×31°

2.2K 375 28
                                    

"Jeongin!"

Jeongin mendongak ketika mendengar namanya dipanggil oleh Chan. Kakak sepupunya itu kini sudah berdiri di dekat sofa yang Jeongin duduki.

"Mau ikut ke kafe?" Ajak Chan. Karena hari ini hari libur, maka dia ingin mengajak Jeongin ke kafe daripada adik sepupunya itu hanya menghabiskan waktunya di rumah sambil membaca novel atau bermain video game.

Jeongin berpikir sejenak. Dia ingin ikut, tapi pasti di sana ada Minho dan Jeongin tidak mau bertemu dengan Minho. Dia takut. Tapi berada di rumah seharian pun juga membuat Jeongin bosan.

"Gimana?" Chan menunggu jawaban Jeongin.

"Oke, aku ikut, Kak," jawab Jeongin akhirnya. Dia bisa menghindar dari Minho, sebisa mungkin.

***

"Aku pusing terus-terusan mikirin video game." Hyunjin memijit pelipisnya yang terasa berdenyut-denyut. Hari ini dia curhat pada Minho di kafe Dè Amour, tempat dimana Minho bekerja.

Minho tertawa. Dia tahu Hyunjin tetap akan melakoni pekerjaannya di tim proyek game, meski dengan umpatan atau keluhan. Sebenarnya bisa saja Hyunjin keluar dari tim proyek game, tapi entah mengapa dia memilih tetap bertahan dan itu agak aneh menurut Minho. Apa ini artinya anak itu bisa berubah?

"Jinyoung bilang aku harus menjalaninya terlebih dahulu, siapa tahu aku akan menemukan sesuatu yang menarik dalam hidupku," lanjut Hyunjin menceritakan tentang Jinyoung yang membuatnya terjebak dalam tim proyek game dan juga petuah-petuah Jinyoung yang Hyunjin tidak terlalu paham maknanya.

"Ada benarnya juga ucapan Jinyoung, mungkin saja kau bisa menemukan sesuatu yang akan mengubah dirimu di sana. Siapa yang tahu, bukan?" Minho menarik sudut bibirnya membentuk sebuah seringai.

Positif Hyunjin ingin memukul pemuda di depannya itu. Hyunjin mencoba memaklumi sahabatnya yang sedang kasmaran tersebut.

Minho dan Jinyoung terus-terusan mengatakan hal yang membuat mood Hyunjin buruk. Mereka ini seolah ingin Hyunjin keluar dari zona nyamannya. Mereka ingin Hyunjin berubah.

"Lalu gimana dengan Jeongin?" Hyunjin mengalihkan pembicaraan.

Dahi Minho mengernyit. "Jeongin? Apa maksudmu?"

"Gimana perasaanmu pada Jeongin? Apa kau tidak berniat untuk mengungkapkannya? Dia di sini hanya sementara, beberapa bulan lagi akan kembali ke Busan." Hyunjin memperjelas maksud pertanyaannya.

"Entahlah. Aku sudah bilang dia sangat berharga bagiku dan aku senang menikmati waktu dengannya, setelah itu aku tak pernah bertemu dengannya lagi," jawab Minho lesu. Lelaki bermarga Lee itu menyadari ada sesuatu yang aneh dari Jeongin sejak hari itu. Mungkin saja Jeongin sedang menjauhinya?

"Yah... anak itu memang sedikit aneh tempo hari ini, terkesan lebih pendiam dan sangat suram," kata Hyunjin ingat kalau Jeongin menjadi berbeda seratus delapan puluh derajat dari biasanya.

Minho menunduk. Sepertinya ini adalah kesalahannya. Apa salah jika dirinya mencintai Jeongin?

"Apa kabar semuanya?"

Chan datang dan menarik atensi seisi kafe, termasuk Minho dan Hyunjin. Tetapi mata kedua pemuda tersebut justru tertuju pada sosok manis yang berjalan mengekori Chan. Yang Jeongin. Pemuda manis itu mengikuti Chan sambil membawa novel dan menundukkan kepala.

"Itu dia Jeongin, kau tidak berniat menyapa atau menanyakan kenapa dia begitu pendiam sekarang?" Hyunjin menunjuk Jeongin yang sekarang duduk di kursi bar kafe bersama Chan dan Woojin.

Cloudburst | hyunjeong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang