jeongin duduk di salah satu kursi, tak jauh dari tempat Hyunjin. Matanya tidak bisa lepas dari si lelaki bermarga Hwang itu. Dirinya sudah bisa menepati omongannya waktu itu, namun Jeongin juga harus jatuh pada pesona Hyunjin.

Jeongin tidak menyesal mengenal Hyunjin. Meskipun awalnya Hyunjin memang orang yang menjengkelkan, namun dialah orang yang membuat Jeongin merasa nyaman tiap kali berada di dekatnya. Sensasinya berbeda dengan ketika Jeongin bersama Minho, bersama Hyunjin terasa lebih hangat dan sulit untuk dilupakan. Berada di dekatnya menciptakan debaran aneh tersendiri, yang Jeongin suka sensasi debaran nyaman tersebut.

"Kenapa kau memandangiku seperti itu?" Tanya Hyunjin sadar ternyata Jeongin terlarut dalam imajinasi sambil memandangi wajah tampannya.

Si manis dari Busan itu buru-buru mengelak, "a-apaan sih, Kak?! Aku enggak perhatiin Kakak kok! Kakak saja yang terlalu percaya diri."

Hyunjin hanya menyeringai. Jeongin ini tertular virus tsundere Hyunjin atau bagaimana?

Felix yang melihat interaksi di antara keduanya pun tidak dapat menyembunyikan senyumannya. Berharap dengan adanya Jeongin, Hyunjin yang dulu dapat kembali.












~TBC~

Cloudburst | hyunjeong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang