×10°

3K 506 10
                                    

"Gimana? Kamu sudah menemukan ide buat gambaran alur cerita yang akan kita jadikan visual novel?" Tanya Felix ketika bertemu Jeongin di kantin sekolah bersama Jisung.

"Belum, aku masih belum menemukan gambarannya seperti apa," jawab Jeongin sejujurnya. Mau bagaimana lagi, Jeongin memang masih bingung menetukan tema dan alurnya. Untuk tema, mungkin Jeongin bisa memilih tema percintaan jaman sekolah, karena tema itu cukup digemari banyak orang di dunia.

"Enggak perlu buru-buru, yang penting ide yang kamu temukan matang," sahut Jisung membuka kemasan roti sandwich yang baru dia beli di kantin.

Jeongin mengangguk. Baiklah, dia akan memikirkan matang-matang alur cerita visual novel mereka. Yang Jeongin butuhkan adalah ide yang menghantarkan pada inspirasi tanpa batas.

"Jangan lupa nanti langsung datang ke ruangan kita, kalau kamu tidak sibuk," ucap Felix mengingatkan.

Dan lagi-lagi hanya dibalas dengan anggukan kepala oleh Jeongin. Pikiran Jeongin melayang entah kemana, sulit digunakan untuk berpikir saat ini. Sepertinya dia butuh istirahat, tapi bukan Yang Jeongin namanya kalau tidak memaksakan diri. Meskipun pusing atau sakit, dia akan tetap memaksakan dirinya untuk bertahan dan mengerjakan sesuatu. Jeongin tidak mau dikasihani dan merepotkan orang lain.

"Kami kembali ke kelas dulu ya, Lix," kata Jisung menarik Jeongin untuk kembali ke kelas.

Felix tersenyum, sebelum kemudian menuju ke salah satu vending machine untuk membeli susu kotak. Sayang sekali dia tidak satu kelas dengan Jisung dan Jeongin.

***

"Hyunjin, nanti ikut latihan basket tidak?" Tanya Jeno duduk di bangku depan bangku Hyunjin.

Hyunjin yang sedang belajar untuk ulangan matematika nanti pun berhenti. "Tidak."

Jeno dan Jaemin saling berpandangan kecewa. Sejak dicoretnya Hyunjin dari jajaran anggota tim inti basket, Hyunjin tidak pernah berangkat latihan basket. Dia masih kesal pada Guanlin dan anggota yang menghakiminya waktu itu.

"Kenapa?" Tanya Jaemin.

"Aku sudah berhenti dari klub basket," jawab Hyunjin.

"Hah? Kenapa begitu? Kau tidak boleh keluar seenaknya!" Protes Jeno. Seegois apapun Hyunjin, dia adalah salah satu pemain terbaik di klub basket mereka. Kehilangan Hyunjin itu sama dengan kehilangan tiga orang pemain.

Hyunjin menghela napas, "Kau mau tahu alasanku? Aku tidak tahan dengan mereka yang seenaknya mengaturku, kemudian membuangku begitu saja. Kau pikir enak diperlakukan seperti itu?"

Jeno diam. Dia tidak bisa melawan. Hyunjin ini pandai membolak-balikkan kalimat, jadi dia harus ekstra hati-hati jika berdebat dengan Hyunjin. Sebenarnya ini juga bukan sepenuhnya kesalahan tim yang seenaknya menghakimi Hyunjin, tanpa mau bicara baik-baik, tetapi ini juga kesalahan Hyunjin. Hyunjin terlalu memikirkan dirinya sendiri, tidak peduli pada perasaan orang lain di dekatnya. Hyunjin menganggap semua yang dilakukannya benar dan semua orang harus setuju padanya.

Dia sekeras batu dan sedingin es. Jeno dan Jaemin yang sudah mengenalnya sejak SMP saja hampir kewalahan menghadapi sikap kurang ajar Hyunjin.

"Hanya karena kau dikeluarkan dari tim inti, itu bukan berarti kamu harus keluar dari klub juga!" Jaemin meninggikan suaranya. Kesal juga jika harus berhadapan dengan Hyunjin.

Hyunjin berdiri dari kursinya. Menarik kerah kemeja seragam Jaemin. "Kau tahu apa tentang pikiran dan perasaanku? Kau bukan aku, kau tidak tahu apa yang kurasakan!" Ucapnya dengan tatapan membunuh.

Cloudburst | hyunjeong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang