×9°

3.1K 490 16
                                    

Malam ini, Jeongin ikut Chan ke kafe Dè Amour. Katanya Jeongin ingin mencari inspirasi, siapa tahu di kafe dia bisa mendapatkan pencerahan.

"Mau bikin tugas, ya?" Tanya Minho ketika mendapati Jeongin duduk di salah satu meja di pojok kafe bersama setumpuk novel-novel yang dia miliki sebagai referensi. Dia juga mencari referensi di internet.

"Iya, Kak," jawab Jeongin dengan senyuman, meskipun tidak menoleh ke arah Minho.

Kafe malam ini agak ramai oleh anak muda, tapi hal itu dapat diatasi oleh Chan dan Woojin, sehingga Minho bisa seenaknya menemani Jeongin. Sekali-sekali kan Minho seperti ini. Lagipula Jeongin juga tidak mempermasalahkan keberadaan Minho di dekatnya.

"Sebenarnya bukan tugas sekolah sih, Kak. Tapi ini tugas proyek," lanjut Jeongin akhirnya menatap Minho yang duduk di hadapannya, dipisahkan oleh meja kayu.

Minho mengangguk mengerti. Anak SMA pasti identik dengan tugas proyek, entah proyek apa yang dibuat oleh Jeongin.

"Kalau boleh tahu, proyek apa?"

"Proyek game, aku diminta untuk bergabung, dan lagi aku juga menyukainya," jelas Jeongin.

Proyek game. Tidak salah lagi, pasti proyek game yang dibuat oleh Changbin dan Jisung. Minho tahu soal hal itu, sebab biasanya Changbin dan anggota tim proyeknya selalu menghabiskan waktu di kafe ini untuk memdiskusikan proposal pembuatan game atau konsep game yang akan mereka buat. Sebenarnya tim yang dibuat Changbin tidak hanya membuat game, tetapi juga perangkat lunak lainnya di komputer, meski mereka lebih fokus pada pembuatan video game. Setidaknya itulah yang Minho tahu.

Dan keputusan yang sangat mengejutkan jika meminta Jeongin bergabung dengan tim proyek game, sebab Jeongin bukan murid permanen, dia hanyalah murid pertukaran pelajar. Usai berakhirnya satu semester, maka Jeongin akan kembali ke SMA tempatnya bersekolah di Busan.

"Mungkin aku tak perlu bertanya alasan kenapa kamu mau bergabung dengan tim proyek itu," kata Minho.

Jeongin tersenyum, "jawabannya adalah karena aku menyukainya. Sangat menyukai video game."

Minho membalas senyuman Jeongin. Gemas rasanya melihat senyuman manis Jeongin yang menggemaskan. Jika diizinkan oleh Chan, Minho ingin memeluk Jeongin dan mengusak-usak rambut gelapnya. Dia imut, sungguh Minho tidak berbohong. Siapapun pasti akan setuju pada hal tersebut.

"Lho? Jeongin? Kak Minho?"

Minho dan Jeongin menoleh dan mendapati Jisung datang bersama Changbin ke kafe ini sambil membawa laptop dan beberapa buku tebal.

"Kak Minho kenal dengan Jeongin?!" Jerit Jisung histeris.

"Enggak perlu kaget gitu kali," komentar Changbin memukul pelan lengan Jisung. Jisung memang selalu heboh dan itu membuat Changbin harus ekstra sabar menghadapi sahabat sekaligus tetangganya tersebut.

Minho tertawa kecil, "Iya, aku mengenal Jeongin. Dia itu sepupunya Kak Chan."

Changbin dan Jisung ber-oh-ria. Mereka baru tahu kalau Jeongin sepupunya Chan. Herannya baik Jeongin maupun Chan, tidak ada yang bercerita pada mereka berdua.

"Kok kamu tidak bilang kalau kamu sepupunya Kak Chan?" Jisung langsung dengan percaya dirinya duduk di samping Jeongin.

Jeongin meringis, "Habisnya Kak Jisung tidak bertanya."

"Kau menakuti Jeongin, Sung," cibir Changbin duduk di samping Minho dengan santai. Membuka kembali laptopnya dan mengerjakan kembali pekerjaannya.

Jisung mendengus. Changbin selalu saja mengucapkan kata yang menyakitkan hati, lebih tepatnya untuk menjahili Jisung. Kesal punya teman seperti itu.

Jisung beralih pada Minho, "Kak Minho sendiri kenapa berduaan dengan Jeongin? Enggak lihat Kak Chan dan Kak Woojin ngurusin kafe berdua?" Tanyanya sedikit sinis.

"Ya itu terserah Kak Minho, dong," celetuk Changbin.

"Aku enggak tanya Kak Changbin!"

Minho tertawa. Ah, tawanya sangat manis. Mungkin ini alasan Jisung menyukai Minho. Jangan heran, sejak  SMP, Jisung menjadi penggemar nomor satu Lee Minho. Sayangnya Minho hanya menganggapnya seperti adiknya.

"Aku hanya inisiatif untuk menemani Jeongin, kasihan dia sendirian. Takutnya si manis ini akan digodain oleh pria-pria mata keranjang," jelas Minho.

Jeongin meringis canggung. Minho ini bisa-bisanya memanggil Jeongin manis, Jeongin kan jadi malu. Apalagi di depan Changbin dan Jisung.

"Oh, Kak Minho sekarang hobi menelin Jeongin, ya?" Jisung masih dengan sifat keponya, berusaha mengorek isi hati Minho tentang Jeongin.

"Privasi, Sung! Enggak perlu penasaran sama Kak Minho, percuma! Enggak bakal dijawab!" Sayangnya dikacaukan oleh Changbin.

Jisung cemberut. Kesal dia dibuat oleh Changbin. Heran, kenapa Changbin gemar membuatnya kesal seperti ini.

"Inget, Sung. Tujuan kita kesini buat latihan pemrograman dan minta sarannya Kak Chan, bukan menelin Kak Minho," lanjut Changbin santai. Sukses membuat Jisung ngambek dan enggan berbicara pada si pemuda dark.

Minho beralih pada Jeongin. "Jeongin mau minum apa? Cokelat panas? Aku buatkan, ya."

"Iya, terimakasih, Kak." Mau tidak mau, Jeongin harus mau menerima tawaran, sebab dia tidak enak hati pada Minho yang bersikap sangat baik padanya.

"Sekalian, aku pesan cappucino," sahut Changbin.

"Aku! Aku mau vanilla latte!" Seru Jisung.

"Iya! Iya! Aku buatkan, santai saja!" Minho mencatat pesanan dua pelanggan gadungannya tersebut. Padahal niat Minho hanya untuk membuatkan cokelat panas spesial untuk Jeongin, tapi duo kurang ajar Changbin dan Jisung malah ikut-ikut memesan minuman.

Jeongin tertawa kecil. Lucu. Jeongin bisa sangat betah di sini, padahal dia baru beberapa hari tinggal di sini dan sudah sangat baik dalam beradaptasi dengan kehidupan di ibukota Korea Selatan tersebut. Di sini dia bertemu orang-orang baik hati yang mampu mengisi hari-harinya yang sepi.

***

"Heh! Menurutmu apa bagusnya tim proyek game?" Tanya Hyunjin mengejutkan Jinyoung yang sedang membaca novel di ruang tamu rumah.

Jinyoung melirik Hyunjin sebentar sebelum menjawab, "tentu saja bagus. Mereka adalah sekumpulan siswa yang berusaha mengejar prestasi di bidang pemrograman game. Mereka layak dapat sertifikat untuk mengembangkan lebih dunia ilmu teknologi."

Hyunjin berdecih. Jawaban dari saudara tirinya tersebut terlalu monoton. Hyunjin juga tahu kalau tim proyek game itu mengejar sertifikat dengan membuat video game.

"Memangnya kau berharap aku menjawab apa?" Tanya Jinyoung sinis.

"Enggak ada sih, hanya aku heran kenapa si anak pertukaran pelajar itu mau membela Jisung dan tim proyek game."

Jinyoung terkekeh. Lucu sekali Hyunjin ini. Lebih tepat dikatakan lucu atau... bodoh?

"Bodoh! Kau yang mencela mereka, wajar kalau si anak pertukaran pelajar dari Busan itu membela Jisung," ucap Jinyoung disela-sela kekehannya.

Hyunjin mendengus sebal. Tidak Minho, tidak Jinyoung, sama saja. Sama-sama menyalahkan Hyunjin, seolah Hyunjin merupakan tersangka utama. Dia tidak pernah dibela, jangankan dibela, dibenarkan saja kadang tidak pernah.

"Berubahlah, kau itu terlalu jauh masuk ke dalam pemikiran negatif. Sadar, kau itu masih remaja. Kita masih remaja. Banyak mimpi-mimpi di masa depan yang harus siap kita raih. Dengar itu, Hwang Hyunjin."


~TBC~

Cloudburst | hyunjeong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang