×11°

2.8K 484 26
                                    

Chan mondar-mandir tak tentu arah di kafe. Sesekali ia menghela napas gusar sambil menatap keluar jendela kafe. Hujan deras di luar sana belum menunjukkan tanda-tanda akan reda. Dia khawatir.

Woojin dan Minho hanya saling berpandangan melihat tingkah laku sahabat mereka tersebut. Kiranya pikiran mereka sama soal apa yang mengganggu pikiran Chan saat ini.

"Chan, kau tidak menjemput Jeongin?" Tanya Woojin mulai bersuara.

Chan menoleh, menghadap dua sahabatnya, "Jeongin melarangku untuk menjemputnya karena hujan, dia tidak mau aku basah kuyup sebab hujan hanya untuk menjemputnya. Hahhh... anak itu gemar sekali membuatku khawatir." Helaan napas berat keluar dari mulut Chan. "Aku memintanya untuk pulang ke sini saja, karena jarak apartemenku yang cukup jauh dari sekolahnya."

Minho sedari tadi tak berbicara. Hanya mendengarkan percakapan Chan dan Woojin yang mengkhawatirkan Jeongin. Rasa khawatir itu juga mengalir hebat di pembuluh darah Minho. Ingin rasanya dia berlari keluar menembus hujan untuk menjemput Jeongin. Minho akan melakukan apapun asalkan Jeongin baik-baik saja.

Minho melangkah ke dekat pintu kaca kafe. Menyentuh permukaannya. Matanya menatap lurus ke depan. Pikirannya bertengger pada Jeongin yang mungkin sekarang sedang kedinginan di bawah hujan deras ini. Minho ingat, dia bertemu dengan Jeongin juga saat hujan deras di halte dekat stasiun.

Hujan. Payung. Dan Jeongin.

***

Hyunjin melongo. Tidak ada kursi kosong lagi di bus. Hanya dua, satunya diduduki oleh Jeongin dan sebelahnya masih kosong. Haruskah Hyunjin duduk di samping Jeongin? Kenapa hari ini begitu sial bagi Hwang Hyunjin.

"Ada apa, Kak? Sini, duduklah di sini," kata Jeongin menepuk bangku di sampingnya.

Hyunjin menghela napas untuk yang kesekian kalinya dalam hari ini, sebelum akhirnya terpaksa duduk di samping Jeongin.

Canggung. Suasananya sangat canggung. Hyunjin yang biasanya menikmati perjalanannya di bus, menjadi tidak nyaman dengan keberadaan Jeongin di sampingnya. Oksigen yang menjadi kebutuhannya dalam bernapas, kini terasa mencekik tenggorokannya secara tiba-tiba. Ada sesuatu yang berdesir hebat di pembuluh darah Hyunjin.

"Kak, gimana kalau kita berteman?" Tawar Jeongin.

Hyunjin tidak langsung menjawab. Ragu menjawabnya. Jeongin ini sangat random dan sulit ditebak. Apa-apaan dia ini? Kenapa tiba-tiba mengajak Hyunjin untuk berteman?

"Kupikir-pikir dulu, memang apa untungnya berteman denganmu, enggg..."

"Yang Jeongin, panggil saja aku Jeongin," ucap Jeongin memberitahukan namanya. Selama ini mungkin Hyunjin tidak mengetahui namanya secara langsung. "Ini hanya opiniku, tapi sebenarnya aku tahu kalau kakak ini pasti kesepian bukan? Makanya kakak gemar mencela orang yang lebih bahagia dari kakak."

Hyunjin mendecih, "Cih! Sok tahu!"

Jeongin tersenyum. "Kak, aku ngomong baik-baik lho, harusnya kakak jawab dengan baik pula."

"Diam ah! Enggak usah ikut campur hidupku!" Hyunjin membuang mukanya sebal.

"Oke..." suara Jeongin lirih, terlalu lirih, tenggelam dalam keriuhan penumpang lainnya dan juga bunyi rintik hujan.

Bermenit-menit mereka saling mendiamkan satu sama lain. Hyunjin dapat bernapas lega, sebab Jeongin tak lagi mengusiknya. Hening seperti inilah yang Hyunjin inginkan.

Plukk!

Hyunjin terkejut. Terasa ada yang berat di pundak kanannya. Menengok dengan perlahan dan mendapati Jeongin tertidur dengan kepala yang bersandar pada bahu Hyunjin. Hyunjin sendiri mendengus dongkol. Jeongin gemar sekali membuatnya kesal, padahal mereka belum lama mengenal.

Hyunjin bergerak tidak nyaman. Rasanya dia ingin menjauhkan Jeongin sejauh mungkin dari dirinya. Kalau perlu hempaskan saja Jeongin, Hyunjin tidak peduli.

Jantung Hyunjin berdetak tidak beraturan ketika melihat wajah polos Jeongin yang sedang tertidur pulas. Pemuda itu memang sangat manis, tetapi Hyunjin enggan mengakuinya. Walau ada desiran aneh yang menjalar di tubuhnya ketika melihat pemuda mungil tersebut. Serasa ada kupu-kupu beterbangan di perut Hyunjin dan menciptakan sensasi aneh.

"Je-jeongin..." Hyunjin mendadak gugup. Aduh, dia kenapa sih?

"Hnggg." Jeongin menggeliat. Menyamankan posisi tidurnya sekarang.

Jantung Hyunjin mencelos ketika matanya menatap pemuda berwajah polos yang kini tengah berpetualang dalam alam mimpinya. Jeongin manis, lebih manis dari seorang perempuan. Mungkin di kehidupan sebelumnya, Jeongin adalah seorang perempuan, makanya dia dilahirkan kembali menjadi seorang pemuda berwajah manis.

Hyunjin menutup matanya. Seseorang selamatkan aku! Jeritnya dalam hati. Berusaha menikmati waktunya bersama Jeongin, tahu-tahu Hyunjin juga tanpa sadar berteleportasi ke alam mimpi. Tertidur dengan kepala yang menyandar ke kepala Jeongin. Momen manis yang mungkin membuat Chan akan histeris jika mengetahui hal ini.

***

"Jisung, kamu lihat Jeongin?" Tanya Minho pada Jisung yang sedang menikmati teh hangatnya bersama Felix di kafe Dè Amour. Jisung dan Felix mampir di kafe ini untuk berteduh, menunggu hujan reda.

"Aku tidak tahu, sehabis dari ruang proyek, dia kayaknya pergi ke perpustakaan," jawab Jisung mengingat-ingat kemana teman imutnya itu pergi setelah kumpul tim proyek game mereka.

"Iya, Jeongin kan gemar menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah," celetuk Felix memakan creepe cake yang dia pesan dengan teh hangat tadi.

Minho menghela napas gelisah. Chan bilang, Jeongin akan pulang ke kafe, tapi tak ada tanda-tanda Jeongin akan datang kemari. Minho sangat khawatir padanya.

Melihat raut wajah gelisah Minho, Jisung bertanya, "Kenapa Kak Minho begitu peduli pada Jeongin?"

"Jeongin itu berharga bagiku," jawab Minho tanpa sadar. Nyatanya Jeongin memang berharga baginya.

Jisung tidak jadi memakan cheesecake pesanannya. Denyut-denyut menghantam hatinya. Kak Minho yang dielu-elukannya itu malah menyukai teman barunya. Minho suka Jeongin. Besar kemungkinan Jeongin juga suka Minho.

Jisung tidak rela, tapi dia juga tidak bisa melarang Minho untuk mencintai siapapun, termasuk Jeongin. Minho hanya menganggapnya sebagai adik, tidak seperti Jeongin yang entah sudah dianggap apa oleh Minho. Bagaimana bisa orang baru dalam kehidupan Minho, dapat membuatnya nyaman begitu cepat? Sementara Jisung yang sudah lama mengenalnya, tetapi tak bisa membuat hati teguh Minho luluh padanya.

Jeongin itu spesial.

Semua orang suka padanya. Dia murah senyum, periang, dan sangat ramah. Siapapun pasti akan cepat akrab dengan si manis dari Busan itu.




~TBC~





Special update🎉

Karena besok saya ujian semesteran, tapi santai saja Cloudburst bakal update seperti biasanya. Dan special update hari ini hanya untuk memberikan semangat kecil bagi saya pribadi.

Thanks for read this story :)

Cloudburst | hyunjeong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang