×42°

2K 385 29
                                    

Hari itu tiba. Hari dimana Jeongin pulang, sekaligus hari launching video game yang telah tim proyek game buat. Sungguh disayangkan Jeongin tak dapat hadir dan melihat Changbin dan yang lainnya menuntaskan impian mereka.

Sedari semalam, Jeongin memandangi sertifikat pertukaran pelajar dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Bahkan hingga ia tiba di stasiun sambil menunggu kereta, dia masih menangis.

"Kenapa harus secepat ini... hiks..." tangisnya menatapi sertifikat pertukaran pelajar yang ia ambil dua hari yang lalu, sebagai tanda bahwa ia lulus dalam program pertukaran pelajar ini.

Bahkan hingga detik ini pun, Hyunjin tidak pernah datang dan mengucapkan apapun pada Jeongin. Pesan-pesan yang Jeongin kirim saja hanya dibaca tanpa dibalas. Jeongin menyerah, dia tidak bisa berharap lagi pada orang yang telah memberinya banyak warna dalam kehidupan.

Bang Chan tak bisa menemani Jeongin sampai kereta tiba, sebab ia ada ujian di kampusnya, jadilah Jeongin yang sendirian menunggu jadwal kereta yang sebenarnya masih dua jam lagi tiba.

***

"Selamat untuk Seo Changbin dan tim proyek game, inovasi video game kalian dapat dirilis resmi untuk platform game." Kepala sekolah menjabat tangan Changbin sembari menyerahkan sebuah sertifikat resmi untuk tim proyek game mereka. Dengan begini mereka sudah membuat mimpi Chan dan tim proyek game menjadi nyata.

Jisung dan Felix tak mampu menyembunyikan senyum sekaligus air mata mereka. Air mata bahagia, dan juga air mata kesedihan sebab ada seseorang yang cukup berjasa yang tak mampu hadir dan berdiri di samping mereka.

Sementara itu, Hyunjin hanya diam dengan ekspresi datar. Dia telah kembali untuk menuntaskan video game yang mereka garap bersama. Hyunjin kembali demi seseorang, seseorang yang tak bisa berdiri di sampingnya untuk saat ini. Pandangan pemuda itu tampak kosong, menatap kumpulan siswa yang menyaksikan penyerahan sertifikat dan launching video game mereka. Ada yang janggal. Ada yang kurang. Hati Hyunjin terasa hampa, padahal seharusnya dia merasa bahagia sekarang.

Andai Jeongin ada di sini...

Terus berandai jika Jeongin ada di sini bersama mereka, mungkin Hyunjin akan merasa baik-baik saja.

"Aku harus pergi!" Katanya tiba-tiba berlari pergi.

"Hyun--" Felix ingin mencegah, namun ditahan oleh Changbin.

"Biarkan saja, dia harus melakukan apa yang seharusnya ia lakukan."

Helaan napas keluar dari mulut Felix. Dalam hati Felix berharap kalau destinasi Hyunjin sekarang adalah ke tempat Jeongin berada.

***

"Hai."

Jeongin mendongakkan kepalanya dan mendapati Minho berdiri di hadapannya.

"K-kak Minho?"

Yang disebut namanya tersenyum tipis seraya duduk di samping Jeongin. Matanya kini memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang di stasiun.

"Kau akan pulang."

"Iya."

"Aku akan sangat merindukanmu," kata Minho asal.

Jeongin tentu tidak menjawabnya. Jelas ia tidak mau lagi mengungkit apa yang telah terjadi di antara mereka selama ini.

"Hyunjin juga pasti akan sangat merindukanmu."

Deg!

Bagai dihantam sesuatu, hati Jeongin kembali terasa sesak. Hyunjin. Satu nama yang membuatnya merasa gundah akhir-akhir ini, karena pemuda itu tiba-tiba terasa sangat jauh tanpa sebab. Entah ia sengaja menjauhi Jeongin atau apa, padahal Jeongin hanya ingin mengucapkan selamat tinggal sebelum kembali ke Busan.

"Hari ini launching video game milik kalian, seharusnya ini jadi hari yang membahagiakan." Minho kembali berkata, namun tidak direspons oleh Jeongin, seolah-olah membuat Minho seperti sedang bermonolog. "Seharusnya hari ini adalah hari yang bahagia, jika kau ada di sana bersama mereka."

Hening.

Cukup lama setelah Minho berkata begitu, tak ada satupun di antara mereka yang memulai kembali percakapan. Keduanya saling mendiamkan, sembari memperhatikan orang-orang yang sibuk berlalu-lalang di stasiun.

"Hujan," gumam Minho menyadari rintik hujan mulai turun dari langit, bergerak cepat dan volumenya semakin banyak dan deras.

Memori tentang awal pertemuan mereka tiba-tiba terlintas dalam otak Minho. Semuanya terekam sempurna dalam dan ditampilkan dalam proyektor masa lalu. Semuanya. Jeongin juga pasti berpikiran sama ketika melihat hujan dan tempat dimana mereka berada sekarang.

"Kau tahu? Hujan selalu mengingatkan aku akan dirimu." Minho kembali berujar.

"Aku tahu, Kak." Setelah lama bungkam, akhirnya Jeongin buka suara, "sebab kita bertemu ketika hujan."

Senyum tipis terpatri di bibir Minho, "Lantas apa arti hujan bagimu?"

"Hujan deras itu memiliki banyak arti dan menorehkan banyak cerita dalam hidupku. Pertemuan pertama kita, Kak Hyunjin, tim proyek game, semuanya." Mata Jeongin memandang kosong suasana stasiun yang mulai sepi. "Menyenangkan hujan telah membantuku untuk mendapatkan kepingan-kepingan kenangan berharga dalam hidupku. Aku sangat berterimakasih."

Senyum tipis Minho sekarang tergantikan oleh senyum miris. Miris ketika menyadari kalau hujan yang juga telah memisahkannya dengan Jeongin. Hujan kadang memberikan kesan yang manis bagi sebagian orang dan sebagian orang lainnya mengganggap kalau hujan memiliki kesan yang pahit. Minho tak tahu dia termasuk ke dalam orang yang mana, sebab ia merasa hujan itu memberikan banyak warna kehidupan. Kadang manis, kadang pula pahit.

"Keretanya sudah tiba," kata Jeongin berdiri menyeret kopernya dan beranjak pergi meninggalkan Minho. Baru beberapa langkah, ia berhenti. "Terimakasih, Kak. Aku tahu, Kakak memang orang yang sangat baik dan tulus, senang bisa mengenal Kakak."

"Iya," kepala Minho tertunduk, sesak datang dan menghantam lubuk hatinya, "aku juga senang mengenal dirimu, Jeong."

***

Langkah kaki Hyunjin berpacu hebat seiring waktu dan jarak yang ditempuhnya untuk bisa tiba di stasiun. Jarak antara sekolah dan stasiun sebenarnya agak jauh, namun pemuda bermarga Hwang tersebut nekat berlari untuk tiba di stasiun tempat Jeongin akan pulang ke Busan.

Kini jarak stasiun sudah di depan mata, dan Hyunjin berharap kereta yang akan membawa Jeongin pulang belum berangkat.

"Dimana dia?" Hyunjin mengedarkan pandangannya. Berusaha menemukan Jeongin di antara orang-orang yang ada di tempat ini.

Meskipun lelah menjalar di tubuhnya, namun Hyunjin tetap memaksakan diri mencari Jeongin. Tidak ada kata lelah bagi Hyunjin kalau itu menyangkut Yang Jeongin.

"Hyunjin?"

Hyunjin memicingkan matanya, menemukan Minho tengah menatapnya tidak percaya di sebuah bangku tunggu. Segera lelaki itu menghampiri sahabatnya.

"Dimana Jeongin?!" Tanya Hyunjin mencengkeram kedua bahu Minho erat, berharap sahabatnya itu tahu dimana Jeongin kini berada.

"Dia sudah menuju ke kereta."

Begitu mendengar jawaban dari Minho, Hyunjin lantas berlari mencari kereta yang akan menuju ke Busan. Dia harus bertemu Jeongin bagaimanapun caranya.

Netranya melebar kala menemukan seseorang yang dia cari sedang berjalan menunduk memasuki gerbong kereta.

"Jeongin!"

















~TBC~

Cloudburst | hyunjeong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang