Barta - Tawaran

436 55 2
                                    

Chapter 3
Tawaran

Menjelang tengah hari akhirnya kelopak mata Naira terbuka secara perlahan-lahan. Gadis itu tersentak kaget dengan tempat di mana ia tertidur.

Rasanya Naira ingin memaki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia tertidur di tempat tidak dikenal dan yang lebih mencengangkan adalah— sosok Hejian yang tengah sibuk meracik sebuah minuman dari meja bertender.

"Hay," sapa Hejian dengan lembut, "bagaimana tidurmu?"

Rasanya ingin melarikan diri. Itulah yang dipikirkan oleh Naira. Dengan gerakan kikuk karena malu. Ia pun bangun, bangkit dan berjalan menghampiri Hejian.

"Maaf," seru Naira seraya menarik kursi untuk duduk, "gue ketiduran di tempat lo."

Hejian terkekeh pelan. Lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Minuman yang baru saja dibuatnya. Diberikan pada Naira.

Gelas putih dengan motif bunga Mawar. Menampilkan isi cairan berwarna kehijauan dengan beberapa potongan es di dalamnya.

"Ini minuman Veorovia," jelas Hejian. Menyadari ekspresi heran Naira.


"Saya membuatkannya tadi untukmu. Tapi kau tertidur," ungkapnya, "dan aku meraciknya ulang untuk membuatnya menjadi dingin. Ini minuman menyegarkan. Terbuat dari sari buah Afrikato."

"Afrikato?" alis Naira bertaut bingung.

"Ahh, kalau di sini disebut Alpukat."

Bagi Naira rasanya aneh mendengar Alpukat disebut Afrikato. Mungkin ada beberapa negara yang menyebut Alpukat seperti itu.


Namun Naira langsung tersentak kaget. Saat mencicipi rasa dibalik gelas tersebut. Rasanya tidak seperti Alpukat. Melainkan seperti rasa buah yang lain.

Sesuatu yang lembut dan melumer ke dalam lidah. Seperti cokelat tapi bukan cokelat. Minuman itu juga mempunyai wangi yang terasa manis. Ini seperti rasa baru yang sulit di deskripsikan.

"Rasanya gue tertidur cukup lama," seru Naira saat memandang jam dinding dibalik punggung Hejian.

"Pagi tadi kau terlihat seperti Zombi. " Hejian terkekeh. "Bukan maksudku mengatakan hal seperti itu padamu. Hanya saja. Kalimat itu yang cocok untuk mendeskripsikan wajahmu tadi pagi."

Naira tersenyum hambar. Tangannya bergerak. Mengaduk-aduk isi cangkir.

"Dosen pembimbing gue." Naira memulai ceritanya. "Nyuruh gue datang lebih pagi untuk konsul. Lo tahu?"

Hejian menggeleng.

"Dia nyuruh gue datang lebih awal dan saat gue tiba di kampus. Dia malah bilang gak jadi." Telapak tangan Naira terkepal kuat. Wajahnya memerah. "Gue udah begadang semalaman demi merevisi semuanya dan dia malah seenak jidat batalin. UgHhhh!!!"

Naira sudah tidak bisa berkata apa-apa. Mengingat bagaimana Pak Budi memperlakukannya. Membuat Naira ingin mengamuk untuk melampiaskan kekesalannya.

"Dan tanpa sadar. Gue malah jalan ke Toko lo. Sorry," lanjutnya dengan lirih.

Ungkapan tulus itu Naira ucapkan. Mimik wajahnya terlihat bersalah pada Hejian.

Netra mata Hejian kembali tertuju pada pergelangan tangan Naira. Bunga Mawar itu masih melilit di sela-sela jari Naira. Tidak berduri. Tapi bisa menusuk siapapun yang mendekat.

Veorovia (S1 END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang